Tak salah Tasya menjuluki si monster ini dengan sebutan Pria Gunung Es, bahkan sedari keberangkatan mereka menuju resto untuk pertemuan dengan client diadakan, dia diam seribu bahasa. Tak satu patah kata pun keluar dari mulutnya, seolah gadis yang duduk disebelahnya hanya sebuah patung.
Situasi ini membuat Alina merasakan bosan dengan level tingkat dewa, perjalanan yang hanya memakan waktu satu jam berasa satu abad, mau ngajak bicara duluan takut dikira SKSD, dan lebih parahnya lagi dicuekin.
Mending ngikut alur aja deh, pikir Alina kemudian. Keduanya pun larut dalam kebisuan.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, siapa sangka kejenuhan Alina akan berujung panjang, karena jalanan ibukota pagi menjelang siang ini malah macet dan pergerakan mobil mereka berinsut tanpa dosa. Gadis itu mulai gelisah, mana perut udah kriuk-kriuk, maklum tadi pagi sarapannya sedikit jadi belum tengah hari cacingnya sudah berontak minta jatah, semoga aja ni cacing gak ngeluarin suara macam-macam.
Untuk mengabaikan semua rasa yang berkecamuk, bosan, lapar dan kebelet juga, Alina berusaha mengalihkan perhatiannya pada ponsel ditangannya. Sambil memakai headset, dia mulai fokus menonton kelanjutan drama korea favoritnya.
Lumayan, semuanya mulai bisa dikendalikan, sesekali Alina menyeruput teh kotak yang tadi sempat dibawa. Tentu saja tanpa menawari sang atasan, gak bakalan mau juga dia minum dari pipet bekas, begitu pikir gadis itu beralibi.
"Selain menyebalkan, tenyata gak ada attitude," desis Max sambil menggelengkan kepala melihat tingkah gadis disampingnya.
Alina yang melihat gerakan Max, buru- buru menanggalkan headsetnya.
" Bapak bicara sama saya?" tanyanya dengan wajah polos.
Max tidak menjawab, dia kembali mengalihkan pandangannya pada jalanan. Beruntung kemacetan sudah terurai dan sekarang mobil yang mereka tumpangi melaju lancar.
Alina mengacuhkan bahu begitu tidak ada respon dari pria itu, padahal tadi dia jelas-jelas melihat kalau Max mengatakan sesuatu. Daripada pusing, Alina kembali melanjutkan tontonannya, tak berapa lama Alina tersadar kalau mobil sudah berhenti, diapun menyudahi kegiatannya, dan bersiap siap turun mengikuti Max yang sudah lebih dulu keluar.
Alina mendekap map yang dibawanya sambil berusaha mensejajarkankan dengan langkah Max.
" Apa kamu selalu lamban seperti itu," ucap Max menyadari Alina yang kewalahan.
" Langkah bapak yang terlalu panjang, saya kesulitan jika harus setengah berlari dengan heels ini," dengkus Alina kesal, dia tidak terima protes Max yang tidak memahami keadaanya, sepertinya pria itu tidak memiliki pasangan, atau saudara perempuan, sehingga tidak mengerti apa yang dialami Alina saat ini.
Mendadak Max menghentikan langkahnya dan berbalik, ups nyaris saja Alina yang berjalan persis dibelakang menabrak tubuh jangkung pria itu. Untung refleksnya cepat sehingga hal itu tidak terjadi meskipun dia sedikit terhuyung karenanya.
"Saya tidak suka dibantah, kalau kamu masih ingin bertahan dalam tim ini, pastikan kamu bisa menyesuaikan ritme,"
Alina meneguk ludah kasar, jantungnya bergejolak saat Max mengarahkan telunjuknya, dia tidak bisa menolerir sikap seperti ini, tapi emosinya itu hanya bertahan beberapa saat. Lagi-lagi dia harus pasrah, karena cuma ini jalan satu satunya untuk bisa mencari keadilan untuk Bryan. Sudah tiga bulan sejak kejadian nahas itu tapi kasusnya mengambang begitu saja, tak ada penuntutan lebih jauh baik dari perusahaan maupun keluarga. Dan Alina merasa perlu menyelidiki sendiri apa yang sebenarnya terjadi, untuk itu dia harus memulai dari lingkup kerja Bryan. Begitu ada tawaran dari Pak Leo, dia merasa inilah kesempatan baik untuknya. Meskipun dia sendiri juga masih belum tau apa yang akan dicarinya disana.
Baik, akan saya usahakan," ucap Alina pada akhirnya, matanya nampak berkaca kaca.
" Harus!" tegas pria itu lagi dengan sorot tajam dan Alina hanya bisa mengangguk. Berusaha keras menahan agar airmatanya tidak jatuh.
Max tidak mempedulikan Alina, dia kembali melanjutkan langkahnya menuju pintu restoran, dan kesempatan itu digunakan Alina untuk menyeka bulir bening yang semakin mengambang. Dia tidak boleh terlihat lemah.
Sapaan dari pelayan wanita yang menyambut sedikit mencairkan ketegangan yang baru saja terjadi, dengan ramah pelayan itu mengantarkan mereka keruangan yang sudah direserve sebelumnya. Beruntung client yang akan mereka temui juga belum datang jadi Max tidak perlu memberi alasan atas keterlambatan ini. Kemungkinan mereka juga terjebak macet.
Tapi kondisi itu justru kembali memposisikan Alina pada situasi yang tidak dia inginkan, gadis itu berpikir keras, mengapa Max bersikap kasar padanya. Padahal Max hanyalah pimpinan divisi, tapi sikapnya seolah menunjukkan kalau dia punya kekuasaan untuk menyingkirkan Alina.
Oh tidak, tidak semudah itu Fergusso.
Kalau Pak Leo saja menawarinya untuk bergabung jadi tidak ada alasan si gunung es ini memecatnya. Lihat saja, dia akan membuktikan kalau dia bukan hanya mengandalkan pengaruh Pak Leo, tapi dia pantas untuk bekerja di Mega Buana.
Alina menyipitkan mata, menatap Max yang kini sibuk dengan laptopnya. Dia terus menerka, kenapa Max terlihat tidak menyukainya, seperti ada sesuatu yang membuatnya marah karna kehadiran gadis itu, apa mungkin dia punya rahasia yang tak ingin diketahui, atau dia merasa teranca.. Jangan-jangan dia orang yang sudah menembak Bryan.
Mikir apa sih aku, Alina mengenyahkan prasangka yang terbentuk, meskipun otak detektifnya mulai bekerja tapi dia tidak boleh gegabah menyimpulkan.
" Selamat siang Pak Maxime, maaf kami terlambat, biasa macet, " ujar seorang pria paruh baya datang menyapa bersama seorang asisten.
Max berdiri dari duduk dan menyalami pria itu dengan senyuman. Sesaat Alina takjub, senyum itu seolah menjelaskan kalau ternyata Max tidak sedingin yang dia kira, begitu hangat dan juga tulus. Akh mungkin juga ini hanya trik marketing.
Alina ikut berdiri dan mereka berjabat tangan secara bergantian.
" Tidak apa apa Pak Jacob, kami juga baru sampai, silahkan duduk," timpal Max sopan.
Merekapun memulai meeting, Max menjelaskan gambar bangunan yang sudah dia siapkan sebelumnya, dan Pak Jacob terlihat puas, tanpa perlu membahas lebih jauh, beliau menyetujui kerjasama ini.
" Saya sangat senang dengan kinerja Mega Buana selama ini, resort dan villa saya di Bali juga konsepnya dari almarhum Bryan, begitu Bryan gak ada, saya sedikit ragu untuk menyerahkan project ini lansung, dan bermaksud membuka tender, tapi secara kebetulan saya ketemu dengan Pak Leo kemarin dibandara, dan gak sengaja saya menceritakan planning saya, beliau membujuk saya untuk melihat dulu rancangan dari pengganti Bryan dan beliau tidak salah, design anda luar biasa Pak Max," puji Pak Jacob antusias.
Alina mengakui apa yang dibilang Pak Jacob benar, Max mempunyai kemampuan yang tak kalah dari Bryan, mungkin itu kenapa dia juga mendapat kepercayaan dari Pak Leo. Tapi sayang sepertinya Max malah menyalahgunakan kepercayaan itu dan bersikap arogan.
" Terima kasih pujiannya pak, semoga kedepan kerjasama ini berjalan lancar," ujar Max menanggapi.
Meeting itupun dilanjutkan dengan makan siang. Alina gak sabaran, perutnya benar-benar lapar diapun menyantap makanannya dengan penuh semangat.
"Uhuk-uhuk," tiba-tiba Alina tersedak.
Saking buru burunya dia tidak sadar sampai menelan sesuatu yang rasanya sangat pedas dikerongkongan, parahnya malah nyangkut disana.
" Ya ampun, hati-hati Mbak Alina, minum air yang banyak," saran Pak Jacob prihatin.
Alina bergegas mengambil minuman dan meneguk isi gelas itu sampai tandas, tapi tuh benda masih aja nyangkut dan makin membuatnya perih, Alina menepuk-nepuk dada, wajahnya memerah menahan sakit.
Max menghela napas, dia berdiri dari duduk dan menghampiri Alina, dia menengadahkan kepala gadis itu hingga terdongak lalu menjentikkan jemarinya tiga kali didepan wajah Alina, memintanya untuk rileks. Sejenak Alina terpaku dan berikutnya gadis itu merasakan tubuhya didorong kedepan hingga tercondong, Max menepuk diantara tulang belikat Alina dengan tangannya. Ajaib! sesuatu yang menyangkut tadi keluar dengan sendirinya.
" Lain kali hati-hati, jahe segede itu kok bisa tertelan," desis Max sambil membantu membersihkan mulut Alina yang nampak berantakan dengan tissue, siapapun yang melihat situasi ini pasti salah mengira.
" Kalian nampak serasi, apa kalian berpacaran?" tanya Pak Jacob dengan kerlingan penuh arti begitu juga dengan asistennya yang senyum-senyum gak jelas, nah kan baru juga diomongin.
Mendengar itu, Max menyudahi aksinya dan kembali duduk.
"Bukan pak, hanya kasihan saja, kalau dibiarkan dia bisa mati gara-gara tersedak, malah merepotkan saya nantinya," ucap Max dengan ekpresi datar.
Alina tak menggubris percakapan ini, dia masih mengatur napas setelah kejadian beberapa saat lalu. Matanya menatap nanar pada benda yang tergeletak manja dilantai.
Jahe oh Jahe bikin malu aja.
***
...Hai readers, jangan pula vote dan komen ya, bantu follow juga...
...semoga kalian suka dengan part ini...
...with love...
...Dik@...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Yuyun Yunita
🤭🤭🤭😌
2023-10-31
0
Yani nuraini
jahe 😭😂😂😂
2023-10-30
0
Andariya 💖
Alina , hati² ya jangan buru³ klau makan
2023-10-24
1