Sudah seminggu sejak kepergian Bryan, Alina tetap belum bisa menerima kenyataan, hari-harinya hanya diisi dengan tangisan, mengenang kisah yang pernah mereka ukir bersama. Tidak mudah baginya melupakan begitu saja, terlalu banyak momen indah yang sudah mereka lalui.
Andai saja kejadian buruk itu tidak datang, mungkin saat ini dia sudah bahagia, menikmati perannya sebagai seorang istri, menyiapkan sarapan pagi, memasangkan dasi dan mengantar ke pintu depan, menikmati kecupan hangat dikening sebelum suaminya berangkat kerja.
Seindah itu harapan yang mereka bayangkan, tapi sayang semuanya menguap begitu saja tanpa sempat mereka rasakan. Tak ada lagi yang bisa dilakukan saat takdir kehidupan memisahkan mereka.
Alina menghela napas dalam, kembali dia mengusap figura foto Bryan dan mendekapnya dengan erat.
" Apa yang sedang kamu lakukan disana sayang, apa kamu baik baik saja?" gumamnya seorang diri, satu bulir bening lolos lagi dari matanya.
" Alina, ada tamu menunggumu didepan nak," ucap Ranti memberitahu sambil mengetuk pintu.
" Sebentar bu," ucap Alina sambil bergegas meletakkan figura diatas nakas, lalu menyeka wajahnya yang sembab.
Jika dia menurutkan ego dan hasutan dikepala yang terus membuntuti beberapa hari ini, ingin rasanya dia menyusul Bryan, untung saja masih ada setitik akal jernihnya yang menolak, terlebih melihat dukungan dari keluarga yang tak pernah putus, dia sendiri juga gak tega jika harus melihat ibu sedih karena memikirkan keadaannya. Makanya sebisa mungkin didepan orang orang dia berusaha tegar meskipun disaat sendiri hatinya remuk redam.
" Maaf kalau aku datang sepagi ini, " sapa Morgan, sahabat Bryan dikantornya.
Alina menyunggingkan senyum tipis.
" Gak papa Gan, " ucapnya pelan seraya duduk di sofa yang bersebrangan.
" Aku kesini mau mengantar barang barang Bryan, maaf baru sempat sekarang, " lagi lagi Morgan meminta maaf, dia sadar gadis didepannya ini masih begitu rapuh, bahkan dia terlihat lebih kurus dibanding beberapa waktu lalu.
" Makasih udah repot mengantar, " jawab Alina sambil menerima kotak yang disodorkan pria itu dan menaruh disebelah tempat duduknya.
" Ngomong ngomong apa rencana kamu kedepan?" tanya Morgan basa basi.
Alina menggeleng.
" Belum tau, aku juga masih bingung mau bagaimana," jawab Alina getir.
"Kalau aku boleh memberi saran, sebaiknya kamu kembali bekerja Alin, masa depan kamu masih panjang," ucap Morgan dengan hati-hati, tidak ada maksud apa-apa dia hanya ingin membantu Alina dari keterpurukannya. Dia adalah saksi hidup perjalanan cinta mendiang sahabatnya, jadi tidak salah jika dia memberikan perhatian pada Alina.
Alina sendiri pernah bekerja pada salah satu perusahaan ternama, dan karirnya cukup bagus ketika itu, tapi karena permintaan Bryan yang menginginkan Alina dirumah saja setelah menikah, Alina pun resign dan fokus mengurus persiapan pernikahan mereka.
" Makasih Gan, akan aku pikirkan,"
" Kalau kamu butuh bantuan, jangan sungkan menghubungiku,"
Alina mengangguk.
" Kalau gitu aku pamit dulu, kamu yang kuat ya, Bryan sudah bahagia disana," ujarnya sembari beranjak dari duduk.
Alina tak menjawab, rasa sesak yang tadi sempat hilang kembali mengumpul didadanya begitu mendengar ucapan barusan.
" Tunggu," cegahnya begitu Morgan hendak pergi.
Pria itu menghentikan langkah dan membalikkan badan.
" Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Alina sedikit ragu.
Morgan mengerutkan kening heran tapi tak urung dia mengangguk.
" Apa Bryan punya musuh?"
" Sejauh aku mengenal Bryan, dia tidak memiliki musuh, karena kamu tau sendiri gimana sikap Bryan kan? " tegas Morgan.
Bryan itu pribadi yang humble, humoris dan selalu memberikan aura positif pada orang orang yang mengenalnya, bahkan tidak ada yang menyangka kalau jalan hidup Bryan berakhir seperti ini.
" Atau mungkin ada relasi yang tidak senang dengan kinerjanya?" desak Alina lagi seolah sedang mengintrogasi, berharap ada sesuatu yang bisa dia temukan.
Morgan tersenyum.
" Sampai detik ini tidak ada yang bisa kita curigai Alina, tapi kamu tenang aja, aku dan Pak Leo sudah mengerahkan orang-orang untuk mencari tahu siapa pelakunya, lagipula pihak kepolisian masih terus menyelidiki, aku harap kamu bersabar menunggu hasilnya," jelas Morgan.
Pak Leo, adalah atasan Bryan, Direktur Utama PT. Mega Buana Property & Construction.
Alina kembali menghembuskan napas panjang.
" Makasih Gan, aku harap pelakunya segera tertangkap, aku tidak bisa tenang, sebelum mereka mendapatkan balasan atas kekejaman mereka,"
" Aku mengerti perasaan kamu Alin, aku akan segera mengabari kamu jika sudah ada perkembangan"
***
Alina mengambil buket bunga yang sudah layu dan menggantinya dengan buket baru, bunga Lily putih, kemudian dia menabur rampai bunga mawar merah segar diatas pusara yang masih baru itu.
Kegiatan yang kini menjadi rutinitasnya, tak satu hari pun Alina lewatkan, dengan mengunjungi makam Bryan dia bisa menumpahkan kerinduan yang teramat sangat.
Dia bahkan betah berjam-jam duduk disana sehingga kehadirannya sudah menjadi pemandangan biasa bagi penjaga makam. Pria paruh baya itu tak segan memastikan keadaan Alina baik-baik saja.
Melihat kesedihan Alina, dia tidak tega meninggalkan gadis itu sendirian, terlebih sejak gadis itu sering datang kesini, ada seorang pria misterius yang selalu memakai jaket hitam berdiri memperhatikan Alina dari kejauhan.
Lelaki paruh baya yang selalu dipanggil Mang Udin itu khawatir kalau pria itu melakukan hal buruk pada Alina, nalurinya terpanggil untuk menjaga gadis itu.
Tapi sejauh ini pria itu tidak berbuat apa-apa, hanya diam dan ikut beranjak pergi begitu Alina sudah meninggalkan pemakaman.
Mang Udin tidak berani mengatakan karena melihat kesedihan gadis itu, dia tidak ingin menambah pikiran Alina.
Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Mang Udin memutuskan untuk memberitahukan sekarang. Setidaknya gadis itu bisa berjaga-jaga ataupun meminta bantuan yang berwenang untuk melindunginya.
Sambil menunggu Alina selesai Mang Udin beristirahat di pondok yang ada disana.
Tak selang berapa lama Alina sudah berdiri dan menghampiri Mang Udin seperti yang selalu dia lakukan untuk sekedar memberi uang rokok dan menitipkan makam Bryan.
" Lagi sepi mang," sapa Alina sambil ikut duduk.
" Begitulah neng," jawab mang Udin dengan sedikit kekehan. Merasa lucu mengingat profesinya sebagai penjaga makam dan juga penggali kuburan justru mengharap rezeki dari kemalangan orang lain.
" Mang Udin udah makan?"
" Udah neng, nomor satu kalau itu," guraunya lagi, Alina sedikit terhibur dengan sikap Mang Udin yang humoris.
" Minggu depan saya agak sibuk mang, mungkin saya juga jarang kemari karena banyak hal yang harus saya urus dulu, saya titip ya mang, " pinta Alina lagi.
" Neng tenang aja, saya akan rawat baik baik makam Den Bryan"
Alina membuka dompet dan menyerahkan beberapa lembar uang ratusan ribu.
"Bunganya diganti terus ya mang, apa segini cukup?" tanya Alina memastikan, meskipun dia tahu anggaran bunga, tetap dia meminta kesediaan Mang Udin, dia tidak ingin lelaki itu kerepotan nantinya.
" Ini mah lebih dari cukup neng, kebanyakan malah,"
" Gak papa mang, sisanya buat bantu bantu beli makanan," ucap Alina tulus.
" Makasih banyak neng, semoga rezeki neng Alina makin melimpah Ya Allah," ucap Mang Udin sambil menengadahkan tangan.
" Amiin" timpal Alina ikut mengusapkan tangan kewajah.
" Ngomong-ngomong, Neng Alina menyadari sesuatu gak,"ucap Mang Udin sedikit berbisik.
Alina mengerutkan kening.
" Mamang harap neng jangan panik, sejak seminggu yang lalu, ada seorang pria yang selalu mengikuti neng, dia selalu berdiri didekat pohon besar ujung sana,"
Alina melirikkan mata kearah yang dimaksud dan benar saja, seseorang yang tidak terlihat wajahnya karena tertutup hoodie dan kacamata hitam berdiri sambil memperhatikan mereka, perawakan orang itu tinggi.
Sepertinya pria itu menyadari kalau Alina juga sedang memperhatikannya, dengan gerakan cepat dia memasang helm dan naik keatas motor sport yang diparkir tak jauh dari tempatnya berdiri, dia menstarter kendaraannya dan lansung tancap gas.
" Kenapa mamang baru kasih tau sekarang,"
" Mamang pikir selagi dia gak menganggu neng, gak masalah apalagi mamang gak mau membebani pikiran neng Alina,"
" Apa dia pernah menanyakan sesuatu pada mamang?"
lelaki itu menggeleng.
" Gak pernah neng, yang mamang tau dia selalu ada saat neng kesini,"
Apa mungkin itu orang yang sudah menembak Bryan, tapi kenapa dia berani menampakkan diri disini, kalau dia pelaku otomatis dia berusaha agar identitasnya tidak diketahui, atau dia punya kepentingan lain yang tidak Alina tau.
Alina setuju dengan mamang kalau pria itu orang jahat pasti dia sudah melakukan sesuatu padanya apalagi disini sangat sepi.
***
Semoga kalian suka ya, jangan lupa berikan dukungan untuk cerita ini, biar author semangat buat update.
with love
Dik@
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Yuyun Yunita
masih ngikutin alur dl...
2023-10-31
2
Andariya 💖
siapa ya yg mengikuti Alina 😅
2023-10-01
2
Dika Tsabitha
makasih😊
2023-09-27
0