Ainun baru saja terduduk lemas di lantai persis di depan lift naik, wanita paruh baya itu sedang memijit-mijit kakinya sambil sesekali meringis. Kebetulan Maryam baru saja ke luar dari lift lantai dasar. Melihat pemandangan seorang wanita sedang meringis kesakitan, ia segera menghampiri Ainun.
"Ibu kenapa? Kakinya sakit?" tanya Maryam panik
"Iya Nak, saya kepeleset. Pergelangan kaki saya sepertinya terkilir,"
"Ya Allah ko bisa ya, sebentar saya cari bantuan dulu," Maryam yang terlihat panik melupakan tujuannya menemui Kanaya yang sedang menunggunya di parkiran perusahaan. Maryam meminta tolong pada satpam yang berada di depan pintu lobby dan menyuruh Weni salah satu karyawan di bagian resepsionis untuk memanggil petugas kesehatan.
"Ini kan Bu Ainun, istri Pak Adam dan ibu dari Pak Damar," ucap satpam itu langsung memberi anggukan kepala pada Ainun.
"Oh ibu Pak Direktur, maaf Bu saya tidak tahu," ucap Maryam
"Sudahlah bukan masalah, jangan bawa saya ke ruang kesehatan! Bawa saja saya ke ruangan Damar," pinta Ainun sedikit memelas karena harus menahan rasa sakitnya.
"Baik Bu, mari saya bantu anda bangun," perlahan Ainun bangun dan berdiri walaupun kakinya terasa amat sakit
"Aww," pekik Ainun
"Ibu yakin mau jalan saja? Lebih baik menunggu petugas kesehatannya bawa berangkar,"
"Nggak usah Nak, papah saya ke ruangan Damar saja ya,"
Karena Ainun bersikukuh maka Maryam memapah Ainun dibantu Weni dan satpam ke ruangan Langit.
***
Langit sampai dipintu ruangannya bersamaan dengan Maryam yang baru saja keluar dari sana. Pria itu tak sedikitpun menghiraukan Maryam. Langit tampak sangat khawatir setelah mendapatkan kabar dari Gia bahwa ibunya dalam kondisi kakinya sakit.
Sekejap Langit diam, ada segurat kemarahan tiba-tiba muncul dari mata tajamnya. Ia melihat sinis pada Maryam seolah perempuan itu adalah musuh besarnya.
"Langit," panggil Ainun menyandarkan Langit. Maryam cepat-cepat pergi dari hadapan Langit karena teringat jika Kanaya sedari tadi menunggunya.
"Ma, apa yang terjadi? Mama tidak apa-apa?" Langit menelisik keadaan ibunya penuh rasa kekhawatiran
"Mama kepeleset, Nak. Di lantai dasar depan lift saat mau naik ke sini,"peluh keringat terlihat dari dahi sang ibunda. Kerudung yang melekat dikepalanya sedikit dilonggarkannya.
"Kaki Mama terkilir? Masih sakit? Kita ke dokter fisioterapi saja ya sekarang?" berondong Langit pada Ainun
"Nggak usah Langit, Mama sudah dipijat tadi sama gadis cantik tadi. Dia karyawanmu ya? Dia kayanya ahli fisioterapi deh,"
"Yang mana, Ma? Yang tadi itu? Langit kurang tahu baru kali ini juga ketemu sama dia,"
"Maafin Langit ya, Ma. Langit tadi telat jemput Mama di bandara. Kolega kali ini minta Langit untuk menemaninya hingga beres. Pas azan dzuhur Langit baru sadar kalau Mama udah nungguin lama. Eh pas nyampe sana, Mama ngabarin sedang dalam perjalanan ke kantor. Untung aja Gia nelpon Willy ngasih tahu keadaan Mama," seloroh Langit panjang lebar. Sudah hampir dua bulan Mamanya tinggal di London menemani adiknya yang sebentar lagi akan wisuda.
Ainun hanya tertawa kecil mendengar celotehan anak sulungnya, ia kemudian menggerak-gerakan pergelangan kaki yang terkilir tadi. Ajaib rasanya sudah agak membaik dan sakitnya berangsur menghilang.
"Eh, lihat deh, udah gak terlalu sakit loh sayang," ucap Ainun sumringah, dicobanya berjalan beberapa langkah
"Alhamdulillah, Mama kira harus istirahat beberapa hari tahunya sudah sembuh,"
"Beneran Ma? Gak harus ke ahli fisioterapi?" tanya Langit tak yakin
"Yakin sayang, kamu nanti suruh gadis itu buat ke rumah kita ya. Mama ingin dia saja yang jadi ahli fisioterapi buat Mama,"pinta Ainun membuat Langit mengerutkan keningnya.
***
Maryam menyandarkan dirinya di kursi kerjanya, ia menghela nafas panjang setelah pertemuannya dengan Kanaya barusan. Maryam terpaksa harus keluar menemuinya di saat jam kerja. Itupun hanya sebentar setelah Bu Agnes terus-terusan meneleponnya.
Perkataan Kanaya seakan menari-nari di benaknya saat ini, pasrah hanya itu jalannya saat ini. Kanaya memintanya untuk mundur saja sebagai istri pertama Faiz. Dadanya saat itu sungguh bergemuruh hebat, siapa yang mau melepaskan suami yang sangat ia cintai. Kepalanya mendadak pusing memikirkan kemelut dalam rumah tangganya.
Bertahan atau lepaskan
Tubuhnya mendadak hilang keseimbangan saat ia akan berdiri, hampir saja terjatuh jika tangan kanannya tak segera menahan beban tubuhnya yang bertumpu ke atas meja.
"Maryam, kamu kenapa?" Anindya segera menghambur menanyainya
"Sepertinya anemiaku kambuh, kepalaku pusing," jawabnya
"Kamu pulang saja ya, terus istirahat. Biar nanti aku bilang sama Bu Agnes ya,"
Tapi Maryam menolaknya, jika ia pulang dan beristirahat di rumah itu akan membuat pikirannya terfokus pada masalahnya sedangkan di kantor setidaknya ia disibukan dengan banyaknya pekerjaan.
"Ya sudah aku olesin minyak angin ya biar sedikit ngurangin rasa pusingnya." Anindya mengambil minyak angin oles aroma terapi di dalam tasnya. Untunglah aroma minyak angin itu sedikit bisa mengurangi rasa pusing kepalanya.
***
Setelah berkendara kurang lebih setengah jam, mobil mewah hitam itu memasuki rumah berpagar hitam kokoh dengan pohon-pohon tinggi di sisi kanan dan kirinya. Rumah mewah berlantai tiga dengan desain eropa klasik dimana di depannya terdapat kolam air mancur itu sungguh membuat mata seakan betah dibuatnya, apalagi dengan suguhan pepohonan hijau terlihat sejuk dan asri.
Langit terlebih dahulu turun dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk ibunya, dengan penuh kehati-hatian membantu Ainun untuk keluar.
"Mama bilang kan sudah sembuh, nggak usah dipapah juga," tolak Ainun dengan mengempaskan tangan besar Langit secara halus dari pergelangan tangannya.
"Langit cuma khawatir saja, Ma." ucap Langit masih dengan nada khawatirnya.
Rumah besar itu tampak sepi. Suaminya, Adam baru akan pulang dari Surabaya nanti malam. Sedangkan si bungsu masih di London. Hanya tinggal dirinyalah berdua dengan Langit Rumah megah bagaikan penjara.
Langit terdengar sedang menelepon Willy, yang ditugaskan untuk meng-handle semua urusannya siang ini.
Selesai urusannya, Langit menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur masih dengan pakaian lengkap melekat di tubuhnya. Rasa penasarannya terhadap gadis yang sudah membantu ibunya begitu berkecamuk dalam pikirannya.
Mana mungkin itu dia
Diraihnya ponsel yang tergeletak di atas nakas,ia mengetikan sesuatu untuk Willy.
Langit: Cari tahu nama perempuan yang tadi sudah bantu nyokap!
Bip..
Hanya berselang kurang dari 5 menit ponselnya kembali berbunyi
Willy: Maryam Azzahra
"Maryam? Namanya saja beda, siapa dia? Kenapa aku baru melihatnya sekarang." Dibuang nafasnya secara kasar
Ada satu sosok perempuan cantik melintas dalam pikirannya, dia perempuan berwajah sama dengan Maryam.
Tok.. Tok..Tok..
Langit sedikit terkejut, ia membenarkan posisi duduknya. Ainun membuka pegangan pintu, dilihatnya Langit sedang duduk di tepian tempat tidur.
"Nak, kamu belum ganti baju. Apa mau kembali ke kantor?"
"Gak Ma, Langit mau mandi dulu. Tadi agak cape saja, Mama kenapa? Ada yang Mama butuhin?"
"Anak Mama ini pinter banget bisa tahu maksud Mama, hehe," puji Ainun dengan nada meledek
"Tahulah Ma, Mamaku ini kan gak bisa nyembunyiin sesuatu,"
"Iya deh Mama ngaku. Mama mau kamu suruh karyawan yang tadi bantuin Mama di kantor itu buat jadi fisioterpisnya Mama ya," pinta Ainun sedikit memelas.
"Hah? Fisioterpisnya Mama..."
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
mami Fauzan
setuju AQ klo Maryam dpt jodoh langit biar nyesel suaminya si Faiz.....
2021-07-23
0
Mimin Mintarsih
maksud ya Maryam jadi tukang urut di rumah ya ibu Ainun thor
2021-07-19
0
Hamba Allah
mampir Thor atas nama cinta Karya pertama kuuu
2021-06-18
0