Kesedihan hanyalah sebuah awal kita menuju suatu proses menuju kebahagian yang sesungguhnya
***
Masih di tempat Anindya, Maryam duduk terpaku menatap luar jendela kecil yang menghadap ke jalan raya. Menatap tingginya gedung-gedung tinggi Jakarta. Semakin gelap semakin terlihat indah, lampu-lampu terang benderang, berwarna-warni.
Setelah berwudhu dan melaksanakan shalat maghrib, hatinya sedikit tenang. Tapi tak lantas membuat ia melupakan kejadian barusan.
Sebagai sahabat tentunya Anindya sangat menyayangkan sekali atas kejadian yang menimpa Maryam. Tak menyangka kejadian pahit membuat Maryam begitu terpukul, perempuan mana yang ingin di poligami?
"Maryam, kamu belum makan kan? Aku buatkan makan malam untukmu ya, kita makan sama-sama," ucap Anindya. Maryam hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
Maryam dan Anindya adalah sahabat dekat dan bekerja di perusahaan yang sama. Bedanya Anindya berhija sedangkan Maryam tidak. Ia belum ingin menutup auratnya, berdalih belum mendapatkan hidayah.
Di dapur mungil khas apartement, Anindya membuatkan Maryam daging goreng dan juga cah kangkung. Karena hanya itu bahan makanan yang terdapat dalam kulkasnya.
"Mar, ayo makan!" titah Anin setengah berteriak dari dapur. Yang dipanggil tak kunjung menjawab. Malah semakin asyik terlena dalam lamunanya
"Maryam," Anindya menepuk pundak Maryam dari belakang
"Iya, Nin?"
"Makan, kita makan yuk," ucap Anindya sambil mempraktikan tangannya seperti sedang menyuap makanan.
Maryam tersenyum dan mengikuti Anindya dari belakang.
"Kamu masak banyak banget Nin, siapa yang makan nanti?"
"Kamulah," jawab Anin
"Ko aku?"
"Iyalah, biasanya orang patah hati harus banyak makan. Biar tetep strong," ucap Anindya asal. Mendengar itu Maryam kembali merengut mengingat perempuan kedua suaminya.
"Maaf ya Mar, bukan maksud mengingatkanmu lagi," Anindya merasa menyesal. Ia menyimpan sendoknya sebentar, tangannya menggenggam tangan Maryam.
"Maryam, jangan terlalu larut dalam sedih. Aku ingin tanya sama kamu, tapi kamu harus menjawabnya dengan jujur,"
"Apa Nin?"
"Kamu maunya gimana? Kalau kamu maunya terus bersama Faiz, kamu harus kuat dan tabah, sebagai istri pertama. Tapi jika kamu mau lepas dari Faiz, kamu urus perpisahanmu segera. Jangan sampai masalah ini berlarut-larut. Jangan membuat kamu bersedih lagi,"
Maryam tak lekas menjawabnya. Makanan dimulutnya terasa hambar. Selera makannya hilang mendadak.
"Aku ingin melanjutkan pernikahan ini dengan Mas Faiz, Nin. Aku mencintainya, dia cinta pertamaku. Tapi aku tidak mau dimadu," air mata Maryam berhasil lolos dari tempatnya. Anindya mengerti perasaan Maryam, hatinya pasti terluka.
"Kan aku sudah bilang, kalau kamu mau bertahan kamu harus siap segalanya. Konsekuensinya juga, rasa sakit hati kamu, tidak menjadi prioritas lagi. Karena suamimu harus bisa bersikap adil tidak boleh berat sebelah,"
Benar apa kata Anindya, jika Maryam harus bisa menerima segala konsekuensinya.
"Jadi aku harus gimana sekarang, Nin?"
"Kamu bicarakan berdua sama suami kamu, karena hanya suami kamu yang bisa menjalankannya. Kalian bertiga,"
"Minta suami kamu untuk bisa bersikap adil, memang ini tidak gampang. Semuanya sulit, untuk kalian bertiga pasti ini sulit. Kalian harus memerankan peran masing-masing dengan sempurna."
Layaknya sandiwara kehidupan, semuanya punya peran masing-masing. Baik Maryam, Kanaya dan Faiz sebagai suami mereka.
Bagi Maryam semua itu gampang-gampang susah. ketika hati sudah dibutakan cinta, maka semuanya akan menjadi masa bodoh.
***
Sampai larut malam, Maryam tak kunjung menutup matanya. Dadanya semakin sesak tak kala kembali mengingat kejadian sore tadi. Begitu teganya Faiz menduakan dirinya dengan perempuan lain.
Mana aku bisa, aku bukanlah istri Rasulullah yang kuat untuk di madu. Aku hanyalah wanita akhir zaman yang mencoba untuk lebih baik.
Andaikan ayah dan ibu masih ada, apa mereka juga bisa menerima kenyataan ini? Pasti sakit rasanya, aku saja serasa berada dalam mimpi. Maryam membuka-buka kembali galeri foto dalam ponselnya, tepat satu
tahun lalu Faiz mengucap ijab qabul untuk menghalalkannya. Di foto itu mereka tampak sangat bahagia, senyum terukir di bibir tipis milik suaminya. Hari yang tidak akan pernah Maryam lupakan dalam sejarah hidupnya.
Air matanya kembali lolos dari singgasananya, ia sungguh tak sanggup menjalani hari-harinya ke depan.
Tok..Tok..Tok...
Maryam lekas mengusap air matanya, nampak Anindya membuka pintu kamarnya.
"Maryam, kamu belum tidur juga?"
"Belum, Nin. Aku belum bisa tidur,"
"Kenapa? Masih memikirkan masalah tadi sore?"
Maryam mengangguk sebagai tanda jawabannya
Anin masuk dan mengambil duduk di samping tempat tidur, menggenggam tangan Maryam sebagai tanda untuk memberikan dukungan terhadapnya.
"Aku mengerti sekali ini tidak mudah, tapi jangan membuat dirimu terpuruk. Kamu butuh istirahat agar pikiranmu lebih baik dan lebih tenang. Apa lebih baik kamu tidak masuk kerja dulu, biar aku sampaikan sama Bu Agnes kalau kamu sedang tidak enak badan," kata Anin
"Tidak usah, Nin. Aku akan masuk kerja. Tidak enak kalau harus bohong, hitung-hitung sambil melepaskan semua masalahku sejenak dari pada diam di malah makin membuatku semakin ingat,"
Anindya mengangguk-anggukan kepalanya, ia juga sependapat dengan Maryam.
Itu lebih baik untukmu Maryam, aku hanya bisa mendo'akan agar masalahmu cepat selesai.
***
Sama halnya dengan Faiz, suami dari Maryam itu belum juga bisa memejamkan matanya. Pikirannya melayang pada sosok Maryam. Perempuan yang sering membuat harinya berkesan, perempuan yang penuh dengan keceriaan. Dalam hati Faiz tak tega telah menyakiti hati Maryam samapi ke relung terdalam perempuan itu.
Entah apa yang merasuki jiwanya hingga membuat keputusan besar dengan menjadikan Kanaya sebagai istri keduanya. Jika bukan karena hal lain, Faiz tidak akan sampai tega menyakiti hati Maryam. Ia mengacak rambutnya
frustasi dan mengusap wajahnya dengan kasar.
Maryam, apa kamu dimana sekarang? Apa kamu baik-baik saja? Aku menyusulmu ke rumah tapi kamu tida ada di sana.
"Mas, kamu belum tidur?" suara Kanaya tiba-tiba membuyarkan lamunannya
"Belum sayang,"
"Apa Mas memikirkan Maryam? Mas dari tadi terlihat sangat khawatir, apa Mas menyesal telah membuatnya seperti itu?" Kanaya merajuk
Faiz malah semakin gusar dengan tingkah istri keduanya
"Tidak bukan begitu, Mas cuma kepikiran saja. Kasihan dia, mungkin dia sedang terluka saat ini," ucap Faiz
Kanaya mendengus kesal.
"Jadi Mas menyesal karena sudah menikahku? Kenapa Mas tidak menolaknya saja dulu, mungkin Maryam tidak akan sampai terluka seperti itu," Kanaya semakin menjadi-jadi.
"Sudahlah, Nay. Jangan membuatku tambah pusing saja. Seandainya kamu ada di posisinya, aku juga akan memikirkan hal yang sama. Jadi tolong jangan membuat keadaan tambah runyam." Faiz kesal dan tidur dengan
memunggungi Kanaya.
Sialan, masih saja Mas Faiz memikirkan perempuan itu. Setelah hampir satu tahun aku menunggu, aku harus memikirkan cara untuk mendepak dia dari hidupku dan Mas Faiz, bahkan ibu sekalipun tidak akan bisa
berbuat apa-apa.
***
Bersambung
...Berikan dukungan kalian dengan Like, komen dan votenya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Jam'ah Sublie
baru 1 tahun sudah dipoligami
laki2 macam apa
ayo Maryam cerai aja cari laki2 yg mencintaimu
2023-06-23
0
amalia gati subagio
adil tipuan, nikah lg dgn membual, bini pertama munafik atas nama cinta!!! ego yg terluka ongoing obsesi penyakit jiwa, so.... whatever!!
2022-11-22
0
Luluk Sugeng
sangat menyakitkan rasanya di duakan😭😭😭😭😭😭😭😭
2022-08-22
0