Dongeng Perempuan muda itu benar. Dirinya bukan malaikat yang tahu siapa lebih mencintai siapa dan untuk berapa lama. Tidak penting. Ia sudah tahu. Cintanya adalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri. Tidak perlu ada kompetisi di sini. Ia, dan juga malaikat, tahu siapa juaranya. (Malaikat Juga Tahu – Dee)
Ada berjuta-juta makhluk di dunia ini pernah merasakan candunya cinta, termasuk aku. Kadang aku begitu sangat terlihat bodoh mengira bahwa hanya aku ratu di hatimu. hingga saat ini kata-kata itu menjadi tidak bijak tak berlaku lagi. Ingin rasanya aku kembali ke masa lalu berharap tak pernah mengenalmu, sampai aku merasakan apa namanya luka dan air mata(Maryam-RJ)
***
Setelah membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian, Langit masih diam terpaku melihat dirinya di pantulan cermin besar ruang ganti. Beberapa saat sosok Maryam begitu mengusik hatinya, ada rasa menggelitik di sana hingga perutnya terasa sedikit sakit.
Di ruang makan, Ainun sedang menyiapkan hidangan makan malam bersama Bu Marni, kepala asisten rumah tangga di rumahnya. Bu Marni sudah sangat lama mengabdikan dirinya bekerja di keluarganya. Tepatnya sejak Langit masih berusia 10 tahun.
Pria tampan itu berjalan menuruni anak tangga perlahan-lahan, dilihatnya masih belum nampak kedatangan Ayahnya dari Surabaya. Langit mencium aroma masakan kesukaannya menguar hingga ruang keluarga. Ia bersegera menghampiri ibunya, mengambil duduk di kursi kedua samping kanan. Sudah ia duga, di atas meja itu sudah tersaji makanan kesukaannya sop buntut. Kuah sop yang beraroma khas rempah-rempah, dicampur dengan perasan jeruk nipis, membuat perut keroncongan semakin berteriak.
"Ini Mama yang masak apa Bu Marni?" tanya Langit tak tahan ingin segera menandaskan saja semuanya
"Mama dong, khusus buat kamu. Mama kan udah lumayan lama ninggalin rumah jadi Mama masakin makanan kesukaan kamu," jawab Ainun sembari tersenyum menunjukan deretan gigi putihnya.
Langit paling suka jika Ainun memasak sendiri untuknya, ia merasa jika masakan Ainun sangat pas di lidah dan rasanya sangat rumahan sekali sampai tidak rela jika harus makan di luar rumah.
***
Berkali-kali Maryam membasuh mukanya setelah terbangun dari mimpi buruknya.Selepas pulang dari kantor tanpa sengaja ia ketiduran dengan posisi tubuh terlentang di ranjangnya. Mungkin benar kata orang tua jika pamali kalau tidur saat mendekati azan maghrib.
"Bukan tidur tapi tertidur, tapi kenapa aku bisa mimpi buruk seperti itu. Mana mungkin Mas Faiz ninggalin aku." air matanya berhasil lolos dari singgasananya. Sebisanya ia tak ingin lagi menangis, ia bertekad tetap tegar sekuat karang meski badai besar menghadang.
Jam antik kuno dari kayu berwarna cokelat yang tergantung di dinding ruang tengahnya terdengar berbunyi sebanyak tujuh kali, pertanda saat ini waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam. Maryam langsung membuka satu persatu kancing pakaiannya untuk bersegara mandi, tubuhnya terasa lengket setelah seharian bekerja.
Ia menatap pantulan dirinya di cermin, wajah cantik dengan bola mata hazel yang didapatnya dari gen sang ibu yang sudah almarhum. Rambut cokelat bergelombang sebatas pinggang, tubuh indah dan suami yang sudah tega menduakannya.
Desir angin menyapa lembut lorong hati. Menyentuh kalbu yang terkoyak oleh tikaman tajamnya rindu.
Rindu? Hatinya merindu tak dapat ia tepis, gambaran wajah Faiz terlukis indah di setiap bayang matanya. Tak ada kabar, telepon, pesan atau sapaan secara langsung dari suaminya. Bagaimana mungkin suaminya bisa lupa akan dirinya.
"Uhh kenapa dunia ini kejam, aku hanya sebaik-baik orang yang sedang memerankan peran di panggung sandiwara." Maryam menelungkupkan dirinya di atas tempat tidur. Dinginnya malam sampai terasa merasuk ke dalam jiwa.
Malam semakin larut mau tak mau memaksanya untuk segera menutup matanya, mengistirahatkan semua organ-organnya untuk menyambut hari esok lebih baik.
***
Ponselnya berdering begitu nyaring, Maryam sampai terkesiap dibuatnya, ia mencoba meraihnya di atas nakas sambil sebelah tangannya mengucek-ngucek matanya.
Belum sempat menjawab, suara nyaring kembali terpaksa ia dengar," Maryam, kamu kemana? Kenapa belum sampai ke kantor?" suara Agnes begitu memekakan telinganya.
"Kantor?" Maryam melihat ke arah jendela kamarnya, matahari sudah mulai meninggi menampakan kekuatan sianrnya.
"Astagfirullah, jam berapa ini Bu?"
"Jam 10. Kamu dimana hah? Pokonya dalam waktu 30 menit kamu sudah harus berada di kantor! Pak Dirut sudah nungguin kamu di ruangannya." suara khas Agnes begitu melengking membuatnya sakit.
"Pak Dirut? Bu,, hallo,, Bu,," tanpa ba bi bu lagi Maryam segera melesat ke kamar mandi. Dalam waktu 15 menit saja ia sudah rapi dan bersiap berangkat.
Mobil HR-V putih itu melaju dengan kecepata tinggin membelah jalanan ibu kota. Sampailah ia di depan gedung Gama Tower tempatnya bernaung mencari pundi-pundi rupiah.
"Bismillah ya Allah semoga aku gak kena marah."Maryam menekan tombol naik ke lantai tempat ruangannya berada. Elevator itupun bergerak naik ke lantai 17. Di dalam tangan Maryam saling meremas jemarinya satu sama lain. Ia berdo'a dalam hati agar selamat dan tidak kena omel karena keterlambatannya.
Belum sempat mengucapkan salam, Agnes segera menarik tangan Maryam masuk ke dalam ruangan pribadinya.
"Maryam kamu ada masalah apa dengan Pak Dirut? Kelihatannya beliau sangat marah sama kamu sampai sekretarisnya sudah beberapa kali bolak-balik nyariin kamu ke sini," cecar Agnes tanpa jeda.
"Bu, ibu gak marah karena saya terlambat kan? Maaf ya Bu saya terlambat karena-," Agnes sudah terlebih dulu menyela
"Nanti saja itu tidak penting! Kamu sekarang pergi temui Pak Dirut ya. Kalau beliau nanya kamu dari mana jawab saja kamu saya suruh untuk bertemu dengan klien gantiin Pak Waryo ya. Ingat pesan saya!" Agnes sampai harus mendorong-dorong pndak Maryam dari belakang sampai di depan elevator.
Maryam hanya bisa pasrah menjalani harinya saat ini, kenapa lagi pimpinanya ingin bertemu dengannya. Kesalahan apa yang sudah ia lakukan.
Tring...
Lift terbuka berdenting dengan halus
Maryam telah sampai di depan ruangan pimpinan direktur utamanya. Gia menyambutnya dengan senyuman merekah menyuruhnya agar segera masuk saja atas perintah pimpinannya.
Tok,,Tok,,Tok,,
Maryam terlebih dahulu mengetuk pintu besar sebagai rasa kesopanannya, dibukanya pegangan pintu itu agar terbuka. Aura dingin sudah mulai terasa di kulit halusnya. Di dalam ruangan itu Langit sudah menungguinya duduk di kursi singgasananya. Manik mata pria itu menangkap bola mata indah berwarna hazel yang bisa menarik setiap orang yang melihatnya seakan terpesona.
"Siang Pak, maaf apa anda memanggil saya?"
Langit tertegun, bola mata hazel itu sungguh bisa membuatnya terpedaya. Sesaat kemudian Langit menganggukan kepalanya dan sikap angkuhnya kembali dinampakannya pada Maryam.
"Saya permisi ke luar, Pak." Willy memberikan keduanya privacy untuk berbicara.
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
einara
nyesek
2022-03-02
0
Masiah Firman
ooh langit direktur t4 Maryam kerja....koq br ketemu thour......dan jg mau tau thour alasannya Faiz menikah lg....Krn Faiz pun jg cinta sm Maryam
2021-07-23
0
Mimin Mintarsih
harus semangat Maryam buat kesibukan biar engga sedih lagi
2021-07-19
0