Dirja merasakan jantungnya berdetak kencang saat berada di tengah hutan larangan itu. Tubuhnya gemetar tak karuan, lututnya seperti tak mampu menopang saat ia putus asa mencari jalan pulang yang tak kunjung tampak.
Pikiran Dirja melayang jauh, membayangkan istrinya yang pasti sedang menunggu dengan cemas, sendirian dan tak berdaya. Perutnya yang keroncongan menambah beban dalam dadanya.
Tiba-tiba, sosok pria paruh baya muncul entah dari mana, membuat tubuh Dirja seketika menegang. Pria itu nyaris telanjang, hanya sepotong kain lusuh putih melingkar di leher dan sepotong bahan kasar yang menutupi bagian pribadinya, terlihat seperti kulit kayu.
Deretan kalung manik-manik bergelayut tak beraturan di lehernya, menciptakan kesan aneh sekaligus menakutkan. Dirja membeku, matanya tak berani berkedip, rasa takut mencekam menjalari ke seluruh raganya.
Tulang rusuk pria itu mencuat jelas di balik kulit yang menipis, seolah dia sudah tak makan selama berminggu-minggu. Perutnya tampak kempes, begitu kecil hingga hampir tak terlihat.
Kulit kayu yang diikat di kepalanya penuh ukiran kusam, serupa mahkota usang yang membuatnya terlihat lusuh dan lelah. Namun, sorot matanya begitu tajam, menembus dingin ketika menatap Dirja.
"Maaf, Kakek siapa ya?" tanya Dirja dengan suara gemetar.
"Aku Ki Gundul, kuncen gunung larangan," jawab pria itu, suaranya berat dan berwibawa.
"Kuncen? Maksudnya kakek penunggu hutan larangan gitu?"
Dirja mencoba memahami ucapan dari pria itu, tetapi pria itu tiba-tiba memandang Dirja dengan tatapan tak suka. Sudah seperti pisau tajam yang siap menusuk dirinya, pria itu menatap Dirja tanpa ampun.
"Kurang ajar, kamu! Aku ini juru kunci tempat keramat ini, penjaga segala yang ada di sini. Orang yang tahu seluk-beluk hutan larangan cuma aku yang tinggal di sini! Terus, ngapain kamu datang? Mau minta kekayaan?"
"Eh?"
Dirja terdiam, bingung dan rasa takut mulai menguat sampai ke tulang. Selama ini ia tidak pernah percaya soal setan atau sesosok penjaga gaib seperti yang disebutkan. Hidupnya selalu lurus, tanpa menyentuh hal-hal mistis atau kepercayaan semacam itu.
Meski dia bukan dari keluarga kaya dan tak pernah punya harta berlebih, tetapi pria itu tidak pernah ada pikiran untuk menyimpang. Karena bagi dirinya, jika ingin kaya tentu saja harus berusaha dan juga berdoa.
"Dengar, anak muda! Kamu itu sudah masuk ke dalam hutan larangan, kamu tidak akan bisa kembali."
Ki Gundul menatap tajam ke arah Dirja, suaranya bergetar penuh wibawa. Pria itu hanya diam memperhatikan dengan apa yang dikatakan oleh pria tua itu.
"Dengar, anak muda! Kamu sudah melangkah masuk ke dalam hutan larangan. Jalan pulangmu sudah tertutup rapat."
Dirja mengerutkan dahi, matanya membelalak bingung. Menurutnya, pasti akan ada jalan walaupun begitu rumit untuk menemukan jalan itu.
"Hah? Tapi, aku kan' cuma melamun tadi malam. Gak niat mau pergi ke sini, hanya berjalan tanpa arah, terus tiba-tiba aku sudah di sini. Aku mau pulang, tapi kok jalannya nggak ketemu?"
Suaranya serak setengah panik. Ki Gundul tertawa panjang, suaranya menggema di antara pepohonan. Suara itu memantul kembali ke arahnya, membuat Dirja semakin ngeri saja.
"Hahahaha! Kalau begitu, itu takdirmu, Nak. Kamu cuma bisa kembali setelah buat perjanjian."
"Perjanjian? Perjanjian apa maksudnya?"
Dirja menyipitkan mata, dadanya naik turun karena gugup dan penasaran. Bertemu dengan kakek tua seperti Ki Gundul membuat kepalanya terasa pusing dan berputar-putar.
"Kamu harus membuat perjanjian jadi kaya dengan memuja," jawab Ki Gundul sambil mengayunkan tangannya ke arah bayangan gelap hutan. Kepala Dirja berdenyut keras. Kata memuja, kaya dan tidak bisa pulang berputar-putar dalam pikirannya seperti ombak besar yang siap menggulung tubuhnya dan menyeretnya ke tengah lautan.
Dia meremas-remas ujung bajunya, berharap semuanya ini cuma mimpi buruk. Dia bahkan mencubit tangannya sendiri, setelah rasa sakit dia rasakan, Dirja paham kalau semuanya nyata.
"Aku cuma mau pulang, bukan dengerin cerita aneh yang bikin kepala cenat-cenut. Aku ingin segera bertemu dengan istriku, dia pasti saat ini sedang menangis sendirian di rumah."
Dirja mulai kehilangan keseimbangan, dia bahkan hampir terjatuh. Namun, pria tua itu dengan cepat menahan tubuh Dirja.
"Siapa pun yang sudah masuk ke dalam hutan larangan ini, tidak akan bisa kembali dengan nyawa yang utuh. Kecuali kamu melakukan perjanjian, baru bisa pulang."
Tubuh pria itu tiba-tiba lunglai, jatuh terduduk di tanah sambil memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Matanya menatap tajam ke arah pria tua di depannya, kerut di dahinya menguat. Semakin banyak saja pertanyaan yang bersarang di otaknya.
"Kalau memang Kakek kuncen hutan larangan ini, kalau Kakek benar-benar tinggal di sini. Di mana rumah Kakek? Di mana Kakek tinggal selama ini? Di mana Kakek mandi?" tanya Dirja.
Suaranya bergetar menahan jengkel, karena jujur saja dia merasa dipermainkan oleh pria tua itu. Penampilannya saja tidak meyakinkan, penampilan kakek tua itu bukan seperti kuncen, tapi sudah seperti pengemis yang mengharapkan belas kasihan banyak orang.
"Sejak semalam aku berputar-putar, tapi tidak ketemu rumah sama sekali. Kakek pasti bohong, kan? Kakek cuma orang tersesat, sama kayak aku.”
Ki Gundul diam sesaat, lalu dia menunjuk pelan ke sebuah rumah tua di dekat situ.
"Itu rumahku," ucapnya datar.
Dirja menolehkan kepalanya ke arah di mana Kakek tua itu menunjuk, matanya membelalak melihat rumah itu. Rumah yang terbuat dari kayu tua penuh ukiran rumit yang sama sekali tak bisa ia mengerti.
Atapnya dari daun kelapa yang mengering, menghitam dan kusam, membuat rumah itu tampak menyeramkan seperti berada di dunia lain. Dirja sudah mengelilingi tempat itu berkali-kali, ia yakin tak ada rumah sama sekali di sana.
Namun, kini rumah itu berdiri dengan begitu mengerikan, seolah menyambut ketakutannya. Rasa takut langsung merayap di kulit Dirja sampai ke tulang rusuknya. Dia sampai mencubit tangannya karena takut semua ini hanyalah mimpi.
Namun, setelah merasakan rasa sakit yang sesungguhnya, Dirja mulai paham kalau ini bukanlah mimpi. Ini adalah hal yang nyata, dia terjebak dalam dunia yang tak bisa dia hindari.
"Ini beneran rumah Kakek?" tanyanya pelan, nyaris tak terdengar dan penuh keraguan.
"Ya, ini rumahku. Ayo masuk, kita bicara di dalam. Aku lihat kamu sudah sangat kelaparan, di dalam banyak makanan. Kamu akan kenyang kalau masuk ke rumah," ujar Ki Gundul.
Mendengar apa yang dikatakan oleh pria itu tentu saja Dirja tidak percaya, pria tua itu ingin memberikan dirinya makanan. Namun, keadaan pria itu saja sudah seperti orang yang tidak pernah makan.
"Seriusan di dalam ada makanan?"
"Ada, tentu saja ada."
Pria tua itu melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah tua yang tidak jauh dari sana, Dirja mengikuti langkah pria itu. Saat mereka masuk, Dirja begitu kaget karena ternyata di dalam rumah kayu yang beralaskan tikar bambu itu terdapat banyak makanan.
Ada daging semur, ada mie goreng, ada bebek panggang dan juga banyak lalapan serta sambal. Bahkan, ada air sirup yang tersedia di dalam teko yang terbuat dari tanah liat. Air liur Dirja sampai hendak menetes melihat banyaknya makanan yang begitu menggugah selera.
"Ini beneran makanan semua?" tanya pria itu dengan antusias.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
🍒⃞⃟🦅AmaraGold☆⃝𝗧ꋬꋊ
semua makanan yang disebut mencurigakan (mie = cacing, sirup = darah, daging? ) hati2 Dirja ,semua itu akan membawa mala petaka untukmu, jika kau pulang dan kaya orang desa juga akan curiga kan tentunya? lalu istrimu ,aku curiga istrimu itu tidak kepleset dengan sembarangan ( kalo iya ,ceroboh bgt tuh perempuan) pasti ada yang dia lihat atau di dorong oleh makhluk kasat mata
2025-10-11
0
FiaNasa
apa iya makanan itu nyata,,lah kapan kakek itu masak & dapat bahan dr mana ya
2025-10-21
0
kaliaa🐈🐈⬛👯
lama ih Dirja, kasian istri kamu
2025-10-11
0