Dirja mengangkat wajahnya ke langit yang gelap gulita, hanya ada cahaya rembulan yang bulat sempurna memancar terang menyelinap di sela pepohonan. Kilauan putih itu seperti lentera hidup di tengah kegelapan malam.
Matanya bergerak pelan mengikuti bayangan pepohonan besar di sekelilingnya, pohon beringin dengan akar menjuntai yang tampak seperti tangan raksasa menyentuh tanah.
Ada juga pohon kapuk yang serat halus dari buahnya berguguran seperti serpihan awan kecil, serta ada pohon asam Jawa tua dengan buah yang berjatuhan berceceran seperti camilan alami. Ia mengerutkan kening, dada berdebar menahan cemas.
"Di mana aku? Kenapa bisa sampai di sini?" gumamnya, suara seraknya pecah dalam keheningan.
Tangannya meraih sesuatu dari terdekat, berharap ada yang bisa dia jadikan petunjuk. Namun, semua hanya terasa asing. Di setiap sisi dia memandang, tetap saja dia tidak mengenal di mana saat ini dirinya berada.
"Apakah aku terlalu lama berjalan sampai tersesat di hutan?"
Matanya tak lepas menelisik gelap, mencari petunjuk di antara pepohonan besar yang seolah memeluknya tanpa jawaban. Ketakutan mulai menyelimuti jiwanya. Dirja menghela napas panjang, dadanya naik turun berusaha menenangkan diri.
"Sabar, Dirja. Tenang. Jangan takut," bisiknya, tangan gemetar. Namun, dia mencoba untuk menenangkan dirinya.
Matanya menyapu setiap sudut jalan yang tampak serupa, berharap bisa menemukan jalan pulang yang tak terlihat karena semua jalan terasa sama. Dirja berusaha untuk mencari jalan pulang, dia melangkahkan kakinya di jalan yang dia anggap benar.
Namun, jam-jam berlalu tanpa ampun, ia selalu berputar kembali ke titik awal, seolah tersesat dalam labirin yang tak berujung. Dirja mulai takut dengan keadaan ini.
"Ya Allah, tolong hamba-Mu ini," suaranya melemah, tapi penuh harap. "Aku ingin pulang. Jangan biarkan hamba tersesat di tempat asing ini. Darmi butuh aku. Maafkan aku kalau aku tadi terlalu tenggelam dalam kesedihan sampai akhirnya tersesat seperti ini."
Dirja terdiam sejenak, membiarkan kata-kata itu menyejukkan hatinya yang mulai goyah. Namun, tubuhnya sudah lelah. Keringat dingin membasahi punggungnya.
"Sial! Aku capek! Aku lelah! Aku mau pulang!" teriaknya sambil meninju tanah di depannya.
Kak! Kak! Kak!
Tiba-tiba suara burung berdengung dengan nada tinggi menusuk telinga. Dirja menutup kedua kupingnya, badannya tertekuk sambil jongkok, kepala menunduk dalam ketakutan.
Burung itu berkicau dengan suara yang asing, melampaui apa pun yang pernah didengar olehnya. Ketakutan menyeruak, tapi ada sesuatu dalam suara itu yang membuatnya bertanya-tanya, apakah ini awal sebuah petunjuk atau hanya semakin memperdalam kesendiriannya.
"Telingaku sangat sakit," ujar Dirja.
Dirja menutup matanya rapat-rapat, lirih dia mengucap istighfar berkali-kali. Dia berharap suara burung mengerikan itu segera menghilang. Saat ia membuka mata, keheningan itu terganti oleh tawa cekikikan.
Tawa itu seperti jarum yang menusuk telinganya hingga sakit, bukan sekedar suara tawa seorang perempuan. Jantungnya berdegup tak beraturan, hawa dingin merayap di seluruh tubuhnya.
"Ya Allah, lindungi aku," bisiknya dengan suara gemetar.
Tiba-tiba, bayangan wanita berbaju putih lusuh melesat di hadapannya. Rambut panjangnya acak-acakan dan menyelimuti wajahnya yang pucat pasi.
Perut wanita itu berlubang, menganga dan belatung putih menggeliat-geliat di sela daging yang membusuk. Mual menusuk perut Dirja, dadanya seperti diremas.
Hoek! Hoek!
Napasnya tersengal, ia mundur ketakutan. Sosok itu kini berdiri jelas, darah kental mengalir dari perut yang mengerikan itu, bau busuk memenuhi udara. Tubuhnya gemetar hebat, pandangannya kabur oleh rasa jijik dan ketakutan.
"Makhluk apa itu?" tanya Dirja. Selama ini dia tak pernah sekalipun melihat yang namanya setan, makanya dia tak begitu percaya jika setan itu ada.
Ketika wanita itu mulai melayang mendekat, Dirja seolah ingin menghilang, tubuhnya membeku di tempat. Suaranya tercekat, akhirnya pecah dengan teriakan putus asa.
"Pergi!"
Sosok wanita itu tidak mundur saat Dirja mengusirnya. Malah, ia melangkah semakin dekat, hingga bayangannya menggelayuti kepala pria itu. Tetesan darah hitam berbau amis jatuh dari tangan wanita itu, menempel di wajah dan dada Dirja.
Bau busuk dan amis itu menyengat, membuat napasnya tersendat. Baru kali ini dia merasakan siksaan yang begitu pedih, siksa yang dirasa lebih-lebih dari yang namanya di neraka.
"Hihihihihi! Rasakan, enak, kan?" celetuk wanita itu dengan tawa seram.
Dirja terbatuk-batuk, tubuhnya menggigil, mulutnya mual luar biasa. Dia muntah-muntah tanpa henti, hingga akhirnya ia terjatuh lemas, pingsan diselimuti aroma darah yang mengerikan itu.
***
Dirja terbaring tak sadarkan diri di tanah hutan larangan, sinar matahari pagi menyelinap di antara dedaunan dan menari-nari di kulitnya yang pucat. Lambat laun, tubuhnya menggeliat.
Tangan yang terbiasa sigap refleks menutup matanya yang silau tertimpa cahaya. Detik-detik berlalu dengan lambat, napasnya memburu saat ia mencoba membuka mata perlahan.
"Masya Allah! Aku masih hidup," gumam Dirja dengan suara parau.
Matanya menelusuri setiap inci tubuhnya. Bersih. Tak ada noda darah yang menodai kulitnya, berbeda jauh dari ingatannya semalam yang mengerikan. Sosok wanita itu mengeluarkan darah dari perutnya, darah yang berhamburan sampai membanjiri tubuhnya. Dirja mengerjap bingung.
"Apa semua itu cuma mimpi?" bisiknya, masih terguncang oleh bayangan yang baru saja memeluk ketidaksadaran.
Dirja memperhatikan sekelilingnya, ternyata hari benar-benar sudah sangat siang. Matahari sudah begitu panas sekali, dia langsung terperanjat karena teringat akan istrinya.
"Ya Allah, aku sudah meninggalkan istriku dalam waktu yang lama. Bagaimana keadaan dia sekarang?"
Dirja cepat-cepat bangun dan mencoba untuk pergi dari sana, tapi lagi-lagi dia hanya berputar-putar saja di sana. Dia merasa putus asa, ingin bertanya tetapi bingung kepada siapa.
Karena sejauh mata memandang, tidak ada orang sama sekali di sana. Bahkan, binatang saja dia tidak melihatnya. Tak ada nyamuk sekalipun di sana.
"Ya Allah, aku mau pulang!" teriak Dirja.
Plak!
"Aduh!"
Dirja merasa kaget karena ada yang memukul pundaknya, dia lebih kaget lagi ketika melihat pria paruh baya yang kini berdiri di hadapannya. Dia tidak melihat kapan pria itu datang, tetapi tiba-tiba saja sudah ada di hadapannya dan mengagetkannya.
"Kakek siapa?" tanya Dirja dengan suara gemetar karena pria itu menatap dirinya dengan tatapan tajamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
🍒⃞⃟🦅AmaraGold☆⃝𝗧ꋬꋊ
pasti penguasa hutan larangan.
kakek yang akan memberi pilihan hidup buat dirja.
jangan minta apa2 ,selain selamat sampai rumah dirja, kasihan darmi ...
pulanglah. ...tolong kakek ijinkan dirja pulang dengan baik2 saja.
jika ingin menolong ,tunjukkan jalan yang benar
2025-10-10
0
kaliaa🐈🐈⬛👯
Darmi gimana sendirian di rumah....
2025-10-10
0
kaliaa🐈🐈⬛👯
hiiii baunya sampe sini 🤣
2025-10-10
0