BB 4 - Hewan Peliharaan Akbar

Gus Faiz pun melajukan motor Ilham menuju rumah Akbar. Sesampainya di depan gerbang rumah Akbar, dia memencet bel.

“Assalamualaikum.” salam Faiz di depan rumah Akbar.

Akbar pun keluar rumah, “Waalaikumsalam.” jawabnya.

Akbar membuka pintu gerbangnya, lalu munculah Gus faiz. Gus Faiz sedikit terperanjat sebentar melihat ular di tangan Akbar.

“Eh, elo Is, ayo masuk.” kata Akbar. “Bentar gue masukin Si Cantik ke kandang dulu.” kata Akbar sambil mengangkat ular berwarna kuning di tangannya.

Gus Faiz pun masuk ke rumahnya. Ini adalah kali ke dua Gus Faiz datang ke rumah Akbar. Halaman depan rumah Akbar dipenuhi reptil. Namun, semuanya berada di dalam kandang, tidak ada yang berkeliaran apa lagi masuk dalam rumah.

“Semua orang ke mana?” tanya Gus Faiz setelah Akbar duduk di sampingnya.

“Ya biasa. Nyokap-Bokap gue kerja terus Mang Ujang kemaren pulang kampung.” kata Akbar.

“Kenapa?” tanya Gus Faiz.

“Gak sengaja kepatok Si Cantik. Hahahaha.” kata Akbar.

Gus Faiz hanya meng-oh-kan dalam hati. Gus Faiz tak berniat menanggapi Akbar. Kini pikirannya tertuju pada wanita berambut seperti tirai yang tadi menabraknya hingga ponselnya tercerai berai. Mengingat ponsel yang rusak, diapun mengeluarkan ponselnya.

“Kenapa hape lo?” tanya Akbar.

“Rusak.” kata Gus Faiz.

“Elah, gue juga tau itu rusak. Maksud gue kenapa bisa rusak?” kata Gus Faiz.

“Tadi saya tertabrak?” jawab Gus Faiz.

“Lo tabarakan?” tanya Akbar.

Akbar mengamati tubuh Gus Faiz, dia tak melihat satupun luka di tubuh Gus Faiz.

“Saya ditabrak gadis.” kata Gus Faiz.

“A-apa? Hahahahahahaha sumpah, Is. Sorry gue pengen ngakak dulu! Hahahahahaha.” kata Akbar.

"Sepertinya tidak ada yang lucu." kata Gus Faiz.

“Kok bisa sih, ditabrak cewek? Cantik gak ceweknya?” kata Akbar.

Gus Faiz mengangkat bahu.

“Koleksi terbaru kamu apa?” tanya Gus Faiz. Mengalihkan pertanyaan Akbar.

Dia tak mau membahas kejadian tadi. Baginya mengingat kejadian tabrakan itu dia teringat gadis itu memegang pipinya, tangannya begitu halus dan lembut.. Seketika Gus Faiz sadar, dia menghentikan apa yang di jelaskan otaknya.

“Anjir, lo nggak bisa apa pake lo-gue aja? Gue ngeri lo ngomong kamu ke gue.” kata Akbar.

“Tidak bisa.” Kata Gus Faiz.

“Hahahaha.” Akbar tertawa mendengar kata baku yang keluar dari bibir Gus Faiz.

Bagi Akbar, Faiz adalah teman yang sangat unik, aneh, dan istimewa dalam waktu bersamaan. Untuk ukuran preman seperti Akbar, Gus Faiz mempu membuatnya salat dengan rajin. Meski kelakuan Akbar tidak terkendali di luar namun semenjak mengenal Faiz dia tidak pernah absen untuk salat.

“Kira-kira ponsel saya kalau dibetulkan butuh waktu berapa lama ya, Bar?” tanya Gus Faiz.

“Coba sini gue liat.” kata Akbar.

Gus Faiz memberikan ponselnya kepada Akbar. Akbarpun mulai mengamati bagian-bagian yang rusak dari ponsel Gus Faiz. Ponsel Gus Faiz bisa dikatakan ketinggalan jaman, karena selama ini dia tidak pernah bermain sosial media seperti kebanyakan teman seusianya.

Ponselnya masih jadul, sudah sering mati pula.

“Lo beli lagi aja si.” kata Akbar. “Udah KO inimah.” lanjut Akbar.

“Kalau masih bisa dibetulkan, lebih baik nanti saya betulkan saja.” kata Gus Faiz.

“Is, dengerin gue. Lambat laun. Ah, jadi ngikutin lo kan gue. Beli hape baru, Is. Semakin lama lo pasti bakalan butuhin hape kayak gini.” kata Akbar sambil menggoyang-goyangkan ponselnya di udara.

Gus Faiz menimbang-nimbang perkataan sahabatnya itu. Dalam hati dia membenarkan apa yang dikatakan Akbar.

“Jangan terlalu kaku sampe lo gak mau ikutin teknologi, Is. Manusia itu makhluk dinamis. Kalo lo nggak bisa ngikutin, ya lo bakalan abis. Lagian lo anak pinter agama, kudu diimbangin sama pengetahuan umum juga. Biar gak jomplang. Biar lo bisa lebih sukses nantinya soalnya lo bisa menempatkan diri lo di mana aja. Nah, mulai semuanya dari beli hape android.” kata Akbar.

Gus Faizpun membenarkan kata-kata Akbar.

“Oke, nanti saya akan beli ponsel baru.” kata Gus Faiz.

“Astaga, ponsel. Hahahahaha. Astaga, kok bisa gue betah temenan sama lo ya. Astaga ponsel. Hahahaha sumpah perut gue sakit.” kata Akbar, terus tertawa.

“Yang baru apa?” tanya Gus Faiz untuk mendiamkan Akbar yang terlihat tidak akan diam sampai pita suaranya rusak.

Akbar tahu, maksud Gus Faiz adalah hewan kesayangannya. Mendengar Gus Faiz menanyakan hewan-hewan kesayangannya, matanya lekas berbinar.

“Sini ikut gue.” kata Akbar.

“Nih, liat.” kata Akbar, setelah mencomot anak buaya dari dalam akuarium.

Akbar mengelus-elus buaya sampai anak buaya merem melek.

“Apa tidak apa-apa memelihara buaya di rumah?” tanya Faiz.

“Buaya bisa jinak lagi, Is. Gue udah masuk salah satu komunitas reptil Jakarta, gue udah tanya-tanya juga. Nah, katanya asal gue ngerawatnya baik-baik dari kecil terus sering gue elus-elus saya gini. Dia bakalan jinak.” kata Akbar.

“Itu buaya muara?” tanya Gus Faiz.

“Ini namanya Dwarf Caiman, asalnya dari Peru. Gue beli 6juta. Umurnya 2 tahun ini. Coba dah lo pegang.” kata Akbar sambil mengacungkan buaya pada Gus Faiz. Gus Faiz yang terkejut dengan cepat menghindar.

“Tidak, saya tidak mau.” kata Gus Faiz.

“Lo elus begini aja nih, kalo dia merem berarti dia nyaman.” kata Akbar lagi.

“Kalau kamu memaksa, saya akan kembali ke pondok.” kata Gus Faiz.

“Ah, kayak cewek lo maennya anceman.” kata Akbar. Lalu dia meletakkan anak buaya itu kembali ke dalam akuarium.

Gus Faiz memperhatikan Akbar yang meletakkan anak buaya dengan hati-hati.

“Besok ikut gue yuk, ada pameran reptil di Jakarta Barat.” kata Akbar.

“Sebelum jam 5 sore ini, saya harus sampai pondok.” kata Gus Faiz.

Akbar mendesah kecewa. Dia kehilangan teman untuk datang ke acara itu. Dia sangat ingin pergi bersama Gus Faiz atau Ilham. Namun, mengingat Ilham yang sangat antipati pada reptil, Akbar tidak mungkin mengajaknya. Hanya Gus Faiz yang netral, namun dia juga tida bisa karena harus kembali ke pesantren.

“Yah, eh tar dulu dah. Kalo begitu, lo beli hape sekarang aja. Ayo, gue temenin.” kata Akbar. “Gue ada duit tuh tiga juta kalo lo mau pake.” lanjut Akbar.

“Tidak perlu, saya ada. Yasudah kalau begitu.” kata Gus Faiz.

Mereka pun pergi ke salah satu mal yang khusus menjual alat-alat elektronik, namun meski begitu di dalamnya paling banyak tetaplah kedai ponsel.

“Di sini aja, langganan gue sama Ilham. Hapenya dijamin ori. Garansinya gak kaleng-kaleng.” kata Akbar.

Drrrttttt!

“Eh, bentar-bentar!” kata Akbar.

Akbar pun mengeluarkan ponselnya dan mengangkat telepon yang masuk.

“Iya, Bang. Gue sendiri. Ada apa ya?” tanya Akbar.

“….”

“Oiya, Gue lupa. Tunggu, Bang. Tokek gue jangan ditinggal. Gue ke sana sekarang! Pokoknya tunggu sampe gue dateng. Kira-kira 15 menit dah.” kata Akbar.

“Is, sorry gue kudu balik. Tokek gue dateng. Gue lupa kalo gue lagi pesen tokek. Gakpapa ya gue tinggal. Gue suruh Ilham nanti ke sini.” kata Akbar.

“Woi, Bang Degel. Layanin temen gue ya, dia lagi cari hape, kasih yang bagus!” kata Akbar pada pelayan toko.

“Siaaap!” teriak pelayan toko.

“Gue balik dulu ya. Nanti kalo gue udah amanin tuh tokek gue janji bakal ke sini lagi.” kata Akbar.

“Iya, tidak apa-apa. Lebih baik kamu segera pergi.” kata Gus Faiz.

Akbar mengangguk, “Assalamualaikum.” salam Akbar.

“Waalaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh.” Gus Faiz menjawab.

Gus Faizpun masuk.

“Ini, Bang, saya kasih katalog hapenya aja ya. Abang tinggal pilih mau yang mana.” kata pelayan toko.

Gus Faiz mengambil katalog itu.

“Nanti kalau butuh apa-apa atau mau tanya-tanya ke saya aja ya, Bang.” kata pelayan toko.

Pelayan toko itu laki-laki bernama Degel. Meski banyak pelayan wanita di sini, namun Akbar dan Ilham lebih akrab dengan pelayan ini, karena kerjanya gesit, sangat ramah, dan suka memberikan bonus.

“Baik, terima kasih.” kata Gus Faiz.

Dia mulai membuka halaman katalog di halaman pertama.

“Halo, Kakak Cantik, mau cari hape ya?” tanya Degel pada pelanggan yang baru datang.

“Iya dong, Bang. Masa cari pacar saya kan gak lucu.” kata gadis itu.

Gus Faiz diam-diam mengamati gadis yang sedang bercanda tawa dengan pelayan toko. Meski Gus Faiz tidak melihat wajahnya namun, dari suaranya Gus Faiz tahu dia gadis cerdas yang ramah.

Tunggu, sepertinya saya mengenali suara ini. –batin Gus Faiz.

Gus Faiz terus memperhatikan gadis ini dari samping. Gus Faiz memperhatikan rambutnya. Rambut tirai. Sepertinya Gus Faiz mulai mengenal gadis di sampingnya ini. Dia adalah gadis yang berani memegang pipinya, menjatuhkan ponselnya, dan memberikan simbol aneh dengan tangannya.

Teringat akan simbol itu, Gus Faiz berniat menanyakan hal ini pada Akbar dan Ilham nanti.

Terpopuler

Comments

Dwi setya Iriana

Dwi setya Iriana

itu simbol cinta fais kutu pesantren.

2021-06-13

1

hmd

hmd

💗💗💗💗💗

2021-05-14

0

꧁༺🦉R⃟༆⃝cɾͥҽͨɑͤʍ❀᭄💜Ꭾիѻєɳıẋ ༻꧂

꧁༺🦉R⃟༆⃝cɾͥҽͨɑͤʍ❀᭄💜Ꭾիѻєɳıẋ ༻꧂

🌹∧_∧
 ( ・ω・ ) 💜
 _|⊃/(___ 🌈 makasih 🍓🍄
/ `-(____/
 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄

2021-05-14

1

lihat semua
Episodes
1 BB 1 - Awal
2 BB 2 - Keinginan Linda
3 BB 3 - Tertabrak Gadis Tirai
4 BB 4 - Hewan Peliharaan Akbar
5 BB 5 - Pertemuan Kedua
6 BB 6 - Pencarian Gadis Bertirai
7 BB 7 - Penantian di Masjid
8 BB 8 - Kembali ke Pesantren
9 BB 9 – Si Dengki Dimas
10 BB 10 - Perjalanan
11 BB 11 - Pulang ke Rumah
12 BB 12 - Beasiswa
13 BB 13 - Terjebak Diantara Preman
14 BB 14 - Misteri Keluarga Akbar
15 BB 15 - Kejadian Tak Terduga
16 BB 16 – Lebih Tajam dari Pisau
17 BB 17 - Kunjungan Nindy
18 BB 18 - Pesona Seorang Nindy
19 BB 19 - Sesuatu yang Buruk Terjadi
20 BB 20 - Sebuah Kepergian yang Menyesakkan
21 BB 21 - Sebuah Upaya Penerimaan
22 BB 22 - Usaha Terakhir
23 BB 23 - Penantian Sia-Sia
24 BB 24 - Surat Cinta Akbar untuk Mama
25 BB 25 - Tentang yang Pergi dan yang Datang
26 BB 26 - Kembali ke Pesantren
27 BB 27 - Gelap Mata
28 BB 28 - Hukuman
29 BB 29 - Tiga Syarat dari Abah
30 BB 30 - Tiba di Pesantren Abah dan Umi
31 BB 31 - Pertemuan Kembali dengan Gadis Tirai
32 BB 32 - Pertemuan dengan Nindy
33 BB 33 - Tak Berhasil Menghindar
34 BB 34 - Cinta Mati
35 BB 35 - Kejadian Mengintip
36 BB 36 - Tentang Mahram
37 BB 37 – Pemilik Gelang Perak
38 BB 38 – Pertemuan dengan Aaron
39 BB 39 - Rona di Pipi Gus Faiz
40 BB 40 - Mengulas Ingatan
41 BB 41 - Jebakan untuk Minan
42 BB 42 - Tentang Ro'an
43 BB 43 - Melancarkan Aksi
44 BB 44 - Sayatan Pisau
45 BB 45 - Benih-Benih Cinta
46 BB 46 - Kamar Abu Bakar
47 BB 47 – Lambaian Tangan Nindy
48 BB 48 – Perbincangan dengan Umi
49 BB 49 - Pencarian Nindy
50 BB 50 – Inikah Bentuk Kecemburuan-Nya?
51 BB 51 - Kembali Meloloskan Diri
52 BB 52 - Persyaratan Terakhir
53 BB 53 - Dekapan Hangat
54 BB 54 - Pendengar yang Baik
55 BB 55 - Mas?
56 BB 56 - Penguping Pembicaraan
57 BB 57 - Pembelaan
58 BB 58 - Berpamitan
59 BB 59 - Injakan Maut
60 BB 60 - Belajar Mengaji
61 BB 61 - Belajar yang Mendebarkan
62 BB 62 - Perseteruan
63 BB 63 - Kakak Cantik
64 BB 64 - Calon Istri Gus Faiz
65 BB 65 - Cemburu Membawa Bencana
66 BB 66 - Hukuman Pertama
67 BB 67 - Hukuman Kedua
68 BB 68 - Hukuman Terakhir
69 BB 69 - Sedikit Egois
70 BB 70 - Sanksi Sosial
71 BB 71 - Menepati Janji
72 BB 72 - Es Krim
73 BB 73 - Pertama Kalinya
74 BB 74 - Pematahan
75 BB 75 - Surat Kelulusan
76 BB 76 - Sebuah Keberanian
77 BB 77 - Kebucinan yang Haqiqi
78 BB 78 - Dikerjai Aaron
79 BB 79 - Pemberian Pertama
80 BB 80 - Tragedi Ayam Goreng
81 BB 81 – Sisi Baik Aaron
82 BB 82 - Pertemuan Diam-Diam
83 BB 83 - Hadiah?
84 BB 84 - Pernyataan Cinta
85 BB 85 - Pencarian Ilham
86 BB 86 - Penyamaran
87 BB 87 - Dihukum (Lagi)?
88 BB 88 - Mengambil Hati
89 BB 89 - Andai Waktu Bisa Diputar Kembali
90 BB 90 - Pengaduan
91 BB 91 - Memimpikan Gus Faiz
92 BB 92 - Pencarian Kartu ATM
93 BB 93 - Perkelahian
94 BB 94 - Sebuah Kedatangan
95 BB 95 - Pengobatan Luka (1)
96 BB 96 - Pengobatan Luka (2)
97 BB 97 - Pengobatan Luka (3)
98 BB 98 - Pengobatan Luka (4)
99 BB 99 - Selamat Tinggal
100 BB 100 - Potongan Kertas
101 BB 101 - Kekalutan
102 BB 102 - Kekalutan
103 BB 103 - Pengungkapan
104 BB 104 - Tamparan Keras
105 BB 105 - Dilema
106 BB 106 - Tidak Mau Kehilangan
107 BB 107 - Sebuah Kebenaran
108 BB 108 – Tentang Nama
109 BB 109 - Secercah Harapan
110 BB 110 – Pertemuan (1)
111 BB 111 – Pertemuan (2)
112 BB 112 - Rumah Sakit (Lagi)
113 BB 113 - Permintaan Maaf Aaron
114 BB 114 - Nindy Kembali
115 BB 115 - Usaha Terakhir
116 BB 116 – Penyelesaian (1)
117 BB 117 – Penyelesaian (2)
118 BB 118 - Tidak Sengaja
119 BB 119 - Proses Pembuatan Surat
120 BB 120 - Perpisahan Manis
Episodes

Updated 120 Episodes

1
BB 1 - Awal
2
BB 2 - Keinginan Linda
3
BB 3 - Tertabrak Gadis Tirai
4
BB 4 - Hewan Peliharaan Akbar
5
BB 5 - Pertemuan Kedua
6
BB 6 - Pencarian Gadis Bertirai
7
BB 7 - Penantian di Masjid
8
BB 8 - Kembali ke Pesantren
9
BB 9 – Si Dengki Dimas
10
BB 10 - Perjalanan
11
BB 11 - Pulang ke Rumah
12
BB 12 - Beasiswa
13
BB 13 - Terjebak Diantara Preman
14
BB 14 - Misteri Keluarga Akbar
15
BB 15 - Kejadian Tak Terduga
16
BB 16 – Lebih Tajam dari Pisau
17
BB 17 - Kunjungan Nindy
18
BB 18 - Pesona Seorang Nindy
19
BB 19 - Sesuatu yang Buruk Terjadi
20
BB 20 - Sebuah Kepergian yang Menyesakkan
21
BB 21 - Sebuah Upaya Penerimaan
22
BB 22 - Usaha Terakhir
23
BB 23 - Penantian Sia-Sia
24
BB 24 - Surat Cinta Akbar untuk Mama
25
BB 25 - Tentang yang Pergi dan yang Datang
26
BB 26 - Kembali ke Pesantren
27
BB 27 - Gelap Mata
28
BB 28 - Hukuman
29
BB 29 - Tiga Syarat dari Abah
30
BB 30 - Tiba di Pesantren Abah dan Umi
31
BB 31 - Pertemuan Kembali dengan Gadis Tirai
32
BB 32 - Pertemuan dengan Nindy
33
BB 33 - Tak Berhasil Menghindar
34
BB 34 - Cinta Mati
35
BB 35 - Kejadian Mengintip
36
BB 36 - Tentang Mahram
37
BB 37 – Pemilik Gelang Perak
38
BB 38 – Pertemuan dengan Aaron
39
BB 39 - Rona di Pipi Gus Faiz
40
BB 40 - Mengulas Ingatan
41
BB 41 - Jebakan untuk Minan
42
BB 42 - Tentang Ro'an
43
BB 43 - Melancarkan Aksi
44
BB 44 - Sayatan Pisau
45
BB 45 - Benih-Benih Cinta
46
BB 46 - Kamar Abu Bakar
47
BB 47 – Lambaian Tangan Nindy
48
BB 48 – Perbincangan dengan Umi
49
BB 49 - Pencarian Nindy
50
BB 50 – Inikah Bentuk Kecemburuan-Nya?
51
BB 51 - Kembali Meloloskan Diri
52
BB 52 - Persyaratan Terakhir
53
BB 53 - Dekapan Hangat
54
BB 54 - Pendengar yang Baik
55
BB 55 - Mas?
56
BB 56 - Penguping Pembicaraan
57
BB 57 - Pembelaan
58
BB 58 - Berpamitan
59
BB 59 - Injakan Maut
60
BB 60 - Belajar Mengaji
61
BB 61 - Belajar yang Mendebarkan
62
BB 62 - Perseteruan
63
BB 63 - Kakak Cantik
64
BB 64 - Calon Istri Gus Faiz
65
BB 65 - Cemburu Membawa Bencana
66
BB 66 - Hukuman Pertama
67
BB 67 - Hukuman Kedua
68
BB 68 - Hukuman Terakhir
69
BB 69 - Sedikit Egois
70
BB 70 - Sanksi Sosial
71
BB 71 - Menepati Janji
72
BB 72 - Es Krim
73
BB 73 - Pertama Kalinya
74
BB 74 - Pematahan
75
BB 75 - Surat Kelulusan
76
BB 76 - Sebuah Keberanian
77
BB 77 - Kebucinan yang Haqiqi
78
BB 78 - Dikerjai Aaron
79
BB 79 - Pemberian Pertama
80
BB 80 - Tragedi Ayam Goreng
81
BB 81 – Sisi Baik Aaron
82
BB 82 - Pertemuan Diam-Diam
83
BB 83 - Hadiah?
84
BB 84 - Pernyataan Cinta
85
BB 85 - Pencarian Ilham
86
BB 86 - Penyamaran
87
BB 87 - Dihukum (Lagi)?
88
BB 88 - Mengambil Hati
89
BB 89 - Andai Waktu Bisa Diputar Kembali
90
BB 90 - Pengaduan
91
BB 91 - Memimpikan Gus Faiz
92
BB 92 - Pencarian Kartu ATM
93
BB 93 - Perkelahian
94
BB 94 - Sebuah Kedatangan
95
BB 95 - Pengobatan Luka (1)
96
BB 96 - Pengobatan Luka (2)
97
BB 97 - Pengobatan Luka (3)
98
BB 98 - Pengobatan Luka (4)
99
BB 99 - Selamat Tinggal
100
BB 100 - Potongan Kertas
101
BB 101 - Kekalutan
102
BB 102 - Kekalutan
103
BB 103 - Pengungkapan
104
BB 104 - Tamparan Keras
105
BB 105 - Dilema
106
BB 106 - Tidak Mau Kehilangan
107
BB 107 - Sebuah Kebenaran
108
BB 108 – Tentang Nama
109
BB 109 - Secercah Harapan
110
BB 110 – Pertemuan (1)
111
BB 111 – Pertemuan (2)
112
BB 112 - Rumah Sakit (Lagi)
113
BB 113 - Permintaan Maaf Aaron
114
BB 114 - Nindy Kembali
115
BB 115 - Usaha Terakhir
116
BB 116 – Penyelesaian (1)
117
BB 117 – Penyelesaian (2)
118
BB 118 - Tidak Sengaja
119
BB 119 - Proses Pembuatan Surat
120
BB 120 - Perpisahan Manis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!