Gus Faiz pun melajukan motor Ilham menuju rumah Akbar. Sesampainya di depan gerbang rumah Akbar, dia memencet bel.
“Assalamualaikum.” salam Faiz di depan rumah Akbar.
Akbar pun keluar rumah, “Waalaikumsalam.” jawabnya.
Akbar membuka pintu gerbangnya, lalu munculah Gus faiz. Gus Faiz sedikit terperanjat sebentar melihat ular di tangan Akbar.
“Eh, elo Is, ayo masuk.” kata Akbar. “Bentar gue masukin Si Cantik ke kandang dulu.” kata Akbar sambil mengangkat ular berwarna kuning di tangannya.
Gus Faiz pun masuk ke rumahnya. Ini adalah kali ke dua Gus Faiz datang ke rumah Akbar. Halaman depan rumah Akbar dipenuhi reptil. Namun, semuanya berada di dalam kandang, tidak ada yang berkeliaran apa lagi masuk dalam rumah.
“Semua orang ke mana?” tanya Gus Faiz setelah Akbar duduk di sampingnya.
“Ya biasa. Nyokap-Bokap gue kerja terus Mang Ujang kemaren pulang kampung.” kata Akbar.
“Kenapa?” tanya Gus Faiz.
“Gak sengaja kepatok Si Cantik. Hahahaha.” kata Akbar.
Gus Faiz hanya meng-oh-kan dalam hati. Gus Faiz tak berniat menanggapi Akbar. Kini pikirannya tertuju pada wanita berambut seperti tirai yang tadi menabraknya hingga ponselnya tercerai berai. Mengingat ponsel yang rusak, diapun mengeluarkan ponselnya.
“Kenapa hape lo?” tanya Akbar.
“Rusak.” kata Gus Faiz.
“Elah, gue juga tau itu rusak. Maksud gue kenapa bisa rusak?” kata Gus Faiz.
“Tadi saya tertabrak?” jawab Gus Faiz.
“Lo tabarakan?” tanya Akbar.
Akbar mengamati tubuh Gus Faiz, dia tak melihat satupun luka di tubuh Gus Faiz.
“Saya ditabrak gadis.” kata Gus Faiz.
“A-apa? Hahahahahahaha sumpah, Is. Sorry gue pengen ngakak dulu! Hahahahahaha.” kata Akbar.
"Sepertinya tidak ada yang lucu." kata Gus Faiz.
“Kok bisa sih, ditabrak cewek? Cantik gak ceweknya?” kata Akbar.
Gus Faiz mengangkat bahu.
“Koleksi terbaru kamu apa?” tanya Gus Faiz. Mengalihkan pertanyaan Akbar.
Dia tak mau membahas kejadian tadi. Baginya mengingat kejadian tabrakan itu dia teringat gadis itu memegang pipinya, tangannya begitu halus dan lembut.. Seketika Gus Faiz sadar, dia menghentikan apa yang di jelaskan otaknya.
“Anjir, lo nggak bisa apa pake lo-gue aja? Gue ngeri lo ngomong kamu ke gue.” kata Akbar.
“Tidak bisa.” Kata Gus Faiz.
“Hahahaha.” Akbar tertawa mendengar kata baku yang keluar dari bibir Gus Faiz.
Bagi Akbar, Faiz adalah teman yang sangat unik, aneh, dan istimewa dalam waktu bersamaan. Untuk ukuran preman seperti Akbar, Gus Faiz mempu membuatnya salat dengan rajin. Meski kelakuan Akbar tidak terkendali di luar namun semenjak mengenal Faiz dia tidak pernah absen untuk salat.
“Kira-kira ponsel saya kalau dibetulkan butuh waktu berapa lama ya, Bar?” tanya Gus Faiz.
“Coba sini gue liat.” kata Akbar.
Gus Faiz memberikan ponselnya kepada Akbar. Akbarpun mulai mengamati bagian-bagian yang rusak dari ponsel Gus Faiz. Ponsel Gus Faiz bisa dikatakan ketinggalan jaman, karena selama ini dia tidak pernah bermain sosial media seperti kebanyakan teman seusianya.
Ponselnya masih jadul, sudah sering mati pula.
“Lo beli lagi aja si.” kata Akbar. “Udah KO inimah.” lanjut Akbar.
“Kalau masih bisa dibetulkan, lebih baik nanti saya betulkan saja.” kata Gus Faiz.
“Is, dengerin gue. Lambat laun. Ah, jadi ngikutin lo kan gue. Beli hape baru, Is. Semakin lama lo pasti bakalan butuhin hape kayak gini.” kata Akbar sambil menggoyang-goyangkan ponselnya di udara.
Gus Faiz menimbang-nimbang perkataan sahabatnya itu. Dalam hati dia membenarkan apa yang dikatakan Akbar.
“Jangan terlalu kaku sampe lo gak mau ikutin teknologi, Is. Manusia itu makhluk dinamis. Kalo lo nggak bisa ngikutin, ya lo bakalan abis. Lagian lo anak pinter agama, kudu diimbangin sama pengetahuan umum juga. Biar gak jomplang. Biar lo bisa lebih sukses nantinya soalnya lo bisa menempatkan diri lo di mana aja. Nah, mulai semuanya dari beli hape android.” kata Akbar.
Gus Faizpun membenarkan kata-kata Akbar.
“Oke, nanti saya akan beli ponsel baru.” kata Gus Faiz.
“Astaga, ponsel. Hahahahaha. Astaga, kok bisa gue betah temenan sama lo ya. Astaga ponsel. Hahahaha sumpah perut gue sakit.” kata Akbar, terus tertawa.
“Yang baru apa?” tanya Gus Faiz untuk mendiamkan Akbar yang terlihat tidak akan diam sampai pita suaranya rusak.
Akbar tahu, maksud Gus Faiz adalah hewan kesayangannya. Mendengar Gus Faiz menanyakan hewan-hewan kesayangannya, matanya lekas berbinar.
“Sini ikut gue.” kata Akbar.
“Nih, liat.” kata Akbar, setelah mencomot anak buaya dari dalam akuarium.
Akbar mengelus-elus buaya sampai anak buaya merem melek.
“Apa tidak apa-apa memelihara buaya di rumah?” tanya Faiz.
“Buaya bisa jinak lagi, Is. Gue udah masuk salah satu komunitas reptil Jakarta, gue udah tanya-tanya juga. Nah, katanya asal gue ngerawatnya baik-baik dari kecil terus sering gue elus-elus saya gini. Dia bakalan jinak.” kata Akbar.
“Itu buaya muara?” tanya Gus Faiz.
“Ini namanya Dwarf Caiman, asalnya dari Peru. Gue beli 6juta. Umurnya 2 tahun ini. Coba dah lo pegang.” kata Akbar sambil mengacungkan buaya pada Gus Faiz. Gus Faiz yang terkejut dengan cepat menghindar.
“Tidak, saya tidak mau.” kata Gus Faiz.
“Lo elus begini aja nih, kalo dia merem berarti dia nyaman.” kata Akbar lagi.
“Kalau kamu memaksa, saya akan kembali ke pondok.” kata Gus Faiz.
“Ah, kayak cewek lo maennya anceman.” kata Akbar. Lalu dia meletakkan anak buaya itu kembali ke dalam akuarium.
Gus Faiz memperhatikan Akbar yang meletakkan anak buaya dengan hati-hati.
“Besok ikut gue yuk, ada pameran reptil di Jakarta Barat.” kata Akbar.
“Sebelum jam 5 sore ini, saya harus sampai pondok.” kata Gus Faiz.
Akbar mendesah kecewa. Dia kehilangan teman untuk datang ke acara itu. Dia sangat ingin pergi bersama Gus Faiz atau Ilham. Namun, mengingat Ilham yang sangat antipati pada reptil, Akbar tidak mungkin mengajaknya. Hanya Gus Faiz yang netral, namun dia juga tida bisa karena harus kembali ke pesantren.
“Yah, eh tar dulu dah. Kalo begitu, lo beli hape sekarang aja. Ayo, gue temenin.” kata Akbar. “Gue ada duit tuh tiga juta kalo lo mau pake.” lanjut Akbar.
“Tidak perlu, saya ada. Yasudah kalau begitu.” kata Gus Faiz.
Mereka pun pergi ke salah satu mal yang khusus menjual alat-alat elektronik, namun meski begitu di dalamnya paling banyak tetaplah kedai ponsel.
“Di sini aja, langganan gue sama Ilham. Hapenya dijamin ori. Garansinya gak kaleng-kaleng.” kata Akbar.
Drrrttttt!
“Eh, bentar-bentar!” kata Akbar.
Akbar pun mengeluarkan ponselnya dan mengangkat telepon yang masuk.
“Iya, Bang. Gue sendiri. Ada apa ya?” tanya Akbar.
“….”
“Oiya, Gue lupa. Tunggu, Bang. Tokek gue jangan ditinggal. Gue ke sana sekarang! Pokoknya tunggu sampe gue dateng. Kira-kira 15 menit dah.” kata Akbar.
“Is, sorry gue kudu balik. Tokek gue dateng. Gue lupa kalo gue lagi pesen tokek. Gakpapa ya gue tinggal. Gue suruh Ilham nanti ke sini.” kata Akbar.
“Woi, Bang Degel. Layanin temen gue ya, dia lagi cari hape, kasih yang bagus!” kata Akbar pada pelayan toko.
“Siaaap!” teriak pelayan toko.
“Gue balik dulu ya. Nanti kalo gue udah amanin tuh tokek gue janji bakal ke sini lagi.” kata Akbar.
“Iya, tidak apa-apa. Lebih baik kamu segera pergi.” kata Gus Faiz.
Akbar mengangguk, “Assalamualaikum.” salam Akbar.
“Waalaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh.” Gus Faiz menjawab.
Gus Faizpun masuk.
“Ini, Bang, saya kasih katalog hapenya aja ya. Abang tinggal pilih mau yang mana.” kata pelayan toko.
Gus Faiz mengambil katalog itu.
“Nanti kalau butuh apa-apa atau mau tanya-tanya ke saya aja ya, Bang.” kata pelayan toko.
Pelayan toko itu laki-laki bernama Degel. Meski banyak pelayan wanita di sini, namun Akbar dan Ilham lebih akrab dengan pelayan ini, karena kerjanya gesit, sangat ramah, dan suka memberikan bonus.
“Baik, terima kasih.” kata Gus Faiz.
Dia mulai membuka halaman katalog di halaman pertama.
“Halo, Kakak Cantik, mau cari hape ya?” tanya Degel pada pelanggan yang baru datang.
“Iya dong, Bang. Masa cari pacar saya kan gak lucu.” kata gadis itu.
Gus Faiz diam-diam mengamati gadis yang sedang bercanda tawa dengan pelayan toko. Meski Gus Faiz tidak melihat wajahnya namun, dari suaranya Gus Faiz tahu dia gadis cerdas yang ramah.
Tunggu, sepertinya saya mengenali suara ini. –batin Gus Faiz.
Gus Faiz terus memperhatikan gadis ini dari samping. Gus Faiz memperhatikan rambutnya. Rambut tirai. Sepertinya Gus Faiz mulai mengenal gadis di sampingnya ini. Dia adalah gadis yang berani memegang pipinya, menjatuhkan ponselnya, dan memberikan simbol aneh dengan tangannya.
Teringat akan simbol itu, Gus Faiz berniat menanyakan hal ini pada Akbar dan Ilham nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Dwi setya Iriana
itu simbol cinta fais kutu pesantren.
2021-06-13
1
hmd
💗💗💗💗💗
2021-05-14
0
꧁༺🦉R⃟༆⃝cɾͥҽͨɑͤʍ❀᭄💜Ꭾիѻєɳıẋ ༻꧂
🌹∧_∧
( ・ω・ ) 💜
_|⊃/(___ 🌈 makasih 🍓🍄
/ `-(____/
 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄
2021-05-14
1