Beyond Blessed

Beyond Blessed

BB 1 - Awal

“Lo nggak mau ketemu dulu, Is? Temen gue cantik parah. Asli potong kuping gue kalo gue bohong. ” seru Ilham kepada Faiz.

“Saya tidak pacaran, Ham.” kata saya.

Namanya Muhammad Faiz Al Ghifari. Dia biasa di panggil Faiz. Dia kini tinggal di salah satu pesantren milik teman ayahnya yang ada di Jakarta. Hari ini adalah hari liburnya di pesantren. Jadi, dia memilih untuk pergi ke rumah salah satu sahabatnya, Muhammad Ilham Ramadhan, yang biasa di panggil Ilham.

Sebetulnya, orang tua Faiz juga memiliki pondok di pedalaman Jawa. Alasan Faiz tidak ‘nyantri’ di sana adalah karena Faiz tidak mau diistimewakan di pesantren ayahnya itu. Dia mau mendapatkan perlakuan yang sama seperti santri-santri lain, hal ini pasti sulit didapatkan bila dia tetap berada di pesantren ayahnya yang biasa ia panggil Abah.

***

“Abah, Umi, bolehkah Faiz meminta satu permintaan?” kata Faiz.

Sekarang Faiz dan kedua orang tuanya sedang berada di ruang keluarga. Abah dan Umi yang mendengar pertanyaan anaknya langsung memfokuskan perhatian mereka ke arah Faiz. Faiz kecil menelan ludah. Dia benar-benar tidak mengerti apakah yang akan disampaikannya ini akan membuat kedua orang tuanya sedih atau tidak. Namun, satu keyakinan di hatinya terus menyuara untuk meneruskan apa yang hendak dikatakannya.

“Ada apa, Nak?” tanya Umi sambil membelai putra semata wayangnya dengan penuh kasih-sayang.

Faiz meremas ujung bajunya cemas.

“Boleh, Faiz pindah pesantren?” tanya Faiz.

“Lho, memang kamu ada masalah apa, Nak?” tanya Umi.

Abah memilih diam, mendengarkan percakapan antara Faiz dan istri tercintanya. Faiz melirik wajah Abahnya. Mencoba membaca situasi. Namun, yang ditemukannya hanyalah raut wajah ayahnya yang sedang menanti jawaban atas pertanyaan Uminya.

“Tidak ada, Umi. Hanya saja, Faiz merasa semakin tidak nyaman di sini.” kata Faiz. Dia merutuki kata-katanya dalam hati.

Melihat wajah cemas Uminya, dia buru-buru melanjutkan, “Bukan karena santri atau ustaz di sini memperlakukan Faiz dengan buruk, Umi. Sungguh. Justru mereka sangat baik pada Faiz dan selalu mengistimewakan Faiz, namun karena hal ini Faiz menjadi tidak nyaman.” Kata Faiz.

Faiz menunduk. Dia adalah anak yang sangat baik, tidak pernah membantah atau melawan kedua orang tua, dan tidak pernah meminta apapun kepada orang tuanya. Ini adalah kali pertama dia meminta permintaan kepada orang tuanya. Meski masih kecil, Faiz tidak pernah muluk-muluk meminta ini dan itu seperti anak seusianya pada umumnya.

“Biar nanti Abah yang bicara pada ustaz-ustazmu.” kata Abah.

Faiz menggeleng. “Mohon maaf Abah, bukan maksud Faiz menentang Abah. Namun, menurut Faiz selama Faiz masih di sini dan semua orang tahu kalau Faiz anak Abah, tidak akan merubah keadaan. Faiz mohon Abah, pindahkan Faiz ke tempat yang jauh, tempat yang tidak ada seorangpun yang mengenal Faiz. Faiz ingin mengukur kemampuan Faiz secara murni.” kata Faiz.

Faiz adalah anak yang pandai. Dia pendiam, namun sekalinya berbicara bahasa yang digunakan begitu teratur hingga kadang mengalahkan orang dewasa yang ketika berbicara, struktur kalimatnya tidak jelas dan berantakan.

“Bagaimana ini, Abah?” tanya Umi kepada Abah.

“Kamu serius, Nak?” tanya Abah.

Mendengar pertanyaan Abah, Faiz langsung mendongak dan mengangguk mantap.

“Seorang anak laki-laki harus berani memegang kata-katanya. Abah tanya sekali lagi, kamu serius mau pindah ke pesantren yang jauh dari sini?” tanya Abah.

“Iya, Abah. Faiz serius. Insyaallah, Faiz akan belajar dengan rajin, tidak akan menjadi anak nakal, dan tidak akan mempermalukan Abah selama di pesantren itu.” kata Faiz.

Melihat tekad yang kuat dari putranya. Abah tersenyum. Jujur dalam hati Abah begitu bangga kepada putranya. Ketika banyak orang yang begitu bangga dan nyaman saat diistimewakan, putranya justru tidak menginginkan itu walaupun secara objektif sebetulnya Faiz memang benar-benar anak yang istimewa dan patut dibanggakan.

Umi memeluk anaknya. Air matanya menetes.

***

“Sumpah, gue nggak nyuruh lo buat pacaran sama temen gue.” kata Ilham.

“Lalu apa? Bukannya kamu minta saya bertemu dia dan menjalin hubungan dengan dia?” tanya Faiz.

Telak. Berdebat dengan Faiz sepertinya tak akan membuahkan hasil. Ilham terdiam dengan raut frustasi. Ilham seumuran dengan Faiz. Sekolah Ilham berdekatan dengan pesantren Faiz. Namun, Ilham selalu mengatakan pada keluarganya kalau Faiz adalah teman sekolah.

Belakangan ini, Faiz memang terus-terusan di terror Ilham untuk bertemu dengan sahabat Ilham. Meski berulang kali Faiz mengatakan kalau dia tidak mau bertemu dengan gadis itu, namun Ilham tetap saja mengatakan kalau Faiz harus bertemu dengan sahabatnya itu.

Faiz adalah anak pesantren. Seorang santri yang taat tentu tidak tertarik dalam hal pacaran. Karena baginya selain dalam islam tidak ada istilah pacaran sebelum menikah, diapun merasa pacaran itu hanya mendekatkan diri kepada zina. Tentunya, zina termasuk perbuatan yang tidak di sukai Allah SWT.

“Ya, lo liat aja gitu dulu. Ntar-ntarnya terserah lo dah.” kata Ilham.

“Saya lebih baik kembali ke pesantren.” Kata Faiz, malas menanggapi Ilham lebih jauh.

“Gak asik lo, Is.” kata Ilham.

“Lagian, kenapa tidak kamu pacari saja dia.” kata Faiz.

“Dia sahabat gue, udah gue anggep sebagai adek gue sendiri. Rasa sayang gue ke dia sama kayak rasa sayang gue ke Linda. Mana mungkin gue pacarin adek gue sendiri?” kata Ilham.

“Memang ada ya, persahabatan murni antara laki-laki dan perempuan?” tanya Faiz.

Ilham terdiam. Kali ini Ilham tak bisa berkata-kata. Dalam hati ia membenarkan perkataan Faiz. Lagi-lagi dia kalah berdebat dengan Faiz. Ilham menghempaskan tubuhnya ke sofa.

“Eh, ada Nak Faiz.” sapa Yeni pada Faiz.

Faiz mengangguk.

Yeni adalah Ibu Ilham. Beliau adalah sosok yang baik hati dan selalu baik pada siapa saja, terlebih Faiz. Bagi Yeni, Faiz adalah sosok putra idaman setiap orang tua. Dia begitu tampan, sopan, dan cerdas. Selain itu Faiz juga taat beragama. Yeni selalu mendukung anak-anaknya untuk berkawan dengan Faiz.

“Aaron pulang!” teriak Aaron.

Aaron adalah adik kembar Ilham. Ilham memiliki dua adik yang satu bernama Aaron, dan yang satu lagi bernama Linda. Aaron bisa dikatakan sebagai kembaran Ilham, karena mereka hanya berbeda satu hari saat dilahirkan. Meski kembar, wajah Ilham dan Aaron tidaklah sama. Wajah Ilham hampir sempurna mengikuti ibunya sedangkan Aaron berwajah gabungan antara ibu dan ayahnya.

“Aduh, anak Mama. Mbok ya kalo masuk salam dulu, tho. Contoh itu Nak Faiz.” kata Yeni sambil menjewer telinga anaknya.

“Aduh, sakit, Ma.” kata Aaron sambil memengangi telinganya. Yenipun melepaskan tangannya dari kuping Aaron.

“Salam dulu, coba!” kata Yeni.

“Iya, Ma. Assalamualaikum.” salam Aaron dengan terpaksa.

“Waalaikumsalam.” semua orang menjawab salam Aaron. Hanya jawaban salam Faiz terdengar lebih panjang.

“Emang enak lo! Hahahaha.” seru Ilham yang senang melihat adiknya tersiksa.

Diam-diam Aaron mengacungkan jari tengah pada Abangnya tanpa sepengatahuan Yeni. Namun, sebenarnya bila Yeni melihat pun, rasanya Yeni tak akan mengerti maksud jari tengah yang dimaksudkan Aaron sebagai umpatan.

“Wah, Ma. Parah, Ma.” Ilham sengaja ingin mengadukan kelakuan adiknya.

“Aaron ada PR, ke atas dulu ya, Ma.” kata Aaron sambil mencium pipi Yeni, lalu buru-buru lari ke atas.

Sebelum lari Aaron melirik Faiz. Pandangannya tak menyatakan kalau dia suka melihat Faiz. Faiz yang merasa tatapan Aaron berbeda padanya, tak begitu memperdulikan. Dia memang seperti itu. Tak banyak bicara. Dia lebih menyukai diam.

Terpopuler

Comments

Maulana ya_Rohman

Maulana ya_Rohman

langsung lompat sini thor😆

2022-07-29

0

Kendarsih Keken

Kendarsih Keken

Hadir thorrr , mampirrr

2022-01-10

0

Atik Karyati

Atik Karyati

baru baca kalau ada kembar beda sehari...nggak salah ?

2021-11-22

0

lihat semua
Episodes
1 BB 1 - Awal
2 BB 2 - Keinginan Linda
3 BB 3 - Tertabrak Gadis Tirai
4 BB 4 - Hewan Peliharaan Akbar
5 BB 5 - Pertemuan Kedua
6 BB 6 - Pencarian Gadis Bertirai
7 BB 7 - Penantian di Masjid
8 BB 8 - Kembali ke Pesantren
9 BB 9 – Si Dengki Dimas
10 BB 10 - Perjalanan
11 BB 11 - Pulang ke Rumah
12 BB 12 - Beasiswa
13 BB 13 - Terjebak Diantara Preman
14 BB 14 - Misteri Keluarga Akbar
15 BB 15 - Kejadian Tak Terduga
16 BB 16 – Lebih Tajam dari Pisau
17 BB 17 - Kunjungan Nindy
18 BB 18 - Pesona Seorang Nindy
19 BB 19 - Sesuatu yang Buruk Terjadi
20 BB 20 - Sebuah Kepergian yang Menyesakkan
21 BB 21 - Sebuah Upaya Penerimaan
22 BB 22 - Usaha Terakhir
23 BB 23 - Penantian Sia-Sia
24 BB 24 - Surat Cinta Akbar untuk Mama
25 BB 25 - Tentang yang Pergi dan yang Datang
26 BB 26 - Kembali ke Pesantren
27 BB 27 - Gelap Mata
28 BB 28 - Hukuman
29 BB 29 - Tiga Syarat dari Abah
30 BB 30 - Tiba di Pesantren Abah dan Umi
31 BB 31 - Pertemuan Kembali dengan Gadis Tirai
32 BB 32 - Pertemuan dengan Nindy
33 BB 33 - Tak Berhasil Menghindar
34 BB 34 - Cinta Mati
35 BB 35 - Kejadian Mengintip
36 BB 36 - Tentang Mahram
37 BB 37 – Pemilik Gelang Perak
38 BB 38 – Pertemuan dengan Aaron
39 BB 39 - Rona di Pipi Gus Faiz
40 BB 40 - Mengulas Ingatan
41 BB 41 - Jebakan untuk Minan
42 BB 42 - Tentang Ro'an
43 BB 43 - Melancarkan Aksi
44 BB 44 - Sayatan Pisau
45 BB 45 - Benih-Benih Cinta
46 BB 46 - Kamar Abu Bakar
47 BB 47 – Lambaian Tangan Nindy
48 BB 48 – Perbincangan dengan Umi
49 BB 49 - Pencarian Nindy
50 BB 50 – Inikah Bentuk Kecemburuan-Nya?
51 BB 51 - Kembali Meloloskan Diri
52 BB 52 - Persyaratan Terakhir
53 BB 53 - Dekapan Hangat
54 BB 54 - Pendengar yang Baik
55 BB 55 - Mas?
56 BB 56 - Penguping Pembicaraan
57 BB 57 - Pembelaan
58 BB 58 - Berpamitan
59 BB 59 - Injakan Maut
60 BB 60 - Belajar Mengaji
61 BB 61 - Belajar yang Mendebarkan
62 BB 62 - Perseteruan
63 BB 63 - Kakak Cantik
64 BB 64 - Calon Istri Gus Faiz
65 BB 65 - Cemburu Membawa Bencana
66 BB 66 - Hukuman Pertama
67 BB 67 - Hukuman Kedua
68 BB 68 - Hukuman Terakhir
69 BB 69 - Sedikit Egois
70 BB 70 - Sanksi Sosial
71 BB 71 - Menepati Janji
72 BB 72 - Es Krim
73 BB 73 - Pertama Kalinya
74 BB 74 - Pematahan
75 BB 75 - Surat Kelulusan
76 BB 76 - Sebuah Keberanian
77 BB 77 - Kebucinan yang Haqiqi
78 BB 78 - Dikerjai Aaron
79 BB 79 - Pemberian Pertama
80 BB 80 - Tragedi Ayam Goreng
81 BB 81 – Sisi Baik Aaron
82 BB 82 - Pertemuan Diam-Diam
83 BB 83 - Hadiah?
84 BB 84 - Pernyataan Cinta
85 BB 85 - Pencarian Ilham
86 BB 86 - Penyamaran
87 BB 87 - Dihukum (Lagi)?
88 BB 88 - Mengambil Hati
89 BB 89 - Andai Waktu Bisa Diputar Kembali
90 BB 90 - Pengaduan
91 BB 91 - Memimpikan Gus Faiz
92 BB 92 - Pencarian Kartu ATM
93 BB 93 - Perkelahian
94 BB 94 - Sebuah Kedatangan
95 BB 95 - Pengobatan Luka (1)
96 BB 96 - Pengobatan Luka (2)
97 BB 97 - Pengobatan Luka (3)
98 BB 98 - Pengobatan Luka (4)
99 BB 99 - Selamat Tinggal
100 BB 100 - Potongan Kertas
101 BB 101 - Kekalutan
102 BB 102 - Kekalutan
103 BB 103 - Pengungkapan
104 BB 104 - Tamparan Keras
105 BB 105 - Dilema
106 BB 106 - Tidak Mau Kehilangan
107 BB 107 - Sebuah Kebenaran
108 BB 108 – Tentang Nama
109 BB 109 - Secercah Harapan
110 BB 110 – Pertemuan (1)
111 BB 111 – Pertemuan (2)
112 BB 112 - Rumah Sakit (Lagi)
113 BB 113 - Permintaan Maaf Aaron
114 BB 114 - Nindy Kembali
115 BB 115 - Usaha Terakhir
116 BB 116 – Penyelesaian (1)
117 BB 117 – Penyelesaian (2)
118 BB 118 - Tidak Sengaja
119 BB 119 - Proses Pembuatan Surat
120 BB 120 - Perpisahan Manis
Episodes

Updated 120 Episodes

1
BB 1 - Awal
2
BB 2 - Keinginan Linda
3
BB 3 - Tertabrak Gadis Tirai
4
BB 4 - Hewan Peliharaan Akbar
5
BB 5 - Pertemuan Kedua
6
BB 6 - Pencarian Gadis Bertirai
7
BB 7 - Penantian di Masjid
8
BB 8 - Kembali ke Pesantren
9
BB 9 – Si Dengki Dimas
10
BB 10 - Perjalanan
11
BB 11 - Pulang ke Rumah
12
BB 12 - Beasiswa
13
BB 13 - Terjebak Diantara Preman
14
BB 14 - Misteri Keluarga Akbar
15
BB 15 - Kejadian Tak Terduga
16
BB 16 – Lebih Tajam dari Pisau
17
BB 17 - Kunjungan Nindy
18
BB 18 - Pesona Seorang Nindy
19
BB 19 - Sesuatu yang Buruk Terjadi
20
BB 20 - Sebuah Kepergian yang Menyesakkan
21
BB 21 - Sebuah Upaya Penerimaan
22
BB 22 - Usaha Terakhir
23
BB 23 - Penantian Sia-Sia
24
BB 24 - Surat Cinta Akbar untuk Mama
25
BB 25 - Tentang yang Pergi dan yang Datang
26
BB 26 - Kembali ke Pesantren
27
BB 27 - Gelap Mata
28
BB 28 - Hukuman
29
BB 29 - Tiga Syarat dari Abah
30
BB 30 - Tiba di Pesantren Abah dan Umi
31
BB 31 - Pertemuan Kembali dengan Gadis Tirai
32
BB 32 - Pertemuan dengan Nindy
33
BB 33 - Tak Berhasil Menghindar
34
BB 34 - Cinta Mati
35
BB 35 - Kejadian Mengintip
36
BB 36 - Tentang Mahram
37
BB 37 – Pemilik Gelang Perak
38
BB 38 – Pertemuan dengan Aaron
39
BB 39 - Rona di Pipi Gus Faiz
40
BB 40 - Mengulas Ingatan
41
BB 41 - Jebakan untuk Minan
42
BB 42 - Tentang Ro'an
43
BB 43 - Melancarkan Aksi
44
BB 44 - Sayatan Pisau
45
BB 45 - Benih-Benih Cinta
46
BB 46 - Kamar Abu Bakar
47
BB 47 – Lambaian Tangan Nindy
48
BB 48 – Perbincangan dengan Umi
49
BB 49 - Pencarian Nindy
50
BB 50 – Inikah Bentuk Kecemburuan-Nya?
51
BB 51 - Kembali Meloloskan Diri
52
BB 52 - Persyaratan Terakhir
53
BB 53 - Dekapan Hangat
54
BB 54 - Pendengar yang Baik
55
BB 55 - Mas?
56
BB 56 - Penguping Pembicaraan
57
BB 57 - Pembelaan
58
BB 58 - Berpamitan
59
BB 59 - Injakan Maut
60
BB 60 - Belajar Mengaji
61
BB 61 - Belajar yang Mendebarkan
62
BB 62 - Perseteruan
63
BB 63 - Kakak Cantik
64
BB 64 - Calon Istri Gus Faiz
65
BB 65 - Cemburu Membawa Bencana
66
BB 66 - Hukuman Pertama
67
BB 67 - Hukuman Kedua
68
BB 68 - Hukuman Terakhir
69
BB 69 - Sedikit Egois
70
BB 70 - Sanksi Sosial
71
BB 71 - Menepati Janji
72
BB 72 - Es Krim
73
BB 73 - Pertama Kalinya
74
BB 74 - Pematahan
75
BB 75 - Surat Kelulusan
76
BB 76 - Sebuah Keberanian
77
BB 77 - Kebucinan yang Haqiqi
78
BB 78 - Dikerjai Aaron
79
BB 79 - Pemberian Pertama
80
BB 80 - Tragedi Ayam Goreng
81
BB 81 – Sisi Baik Aaron
82
BB 82 - Pertemuan Diam-Diam
83
BB 83 - Hadiah?
84
BB 84 - Pernyataan Cinta
85
BB 85 - Pencarian Ilham
86
BB 86 - Penyamaran
87
BB 87 - Dihukum (Lagi)?
88
BB 88 - Mengambil Hati
89
BB 89 - Andai Waktu Bisa Diputar Kembali
90
BB 90 - Pengaduan
91
BB 91 - Memimpikan Gus Faiz
92
BB 92 - Pencarian Kartu ATM
93
BB 93 - Perkelahian
94
BB 94 - Sebuah Kedatangan
95
BB 95 - Pengobatan Luka (1)
96
BB 96 - Pengobatan Luka (2)
97
BB 97 - Pengobatan Luka (3)
98
BB 98 - Pengobatan Luka (4)
99
BB 99 - Selamat Tinggal
100
BB 100 - Potongan Kertas
101
BB 101 - Kekalutan
102
BB 102 - Kekalutan
103
BB 103 - Pengungkapan
104
BB 104 - Tamparan Keras
105
BB 105 - Dilema
106
BB 106 - Tidak Mau Kehilangan
107
BB 107 - Sebuah Kebenaran
108
BB 108 – Tentang Nama
109
BB 109 - Secercah Harapan
110
BB 110 – Pertemuan (1)
111
BB 111 – Pertemuan (2)
112
BB 112 - Rumah Sakit (Lagi)
113
BB 113 - Permintaan Maaf Aaron
114
BB 114 - Nindy Kembali
115
BB 115 - Usaha Terakhir
116
BB 116 – Penyelesaian (1)
117
BB 117 – Penyelesaian (2)
118
BB 118 - Tidak Sengaja
119
BB 119 - Proses Pembuatan Surat
120
BB 120 - Perpisahan Manis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!