BB 3 - Tertabrak Gadis Tirai

Ilham dan Gus Faiz kini asyik berkutat dengan PS milik Ilham. Permainan yang mereka mainkan tentu saja bukan ‘harvest moon’. Di usia mereka, mereka lebih memilih permainan yang menantang dan bisa battle dengan kawannya. Kali ini mereka sedang bermain bola.

“Jago juga lo. Gue kira lo cuma bisa main harvest moon.” kata Ilham.

“Sudah jangan pecah konsentrasi saya.” kata Gus Faiz.

“Eh, tapi jangan salah lo. Harvest moon itu permainan paling real menurut gue. Nih, dari permainan itu kita diajarin buat kerja keras. Kalo kita pengen apapun kita juga harus kerja keras, termasuk dapetin cewek. Mau nikahin cewek pun kita gak bisa langsung nikah, kita kudu kerja keras dulu cari uang yang banyak, kasih love atau bunga buat nunjukkin kasih sayang, bangun ini itu biar keluarga hidup nyaman. Iya gak si?” kata Ilham.

“Iya.” kata Gus Faiz.

“Buseh, gue ngomong panjang lebar kayak penceramah, dijawab iya doang.” kata Ilham.

Gus Faiz malas menanggapi.

“Kata lo kekurangan harvest moon apa, Is?” kata Ilham.

Tanpa mengalihkan pangangannya pada layar dan pegangannya pada stik PS, Ilham pun bertanya lagi pada Faiz.

“Kurang salat.” kata Gus Faiz.

“Hadeeeh, susah emang temenan ama anak Pak Kyai.” kata Ilham.

Gus Faiz tidak marah. Karena dia tahu gaya bicara sahabatnya memang seperti ini. Dan Ilham hanya sedang bergurau.

“Lo kapan balik ke pondok, Is?” tanya Ilham.

“Kamu usir saya?” tanya Gus Faiz.

“Ayolah, Is. Jangan kayak balok es begitu. Bega banget gue dengernya.” kata Ilham sambil memutar bola mata.

“Saya merasa nyaman seperti ini.” kata Gus Faiz.

Melihat tim sepak bolanya hampir kalah, Ilham buru-buru memutar otak untuk mengacaukan konsentrasi Gus Faiz.

“Temen gue kasian juga kalo lo begini terus.” kata Ilham. "Berubah ya, jadi cair biar temen gue betah sama lo." lanjut Ilham.

Gus Faiz melirik Ilham dengan tajam. Gus Faiz tahu ke mana percakapan ini akan berlabuh. Gadis itu lagi, sahabat Ilham yang terus dijodohkan dengannya. Konsentrasi dia pun terpecah. Meski tak pernah melihat wajah atau fotonya, gadis itu sukses membuat Gus Faiz tidak konsentrasi.

“Gol! Yes, seri!” teriak Ilham.

“Ck, curang.” kata Gus Faiz. Menyadari Ilham yang hanya memecah konsentrasinya.

Di dapur Linda sedang sibuk menunggu Ibunya menghidangkan kue kering ke piring. Kue itu untuk Gus Faiz di kamar Ilham. Linda bermaksud untuk mengantarkannya. Setelah selesai ditata di piring, Lindapun ke kamar Ilham.

Dia mengetuk pintu.

“Assalamualaikum.” salamnya.

“Waalaikumsalam.” Gus Faiz dan Ilhampun membalas salam Linda, hanya saja jawaban salam Gus Faiz lebih panjang.

“Ini, Bang, eh Gus. Ada kue.” kata Linda kepada Gus Faiz.

“Terima kasih.” Gus Faiz menjawab singkat.

“Dengan senang hati, Bang. Eh Gus.” kata Linda.

Ilham mengisyaratkan adiknya untuk keluar kamar. Setelah cemberut, Linda pun menuruti permintaan Ilham. Namun, dia tidak benar-benar pergi. Linda penasaran dengan apa yang sedang dikatakan Ilham dan Gus Faiz di dalam.

“Lo suka sama adek gue, Is?” tanya Ilham.

“Suka.” kata Gus Faiz.

Linda menggigit bibir. Rasanya dia ingin berteriak. Dia memegangi dada, memerika degup jantungnya. Linda buru-buru pergi masuk ke kamar yang cukup jauh dari kamar Ilham. Dia sangat bahagia.

Bang Faiz suka sama gue! Gue janji, Bang. Gakpapa deh gue gak jadi satu pondok sama lo. Gue janji bakalan jadi anak alim di pondok orang tua lo. Gue bakalan jadi calon istri paling sempurna buat lo. –batin Linda.

Linda terkikik sendiri, dia masih SMP namun pemikirannya sudah sampai tahap menikah. Memikirkan umurnya, Linda tertawa lagi.

Linda yang sempat ragu karena misinya gagal untuk membuat dia masuk pesantren yang sama dengan Gus Faiz, kini seakan mendapat pencerahan baru dan cita-cita baru. Dia merasa dunia sedang berpihak padanya, awalnya hanya ingin berdekatan dengan Gus Faiz dengan masuk pesantren itu, akhirnya akan masuk ke pesantren keluarga Gus Faiz.

“Bukan itu maksud gue, Malih. Maksud gue lo cinta gak sama adek gue?” tanya Ilham.

“Tidak. Adikmu baik tapi saya tidak mencintainya.” jawab Gus Faiz.

Di satu sisi Ilham mengasihani adiknya namun di sisi lain dia merasa lega karena masih punya peluang menjodohkan Gus Faiz dengan Nindy.

“Sebentar lagi Azan Zuhur, ayo ke Masjid!” kata Gus Faiz.

Gus Faiz berdiri dan meletakkan stik PS Ilham lalu mulai beranjak. Ilhampun mengikuti langkah Gus Faiz. Semenjak bertemu Gus Faiz, sedikit demi sedikit Ilham banyak mengalami perubahan. Salah satunya jadi rajin salat.

Setelah mengikuti salat jemaah di Masjid, telepon Ilham berbunyi.

“Ham!” teriak suara di sebrang sana, Nindy, dengan panik.

“Kenapa, Nin?” tanya Ilham panik.

“Gue ke rumah lo ya? Urgent banget!” seru Nindy.

“Ke rumah gue? Yaudah-yaudah gue balik sekarang.” kata Ilham.

"Yaudah cepet, gue udah deket banget!" seru Nindy.

"Oke-oke." kata Ilham langsung mematikan sambungan telepon

Ilham menatap Gus Faiz. Sebetulnya ini peluang Nindy bisa bertemu Gus Faiz. Namun, Ilham sadar Gus Faiz tak mau bertemu dengan Nindy. Walau begitu, untuk memastikan, dia berniat kembali mengajaknya.

“Balik yuk, Nindy mau ke rumah.” kata Ilham.

“Saya ke rumah Akbar saja.” kata Gus Faiz.

“Yaudah, nih, pake aja motor gue. Gue balik duluan ya, Assalamualaikum.” kata Ilham sambil memberikan kunci motor dan langsung berlari pulang ke rumahnya.

Jarak antara Masjid dengan rumah tidak terlalu jauh namun tidak terlalu dekat. Karena Ilham mengajak naik motor jadi Faiz menurut.

“Waalaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh.” jawab Gus Faiz.

Di jalan menuju parkiran Gus Faiz mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Akbar. Namun, tiba-tiba seseorang menabraknya hingga ponselnya terlempar jauh dan rusak.

Bukan hanya ponselnya, ponsel penabrak pun tak kalah naasnya. Ternyata yang menabrak Gus Faiz adalah seorang gadis. Gadis itu memungut ponselnya cepat, hingga semua rambutnya terjulur ke depan.

“Aduh. Sorry Mas. Sorry. Aduh gimana ya. Saya lagi buru-buru banget. Aduh, saya nggak bawa uang cash. Aduh.” kata seseorang menabrak Gus Faiz.

Gus Faiz tidak bisa melihat wajah gadis yang sudah menabraknya karena rambut lurus gadis itu menutupi wajah cantiknya.

“Iya tidak apa-apa. Pergilah.” kata Gus Faiz.

“Terima kasih, Mas. Saya janji saya akan ganti rugi.” kata perempuan itu sambil memengang kedua pipi Guz Faiz, lalu langsung berlari pergi.

Gus Faiz hendak protes namun gadis itu sudah berlari sangat jauh. Dia memegangi pipinya. Ntah mengapa pipinya menghangat. Ini kali pertamanya ada seorang perempuan yang bukan Uminya berani menyentuh pipinya.

Gus Faiz memandangi gadis itu. Meski sudah jauh, gadis itu menyadari kalau Gus Faiz memperhatikannya dari belakang. Gadis itupun berbalik, mengangkat tangannya sambil melambai, dan membuat tanda hati dengan menyatukan jari telunjuk dengan jempol, di kedua tangannya.

Gus Faiz tidak mengerti lambang tangan itu. Pemikirannya tidak sampai hati.

Gadis itupun berbelok ke sebuah gang. Dan hilang.

Gus Faiz mengambil ponselnya yang sudah naas tak berbentuk. Dia merakit ponsel tersebut agar menyatu, lalu memasukkannya ke dalam kantong.

Sebaiknya saya pergi ke rumah Akbar terlebih dahulu. –batin Faiz.

***

Visual Gadis Tirai

Terpopuler

Comments

Momy Haikal

Momy Haikal

cantik bgt 😍😍😍

2023-01-11

0

Akhmad Khumaedy

Akhmad Khumaedy

cantik pol

2021-08-29

0

Puji Rahayuningsih

Puji Rahayuningsih

penasaran

2021-08-26

0

lihat semua
Episodes
1 BB 1 - Awal
2 BB 2 - Keinginan Linda
3 BB 3 - Tertabrak Gadis Tirai
4 BB 4 - Hewan Peliharaan Akbar
5 BB 5 - Pertemuan Kedua
6 BB 6 - Pencarian Gadis Bertirai
7 BB 7 - Penantian di Masjid
8 BB 8 - Kembali ke Pesantren
9 BB 9 – Si Dengki Dimas
10 BB 10 - Perjalanan
11 BB 11 - Pulang ke Rumah
12 BB 12 - Beasiswa
13 BB 13 - Terjebak Diantara Preman
14 BB 14 - Misteri Keluarga Akbar
15 BB 15 - Kejadian Tak Terduga
16 BB 16 – Lebih Tajam dari Pisau
17 BB 17 - Kunjungan Nindy
18 BB 18 - Pesona Seorang Nindy
19 BB 19 - Sesuatu yang Buruk Terjadi
20 BB 20 - Sebuah Kepergian yang Menyesakkan
21 BB 21 - Sebuah Upaya Penerimaan
22 BB 22 - Usaha Terakhir
23 BB 23 - Penantian Sia-Sia
24 BB 24 - Surat Cinta Akbar untuk Mama
25 BB 25 - Tentang yang Pergi dan yang Datang
26 BB 26 - Kembali ke Pesantren
27 BB 27 - Gelap Mata
28 BB 28 - Hukuman
29 BB 29 - Tiga Syarat dari Abah
30 BB 30 - Tiba di Pesantren Abah dan Umi
31 BB 31 - Pertemuan Kembali dengan Gadis Tirai
32 BB 32 - Pertemuan dengan Nindy
33 BB 33 - Tak Berhasil Menghindar
34 BB 34 - Cinta Mati
35 BB 35 - Kejadian Mengintip
36 BB 36 - Tentang Mahram
37 BB 37 – Pemilik Gelang Perak
38 BB 38 – Pertemuan dengan Aaron
39 BB 39 - Rona di Pipi Gus Faiz
40 BB 40 - Mengulas Ingatan
41 BB 41 - Jebakan untuk Minan
42 BB 42 - Tentang Ro'an
43 BB 43 - Melancarkan Aksi
44 BB 44 - Sayatan Pisau
45 BB 45 - Benih-Benih Cinta
46 BB 46 - Kamar Abu Bakar
47 BB 47 – Lambaian Tangan Nindy
48 BB 48 – Perbincangan dengan Umi
49 BB 49 - Pencarian Nindy
50 BB 50 – Inikah Bentuk Kecemburuan-Nya?
51 BB 51 - Kembali Meloloskan Diri
52 BB 52 - Persyaratan Terakhir
53 BB 53 - Dekapan Hangat
54 BB 54 - Pendengar yang Baik
55 BB 55 - Mas?
56 BB 56 - Penguping Pembicaraan
57 BB 57 - Pembelaan
58 BB 58 - Berpamitan
59 BB 59 - Injakan Maut
60 BB 60 - Belajar Mengaji
61 BB 61 - Belajar yang Mendebarkan
62 BB 62 - Perseteruan
63 BB 63 - Kakak Cantik
64 BB 64 - Calon Istri Gus Faiz
65 BB 65 - Cemburu Membawa Bencana
66 BB 66 - Hukuman Pertama
67 BB 67 - Hukuman Kedua
68 BB 68 - Hukuman Terakhir
69 BB 69 - Sedikit Egois
70 BB 70 - Sanksi Sosial
71 BB 71 - Menepati Janji
72 BB 72 - Es Krim
73 BB 73 - Pertama Kalinya
74 BB 74 - Pematahan
75 BB 75 - Surat Kelulusan
76 BB 76 - Sebuah Keberanian
77 BB 77 - Kebucinan yang Haqiqi
78 BB 78 - Dikerjai Aaron
79 BB 79 - Pemberian Pertama
80 BB 80 - Tragedi Ayam Goreng
81 BB 81 – Sisi Baik Aaron
82 BB 82 - Pertemuan Diam-Diam
83 BB 83 - Hadiah?
84 BB 84 - Pernyataan Cinta
85 BB 85 - Pencarian Ilham
86 BB 86 - Penyamaran
87 BB 87 - Dihukum (Lagi)?
88 BB 88 - Mengambil Hati
89 BB 89 - Andai Waktu Bisa Diputar Kembali
90 BB 90 - Pengaduan
91 BB 91 - Memimpikan Gus Faiz
92 BB 92 - Pencarian Kartu ATM
93 BB 93 - Perkelahian
94 BB 94 - Sebuah Kedatangan
95 BB 95 - Pengobatan Luka (1)
96 BB 96 - Pengobatan Luka (2)
97 BB 97 - Pengobatan Luka (3)
98 BB 98 - Pengobatan Luka (4)
99 BB 99 - Selamat Tinggal
100 BB 100 - Potongan Kertas
101 BB 101 - Kekalutan
102 BB 102 - Kekalutan
103 BB 103 - Pengungkapan
104 BB 104 - Tamparan Keras
105 BB 105 - Dilema
106 BB 106 - Tidak Mau Kehilangan
107 BB 107 - Sebuah Kebenaran
108 BB 108 – Tentang Nama
109 BB 109 - Secercah Harapan
110 BB 110 – Pertemuan (1)
111 BB 111 – Pertemuan (2)
112 BB 112 - Rumah Sakit (Lagi)
113 BB 113 - Permintaan Maaf Aaron
114 BB 114 - Nindy Kembali
115 BB 115 - Usaha Terakhir
116 BB 116 – Penyelesaian (1)
117 BB 117 – Penyelesaian (2)
118 BB 118 - Tidak Sengaja
119 BB 119 - Proses Pembuatan Surat
120 BB 120 - Perpisahan Manis
Episodes

Updated 120 Episodes

1
BB 1 - Awal
2
BB 2 - Keinginan Linda
3
BB 3 - Tertabrak Gadis Tirai
4
BB 4 - Hewan Peliharaan Akbar
5
BB 5 - Pertemuan Kedua
6
BB 6 - Pencarian Gadis Bertirai
7
BB 7 - Penantian di Masjid
8
BB 8 - Kembali ke Pesantren
9
BB 9 – Si Dengki Dimas
10
BB 10 - Perjalanan
11
BB 11 - Pulang ke Rumah
12
BB 12 - Beasiswa
13
BB 13 - Terjebak Diantara Preman
14
BB 14 - Misteri Keluarga Akbar
15
BB 15 - Kejadian Tak Terduga
16
BB 16 – Lebih Tajam dari Pisau
17
BB 17 - Kunjungan Nindy
18
BB 18 - Pesona Seorang Nindy
19
BB 19 - Sesuatu yang Buruk Terjadi
20
BB 20 - Sebuah Kepergian yang Menyesakkan
21
BB 21 - Sebuah Upaya Penerimaan
22
BB 22 - Usaha Terakhir
23
BB 23 - Penantian Sia-Sia
24
BB 24 - Surat Cinta Akbar untuk Mama
25
BB 25 - Tentang yang Pergi dan yang Datang
26
BB 26 - Kembali ke Pesantren
27
BB 27 - Gelap Mata
28
BB 28 - Hukuman
29
BB 29 - Tiga Syarat dari Abah
30
BB 30 - Tiba di Pesantren Abah dan Umi
31
BB 31 - Pertemuan Kembali dengan Gadis Tirai
32
BB 32 - Pertemuan dengan Nindy
33
BB 33 - Tak Berhasil Menghindar
34
BB 34 - Cinta Mati
35
BB 35 - Kejadian Mengintip
36
BB 36 - Tentang Mahram
37
BB 37 – Pemilik Gelang Perak
38
BB 38 – Pertemuan dengan Aaron
39
BB 39 - Rona di Pipi Gus Faiz
40
BB 40 - Mengulas Ingatan
41
BB 41 - Jebakan untuk Minan
42
BB 42 - Tentang Ro'an
43
BB 43 - Melancarkan Aksi
44
BB 44 - Sayatan Pisau
45
BB 45 - Benih-Benih Cinta
46
BB 46 - Kamar Abu Bakar
47
BB 47 – Lambaian Tangan Nindy
48
BB 48 – Perbincangan dengan Umi
49
BB 49 - Pencarian Nindy
50
BB 50 – Inikah Bentuk Kecemburuan-Nya?
51
BB 51 - Kembali Meloloskan Diri
52
BB 52 - Persyaratan Terakhir
53
BB 53 - Dekapan Hangat
54
BB 54 - Pendengar yang Baik
55
BB 55 - Mas?
56
BB 56 - Penguping Pembicaraan
57
BB 57 - Pembelaan
58
BB 58 - Berpamitan
59
BB 59 - Injakan Maut
60
BB 60 - Belajar Mengaji
61
BB 61 - Belajar yang Mendebarkan
62
BB 62 - Perseteruan
63
BB 63 - Kakak Cantik
64
BB 64 - Calon Istri Gus Faiz
65
BB 65 - Cemburu Membawa Bencana
66
BB 66 - Hukuman Pertama
67
BB 67 - Hukuman Kedua
68
BB 68 - Hukuman Terakhir
69
BB 69 - Sedikit Egois
70
BB 70 - Sanksi Sosial
71
BB 71 - Menepati Janji
72
BB 72 - Es Krim
73
BB 73 - Pertama Kalinya
74
BB 74 - Pematahan
75
BB 75 - Surat Kelulusan
76
BB 76 - Sebuah Keberanian
77
BB 77 - Kebucinan yang Haqiqi
78
BB 78 - Dikerjai Aaron
79
BB 79 - Pemberian Pertama
80
BB 80 - Tragedi Ayam Goreng
81
BB 81 – Sisi Baik Aaron
82
BB 82 - Pertemuan Diam-Diam
83
BB 83 - Hadiah?
84
BB 84 - Pernyataan Cinta
85
BB 85 - Pencarian Ilham
86
BB 86 - Penyamaran
87
BB 87 - Dihukum (Lagi)?
88
BB 88 - Mengambil Hati
89
BB 89 - Andai Waktu Bisa Diputar Kembali
90
BB 90 - Pengaduan
91
BB 91 - Memimpikan Gus Faiz
92
BB 92 - Pencarian Kartu ATM
93
BB 93 - Perkelahian
94
BB 94 - Sebuah Kedatangan
95
BB 95 - Pengobatan Luka (1)
96
BB 96 - Pengobatan Luka (2)
97
BB 97 - Pengobatan Luka (3)
98
BB 98 - Pengobatan Luka (4)
99
BB 99 - Selamat Tinggal
100
BB 100 - Potongan Kertas
101
BB 101 - Kekalutan
102
BB 102 - Kekalutan
103
BB 103 - Pengungkapan
104
BB 104 - Tamparan Keras
105
BB 105 - Dilema
106
BB 106 - Tidak Mau Kehilangan
107
BB 107 - Sebuah Kebenaran
108
BB 108 – Tentang Nama
109
BB 109 - Secercah Harapan
110
BB 110 – Pertemuan (1)
111
BB 111 – Pertemuan (2)
112
BB 112 - Rumah Sakit (Lagi)
113
BB 113 - Permintaan Maaf Aaron
114
BB 114 - Nindy Kembali
115
BB 115 - Usaha Terakhir
116
BB 116 – Penyelesaian (1)
117
BB 117 – Penyelesaian (2)
118
BB 118 - Tidak Sengaja
119
BB 119 - Proses Pembuatan Surat
120
BB 120 - Perpisahan Manis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!