BB 2 - Keinginan Linda

Dari balik pintu, Linda mengintip melihat siapa yang datang ke rumahnya. Melihat ada sahabat tampan abangnya yang bernama Gus Faiz, dia buru-buru lari ke mobil ayahnya dan mengaca di sana. Dia merapikan rambut dan pakaiannya. Setelah dirasa oke, diapun mulai masuk ke dalam rumah.

“Assalamualaikum.” salam Linda dengan suara yang disengajakan lembut.

“Waalaikumsalam.” semua orang menjawab.

“Tumben kamu salam dulu, Sayang?” tanya Yeni.

Faiz kini sibuk dengan ponsel jadulnya. Tak begitu memperhatikan apa yang terjadi. Dia memang masih bisa mendengar percakapan antara ibu dan anak itu, hanya saja Faiz tidak berniat untuk menimbrung.

Linda melirik Faiz. Dalam hati dia merutuki ibunya yang tidak mengerti arti sikapnya.

“Hehehe. Biasanya juga begini kan, Ma?” tanya Linda. Meski kata-katanya ditujukan kepada Ibunya namun mata Linda terus mengarah pada Faiz.

Lindapun berjalan ke arah Ilham, kakak tertuanya.

“Bang..” kata Linda mengulurkan tangan.

“Minta ama Mama ahela, Abang lagi gak ada duit.” kata Ilham.

“Ih, Bang Ilham, akukan mau salim.” kata Linda.

“Lha, tumben amat.” kata Ilham sambil mengulurkan tangannya.

“Sttt, Abang!” kata Linda, berbisik sambil melirik Gus Faiz.

Linda buru-buru mencium tangan kakaknya.

“Buseh, adek gue genit amat.” kata Ilham.

Linda terus mengisyaratkan Ilham untuk diam. Linda menghampiri Gus Faiz, lalu mengulurkan tangan. Faiz menatap tangan itu lalu beralih ke Ilham.

“Dia minta salim.” kata Ilham.

Alih-alih mengambil uluran tangan Linda, Ilham hanya menyatukan tangannya di depan dada. Lalu kembali berkutat dengan ponsel.

“Udah tau temen gue super alim, masih aja ganjen.” kata Ilham tanpa memperdulikan perasaan Linda.

Linda melotot kepada Ilham sambil mengepalkan tangan. Mengancam untuk memukulnya kalau Ilham tidak mau diam. Linda buru-buru menurunkan tangannya dan tersenyum saat Faiz meliriknya.

“Nak Faiz..” panggil Yeni.

Faiz meletakkan ponselnya di atas meja lalu menoleh ke arah Yeni.

“Iya, Tante?” tanya Faiz.

Tanpa disuruh, Linda langsung duduk di samping ibunya. Kini Yeni berada di seberang Faiz sedangkan Linda berada di sebrang Ilham.

“Kata Ilham, Nak Faiz pesantren ya?” tanya Yeni.

“Iya, Tante.” jawab Faiz.

“Begini, Nak Faiz. Ini Linda minta masuk pesantren juga. Kira-kira menurut Nak Faiz baiknya Linda masuk pesantren mana ya?” tanya Yeni.

“Memang mau yang dekat atau jauh, Tan?” tanya Faiz.

“Yang jauh saja, Nak. Kalau bisa di pedalaman. Agar dia tidak cepat minta pulang.” kata Yeni.

“Lho, Ma. Tap-tapi..” Linda protes.

***

Linda mendekati sang ibu, Yeni, yang sedang asyik menonton film azab di salah satu stasiun televisi di ruang tengah.

“Ma.” panggil Linda.

“Iya, Sayang?” tanya Yeni. Matanya masih terfokus pada film azab.

“Kualat baru tau rasa kamu tong. Nyolong kotak masjid masuk neraka!” teriak Yeni, mengomentari film azab yang sedang ditontonnya.

Tak ubahnya ibu-ibu di luaran sana, Yeni juga termasuk ibu-ibu yang suka berteriak mengomentari film atau senetron yang di tonton, gregetan.

“Mamamah. Udah matiin dah.” kata Linda.

“Eh, jangan. Lagi seru!” seru Yeni. Sambil menyembunyikan remot.

*Linda terkekeh melihat sikap ibunya. Benar-benar ajaib. Linda pun terdiam.

Linda gelisah. Dia ingin mengatakan sesuatu pada Yeni. Namun, dia begitu bingung harus memulainya dari mana. Selain itu, Lindapun tidak tahu apakah ini waktu yang tepat untuk mengutarakan* keinginannya atau tidak.

“Ma, Linda mau pesantren dong.” kata Linda pada ibunya.

Mendengar kata-kata anaknya, Yeni menoleh.

“Lho, kenapa tiba-tiba mau masuk pesantren?” tanya Yeni bingung.

“Ya, nggakpapa, Ma. Aku pengen bisa ngaji.” kata Linda.

“Bener, kmau mau masuk pesantren?” tanya Yeni.

“Iya, Ma. Mama nggak mau apa anaknya pinter ngaji, salatnya rajin, terus jadi anak salihah?” kata Linda.

Yeni menatap Linda dengan serius. Dia mencari keseriusan dari mata anaknya. Linda, yang ditatap balas menatap mantap.

Memang sedari dulu, diam-diam Yeni memiliki keinginan untuk memasukkan anak-anaknya ke pesantren. Namun, karena takut anak-anaknya tidak mau dan perasaan masih belum bisa jauh dari anak-anaknya, iapun mengurungkan niatnya.

“Mama nggak mimpi kan?” tanya Yeni.

“Nih.” Linda langsung mencubit ibunya.

“Heh, sakit.” kata Yeni.

Linda tertawa. Melihat ibunya mengomel.

“Boleh ya, Ma?” kata Linda lagi.

“Nanti Mama bilang Papa dulu ya, lagian Mama juga gak tahu pesantren yang bagus di mana.” kata Mama.

Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut sang ibu, Lindapun tersenyum penuh hati. Dia tentu tahu kalau ibunya pasti akan mengatakan hal demikian. Karena perkiraannya itu, dia sudah mempersiapkan jawaban.

“Ngapain tanya Papa, Ma?” kata Linda. Otak liciknya mulai jalan.

“Terus Mama harus tanya siapa dong?” tanya Yeni.

“Tanya temannya Bang Ilham aja, Ma. Itu lho.” kata Linda.

“Teman Ilham? Siapa? Akbar?” tanya Yeni.

“Waduuuh, Bukan, Ma. Diamah mana ngerti pesantren-pesantren.” kata Linda.

“Terus siapa?” tanya Yeni.

“Faiz, Ma.” kata Linda.

“Faiz?” tanya Yeni.

Linda mengangguk semangat.

"Faiz bukannya teman sekolah Ilham?" tanya Yeni.

"Dia diem-diem meski satu sekolah sama Bang Ilham, tapi dia pesantren, Ma." kata Linda.

"Oh, pantas, dia sopan sekali anaknya." kata Yeni.

"Iyamah. Tanya dia aja ya, Ma." kata Linda.

“Oke. Nanti Mama tanya dia deh kalau ke sini.” kata Yeni.

“Yeay, terima kasih, Mama.” kata Linda, seraya mencium pipi ibunya.

***

“Kalau bisa, Nak Faiz. Linda kan anak perempuan tante satu-satunya. Jadi, tempat yang Kyainya kamu kenal saja, biar tante bisa tenang.” kata Yeni.

“Lho, pesantren, Ma?” tanya Ilham.

Dia baru tahu. Kalau Linda minta dimasukkan ke pesantren.

“Iya, Sayang. Linda minta sendiri ke Mama.” kata Yeni.

“Hebat juga, Lo.” kata Ilham kepada Linda.

“Iyalah, Linda. Calon anak salihah ya, Ma.” kata Linda, sambil melirik-lirik Faiz.

Yeni hanya tersenyum menanggapi. "Amin."

“Gimana, Nak?” tanya Yeni pada Faiz.

“Kalau mau, bisa masuk ke pesantren milik Abah saya.” kata Faiz.

Keluarga Yeni sangat baik padanya. Jadi, Faiz merasa harus sedikit membantu Ibu sahabatnya itu. Lagipula pesantren Abahnya termasuk pesantren yang sangat bagus dan hampir setiap lulusan-lulusannya selalu menjadi, ‘orang’. Namun, ya balik lagi kepada pribadi masing-masing.

Setidaknya lebih banyak yang berhasil setelah keluar dari pesantren Abahnya Faiz.

“Lho, Nak Faiz anak Pak Kyai?” tanya Yeni.

Faiz hanya tersenyum mengangguk.

“Waduh, Nak. Kami harus panggil kamu Gus.” kata Yeni.

“Panggil Faiz saja tidak apa-apa, Tante.” kata Gus Faiz.

“Lo serius, Is? Kok lo nggak kasih tau gue kalo lo anak Kyai?” tanya Ilham.

“Untuk apa saya beri tahu kamu?” tanya Faiz.

“Iya dah, kalah mulu guemah.” Kata Ilham.

Melihat Ilham yang tidak bisa menjawab pertanyaan Faiz membuat Yeni dan Linda tertawa. Mata Linda terus tertuju pada Faiz. Bukan, Gus Faiz.

“Wah, mimpi apa tante ya, sampai temannya anak tante anaknya Kyai yang punya pondok.” kata Yeni.

“Dek!” teriak Ilham pada Linda.

Linda menoleh ke arah Ilham.

“Mingkem. Jangan mupeng begitu.” kata Ilham, jahil.

“Ih, Abang. Ngeselin banget sih!” teriak Linda.

“Hahahahaha.” Ilham tertawa.

Dalam hati Ilham tahu persis kalau adiknya menyukai Gus Faiz dengan sepenuh hati. Namun, dia merasa ada yang lebih membutuhkan Gus Faiz dibandingkan dengan adiknya.

Sorry, Lin. Gue emang jahat sama lo. Gue tau lo suka sama Faiz tapi gue tetep pengen nantinya Gus Faiz sama Nindy. –batin Ilham.

Terpopuler

Comments

Maulana ya_Rohman

Maulana ya_Rohman

mantap pemikiran ilham👍👍👍👍👍👍

2022-07-29

0

Musdalifah

Musdalifah

abis baca penjara suci lanjut ke sini 😊😊😊

2022-01-26

0

Kendarsih Keken

Kendarsih Keken

nyimakkk ajaaa dollooo

2022-01-10

0

lihat semua
Episodes
1 BB 1 - Awal
2 BB 2 - Keinginan Linda
3 BB 3 - Tertabrak Gadis Tirai
4 BB 4 - Hewan Peliharaan Akbar
5 BB 5 - Pertemuan Kedua
6 BB 6 - Pencarian Gadis Bertirai
7 BB 7 - Penantian di Masjid
8 BB 8 - Kembali ke Pesantren
9 BB 9 – Si Dengki Dimas
10 BB 10 - Perjalanan
11 BB 11 - Pulang ke Rumah
12 BB 12 - Beasiswa
13 BB 13 - Terjebak Diantara Preman
14 BB 14 - Misteri Keluarga Akbar
15 BB 15 - Kejadian Tak Terduga
16 BB 16 – Lebih Tajam dari Pisau
17 BB 17 - Kunjungan Nindy
18 BB 18 - Pesona Seorang Nindy
19 BB 19 - Sesuatu yang Buruk Terjadi
20 BB 20 - Sebuah Kepergian yang Menyesakkan
21 BB 21 - Sebuah Upaya Penerimaan
22 BB 22 - Usaha Terakhir
23 BB 23 - Penantian Sia-Sia
24 BB 24 - Surat Cinta Akbar untuk Mama
25 BB 25 - Tentang yang Pergi dan yang Datang
26 BB 26 - Kembali ke Pesantren
27 BB 27 - Gelap Mata
28 BB 28 - Hukuman
29 BB 29 - Tiga Syarat dari Abah
30 BB 30 - Tiba di Pesantren Abah dan Umi
31 BB 31 - Pertemuan Kembali dengan Gadis Tirai
32 BB 32 - Pertemuan dengan Nindy
33 BB 33 - Tak Berhasil Menghindar
34 BB 34 - Cinta Mati
35 BB 35 - Kejadian Mengintip
36 BB 36 - Tentang Mahram
37 BB 37 – Pemilik Gelang Perak
38 BB 38 – Pertemuan dengan Aaron
39 BB 39 - Rona di Pipi Gus Faiz
40 BB 40 - Mengulas Ingatan
41 BB 41 - Jebakan untuk Minan
42 BB 42 - Tentang Ro'an
43 BB 43 - Melancarkan Aksi
44 BB 44 - Sayatan Pisau
45 BB 45 - Benih-Benih Cinta
46 BB 46 - Kamar Abu Bakar
47 BB 47 – Lambaian Tangan Nindy
48 BB 48 – Perbincangan dengan Umi
49 BB 49 - Pencarian Nindy
50 BB 50 – Inikah Bentuk Kecemburuan-Nya?
51 BB 51 - Kembali Meloloskan Diri
52 BB 52 - Persyaratan Terakhir
53 BB 53 - Dekapan Hangat
54 BB 54 - Pendengar yang Baik
55 BB 55 - Mas?
56 BB 56 - Penguping Pembicaraan
57 BB 57 - Pembelaan
58 BB 58 - Berpamitan
59 BB 59 - Injakan Maut
60 BB 60 - Belajar Mengaji
61 BB 61 - Belajar yang Mendebarkan
62 BB 62 - Perseteruan
63 BB 63 - Kakak Cantik
64 BB 64 - Calon Istri Gus Faiz
65 BB 65 - Cemburu Membawa Bencana
66 BB 66 - Hukuman Pertama
67 BB 67 - Hukuman Kedua
68 BB 68 - Hukuman Terakhir
69 BB 69 - Sedikit Egois
70 BB 70 - Sanksi Sosial
71 BB 71 - Menepati Janji
72 BB 72 - Es Krim
73 BB 73 - Pertama Kalinya
74 BB 74 - Pematahan
75 BB 75 - Surat Kelulusan
76 BB 76 - Sebuah Keberanian
77 BB 77 - Kebucinan yang Haqiqi
78 BB 78 - Dikerjai Aaron
79 BB 79 - Pemberian Pertama
80 BB 80 - Tragedi Ayam Goreng
81 BB 81 – Sisi Baik Aaron
82 BB 82 - Pertemuan Diam-Diam
83 BB 83 - Hadiah?
84 BB 84 - Pernyataan Cinta
85 BB 85 - Pencarian Ilham
86 BB 86 - Penyamaran
87 BB 87 - Dihukum (Lagi)?
88 BB 88 - Mengambil Hati
89 BB 89 - Andai Waktu Bisa Diputar Kembali
90 BB 90 - Pengaduan
91 BB 91 - Memimpikan Gus Faiz
92 BB 92 - Pencarian Kartu ATM
93 BB 93 - Perkelahian
94 BB 94 - Sebuah Kedatangan
95 BB 95 - Pengobatan Luka (1)
96 BB 96 - Pengobatan Luka (2)
97 BB 97 - Pengobatan Luka (3)
98 BB 98 - Pengobatan Luka (4)
99 BB 99 - Selamat Tinggal
100 BB 100 - Potongan Kertas
101 BB 101 - Kekalutan
102 BB 102 - Kekalutan
103 BB 103 - Pengungkapan
104 BB 104 - Tamparan Keras
105 BB 105 - Dilema
106 BB 106 - Tidak Mau Kehilangan
107 BB 107 - Sebuah Kebenaran
108 BB 108 – Tentang Nama
109 BB 109 - Secercah Harapan
110 BB 110 – Pertemuan (1)
111 BB 111 – Pertemuan (2)
112 BB 112 - Rumah Sakit (Lagi)
113 BB 113 - Permintaan Maaf Aaron
114 BB 114 - Nindy Kembali
115 BB 115 - Usaha Terakhir
116 BB 116 – Penyelesaian (1)
117 BB 117 – Penyelesaian (2)
118 BB 118 - Tidak Sengaja
119 BB 119 - Proses Pembuatan Surat
120 BB 120 - Perpisahan Manis
Episodes

Updated 120 Episodes

1
BB 1 - Awal
2
BB 2 - Keinginan Linda
3
BB 3 - Tertabrak Gadis Tirai
4
BB 4 - Hewan Peliharaan Akbar
5
BB 5 - Pertemuan Kedua
6
BB 6 - Pencarian Gadis Bertirai
7
BB 7 - Penantian di Masjid
8
BB 8 - Kembali ke Pesantren
9
BB 9 – Si Dengki Dimas
10
BB 10 - Perjalanan
11
BB 11 - Pulang ke Rumah
12
BB 12 - Beasiswa
13
BB 13 - Terjebak Diantara Preman
14
BB 14 - Misteri Keluarga Akbar
15
BB 15 - Kejadian Tak Terduga
16
BB 16 – Lebih Tajam dari Pisau
17
BB 17 - Kunjungan Nindy
18
BB 18 - Pesona Seorang Nindy
19
BB 19 - Sesuatu yang Buruk Terjadi
20
BB 20 - Sebuah Kepergian yang Menyesakkan
21
BB 21 - Sebuah Upaya Penerimaan
22
BB 22 - Usaha Terakhir
23
BB 23 - Penantian Sia-Sia
24
BB 24 - Surat Cinta Akbar untuk Mama
25
BB 25 - Tentang yang Pergi dan yang Datang
26
BB 26 - Kembali ke Pesantren
27
BB 27 - Gelap Mata
28
BB 28 - Hukuman
29
BB 29 - Tiga Syarat dari Abah
30
BB 30 - Tiba di Pesantren Abah dan Umi
31
BB 31 - Pertemuan Kembali dengan Gadis Tirai
32
BB 32 - Pertemuan dengan Nindy
33
BB 33 - Tak Berhasil Menghindar
34
BB 34 - Cinta Mati
35
BB 35 - Kejadian Mengintip
36
BB 36 - Tentang Mahram
37
BB 37 – Pemilik Gelang Perak
38
BB 38 – Pertemuan dengan Aaron
39
BB 39 - Rona di Pipi Gus Faiz
40
BB 40 - Mengulas Ingatan
41
BB 41 - Jebakan untuk Minan
42
BB 42 - Tentang Ro'an
43
BB 43 - Melancarkan Aksi
44
BB 44 - Sayatan Pisau
45
BB 45 - Benih-Benih Cinta
46
BB 46 - Kamar Abu Bakar
47
BB 47 – Lambaian Tangan Nindy
48
BB 48 – Perbincangan dengan Umi
49
BB 49 - Pencarian Nindy
50
BB 50 – Inikah Bentuk Kecemburuan-Nya?
51
BB 51 - Kembali Meloloskan Diri
52
BB 52 - Persyaratan Terakhir
53
BB 53 - Dekapan Hangat
54
BB 54 - Pendengar yang Baik
55
BB 55 - Mas?
56
BB 56 - Penguping Pembicaraan
57
BB 57 - Pembelaan
58
BB 58 - Berpamitan
59
BB 59 - Injakan Maut
60
BB 60 - Belajar Mengaji
61
BB 61 - Belajar yang Mendebarkan
62
BB 62 - Perseteruan
63
BB 63 - Kakak Cantik
64
BB 64 - Calon Istri Gus Faiz
65
BB 65 - Cemburu Membawa Bencana
66
BB 66 - Hukuman Pertama
67
BB 67 - Hukuman Kedua
68
BB 68 - Hukuman Terakhir
69
BB 69 - Sedikit Egois
70
BB 70 - Sanksi Sosial
71
BB 71 - Menepati Janji
72
BB 72 - Es Krim
73
BB 73 - Pertama Kalinya
74
BB 74 - Pematahan
75
BB 75 - Surat Kelulusan
76
BB 76 - Sebuah Keberanian
77
BB 77 - Kebucinan yang Haqiqi
78
BB 78 - Dikerjai Aaron
79
BB 79 - Pemberian Pertama
80
BB 80 - Tragedi Ayam Goreng
81
BB 81 – Sisi Baik Aaron
82
BB 82 - Pertemuan Diam-Diam
83
BB 83 - Hadiah?
84
BB 84 - Pernyataan Cinta
85
BB 85 - Pencarian Ilham
86
BB 86 - Penyamaran
87
BB 87 - Dihukum (Lagi)?
88
BB 88 - Mengambil Hati
89
BB 89 - Andai Waktu Bisa Diputar Kembali
90
BB 90 - Pengaduan
91
BB 91 - Memimpikan Gus Faiz
92
BB 92 - Pencarian Kartu ATM
93
BB 93 - Perkelahian
94
BB 94 - Sebuah Kedatangan
95
BB 95 - Pengobatan Luka (1)
96
BB 96 - Pengobatan Luka (2)
97
BB 97 - Pengobatan Luka (3)
98
BB 98 - Pengobatan Luka (4)
99
BB 99 - Selamat Tinggal
100
BB 100 - Potongan Kertas
101
BB 101 - Kekalutan
102
BB 102 - Kekalutan
103
BB 103 - Pengungkapan
104
BB 104 - Tamparan Keras
105
BB 105 - Dilema
106
BB 106 - Tidak Mau Kehilangan
107
BB 107 - Sebuah Kebenaran
108
BB 108 – Tentang Nama
109
BB 109 - Secercah Harapan
110
BB 110 – Pertemuan (1)
111
BB 111 – Pertemuan (2)
112
BB 112 - Rumah Sakit (Lagi)
113
BB 113 - Permintaan Maaf Aaron
114
BB 114 - Nindy Kembali
115
BB 115 - Usaha Terakhir
116
BB 116 – Penyelesaian (1)
117
BB 117 – Penyelesaian (2)
118
BB 118 - Tidak Sengaja
119
BB 119 - Proses Pembuatan Surat
120
BB 120 - Perpisahan Manis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!