*Rania benar-benar lelah ia tak ingin berdebat, istirahat adalah hal yang diperlukan saat ini. Rania sangat bersyukur Keisha dan kedua orang tuanya tidak ada di rumah, Rania tidak perlu mencari alasan atau jawaban jika ditanya mengapa tak pulang malam ini.
Namun detik berikutnya ia tersenyum miris, memangnya adakah seseorang yang akan mengkhawatirkannya? Tanpa Rania sadari segala macam perubahan raut wajahnya telah diperhatikan oleh Kevin*.
-
Rania terbangun saat mendengar kerasnya suara petir menyambar. Mata yang masih mengantuk dengan bulu mata lentik itu mengerjap perlahan, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk. Sesaat Rania memperhatikan keadaan sekeliling yang begitu asing.
Tak beberapa lama terdengar helaan napas dari Rania, ia baru sadar bahwa dirinya ketiduran di rumah Kevin. Rania mencoba mencari ponselnya untuk melihat pukul berapa sekarang, namun tak sengaja netranya melihat Kevin yang tengah berkutat pada laptopnya.
Rania sejenak terpaku oleh sosok tampan yang duduk tak jauh darinya, mata tajam seperti elang, hidung mancung, wajah tegas khas lelaki begitu terpahat dengan sempurna. Tak heran Kevin menjadi idaman di kampusnya.
"Tidurlah lagi." Sontak Rania langsung tersadar dari lamunannya, suara Kevin yang berat dan lumayan besar itu begitu kontras dengan kesunyian yang ada di ruangan tersebut.
Rania tersipu malu menyadari sikap tidak sopannya, sedikit lega mengetahui bahwa Kevin berucap tanpa memandangnya, karena sang dosen idaman mahasiswa itu masih sibuk berkutat pada laptopnya.
"Ini jam berapa?" Tanya Rania. Kevin hanya menunjuk jam di dinding menggunakan dagunya. Rania mengerti segera melihat arah yang ditunjukan Kevin.
Rania terkejut melihat jam yang menunjukkan pukul 1 dini hari, ia juga heran mengapa hujannya begitu awet, ini bahkan sudah berjam-jam.
"Hujannya masih belum berhenti, ya? Sepertinya semakin deras." Sontak perkataan Rania membuat Kevin segera menengok ke arahnya, lama mereka saling bertatapan dan Rania kembali menemukan tatapan tak biasa dari Kevin. Sebelum berpikir terlalu jauh, dehamam dari Kevin sontak membuat Rania memutuskan kontak mata mereka.
"Sebenarnya hujan sudah reda dari tadi. Kamu tidur begitu pulas, bahkan tak mendengar saat aku membangunkan mu tadi." Rania begitu merutuki rasa kantuknya yang membuat dirinya terjebak berjam-jam di rumah ini.
Hujan bahkan baru saja turun lagi, kali ini lebih deras dari sebelumnya, tidak mungkin ia pulang sekarang. Benar, sepertinya ia harus menginap.
keheningan yang ada tak membuat Rania melanjutkan tidurnya, sudah sejak tadi ia memejamkan mata tapi tetap saja rasa kantuk seakan hilang tak tersisa.
Rania menengok ke arah Kevin, sejak tadi orang itu tak pernah bosan berkutat dengan laptopnya, Kevin hanya sesekali beranjak dari tempatnya saat ke kamar mandi atau ke dapur untuk membuat minuman.
"Apa yang sedang bapak kerjakan?" Kevin mengalihkan pandangannya dari laptop dan beralih ke Rania, alisnya terangkat mendengar pertanyaan Rania, Kevin mengira gadis keras kepala itu tengah tertidur.
"Bukan apa-apa, hanya tugas kelompok mu saat survey lapangan tadi." Ujar Kevin yang kembali menatap serius laptop di depannya. Rania mendengar hal itu tanpa berpikir panjang, ia langsung meloncat dari tidurnya di kursi ruang tamu. Rania hendak menghampiri Kevin namun sebelum itu tubuhnya telah terlebih dahulu terjatuh.
Rania benar-benar lupa akan keadaan kakinya, memang sudah lumayan baikan tapi tindakannya barusan kembali membuat kaki malangnya sakit lagi.
"Aduh!" Rintih Rania.
"Bodoh." Hanya itu respon Kevin saat melihatnya.
Rania mengiyakan perkataan Kevin. kebodohan dalam dirinya telah mendarah daging dan muncul ke permukaan di waktu yang tidak tepat.
"Maaf, Pak." Kata Rania saat Kevin membantunya duduk di kursi namun sekarang posisinya lebih dengan dengan Kevin dan juga laptopnya. Kevin mengerti Rania ingin melihat seperti apa hasil tugas kelompoknya, maka dari itu Kevin sengaja meletakkan Rania tak jauh darinya.
"Boleh saya melihat, Pak?" Tanya Rania yang lebih pada permohonan itu. Kevin mendengus kearah lain dengan cepat ia menyembunyikan senyumnya dan sedikit menggelengkan kepalanya mendengar nada permohonan dari pertanyaan Rania.
"Sekalian bantu saya." Kevin mengerti Rania ingin sekali berkontribusi banyak dalam kelompoknya namun tak bisa, Kevin belum tahu alasan Rania terkait hal itu.
Awalnya ia tak begitu penasaran bahkan cenderung masa bodoh akan hal itu, namun entah mengapa hatinya berkata lain. Kevin ingin mengetahui alasan Rania ia juga memberikan kesempatan pada Rania untuk berkontribusi dalam tugas kelompoknya.
Rania tersenyum senang melihat peluang dari kesempatan yang diberikan oleh Kevin, dengan segera ia mengangguk dan setelahnya mereka larut oleh perbincangan serius dan sesekali candaan terselip di dalamnya.
Kevin mengakui kepintaran Rania juga kecekatannya, namun terkadang ia kesal dengan sikap keras kepala Rania yang jelas-jelas salah. Mereka barus selesai pada jam 3 pagi, Kevin merasa terbantu oleh Rania meski terkadang mengeluarkan perasaan kesalnya.
Sedang Rania terlihat begitu senang ilmunya semakin bertambah dan merasa bersalah akan keras kepala juga kebodohannya, ia juga puas akhirnya dapat berkontribusi banyak dalam kelompok, hitung-hitung sebagai ganti ketidak hadirannya dalam survey lapangan.
-
Rania terbangun oleh suara ponsel yang terus berdering dengan kencang. segera ia berpindah pada posisi duduk dan meraih ponsel jadul di sampingnya.
Rania terkejut bukan main mendapati puluhan panggilan tak terjawab dan belasan pesan dari Vano. Benar saja, Rania melupakan bahwa pagi ini ia berjanji akan pergi bersama Vano dan sekarang sudah pukul 9, ia sudah telat 1 satu jam.
Rania bergegas pergi setelah merapikan penampilannya, ia bahkan tak sempat cuci muka. akan tetapi sebelum pergi, Rania sempat menulis pesan yang berisi permohonan maaf juga ungkapan terimakasih untuk Kevin, karena telah merawatnya juga memberinya kesempatan tadi malam.
Setelah selesai menulis pesan dari kertas dan bolpoin yang ada di meja, Rania meletakkan pesannya di atas meja lalu pergi dengan sedikit tertatih.
Saat sudah sedikit jauh dari rumah Kevin Rania mengirim kan pesan pada Vano, tapi tak kunjung ada balasan. Rania berpikir Vano pasti marah padanya. Tapi baru saja ia berpikir seperti itu, tak lama ponselnya berdering menunjukan nama Vano, dengan cepat Rania menerima panggilan tersebut.
"Halo, Van. Maaf aku baru bangun tadi. Ini aku lagi di jalan." Jawab Rania saat mendengar nada khawatir dari sebrang sana. Dugaannya salah, bukannya marah Vano malah begitu mengkhawatirkannya. Rania tersenyum mendengar Vano yang akan segera menyusulnya karena khawatir.
"Aku di Taman Matahari, Van."
"Kok bisa? Itu jauh dari rumah kamu, Rania." Terdengar Vano berujar sambil menyalakan mobilnya.
"Nanti aku ceritain." Rania tersenyum lalu meringis merasakan sakit di kakinya karena memaksa untuk berjalan lumayan jauh.
"Kamu kenapa?" Nada cemas begitu ketara dalam pertanyaan Vano.
"Aku engga papa, cuma luka di kaki aja." Rania langsung menyuruh Vano untuk berhati-hati dalam berkendara dan mematikan telponnya, saat mendengar Vano ingin bertanya lagi. Rania ingin menceritakan secara langsung karena itu lebih baik dari pada di telfon.
"Astaga! Rania, kamu kenapa? Kok bisa kaya gini?" Vano segera menghampiri Rania yang tengah duduk di kursi taman, ia begitu terkejut mendapati kaki Rania diperban, dan terlihat darah segar tak begitu banyak memenuhi perban yang melilit di kakinya.
Rania meringis melihat Vano yang begitu mengkhawatirkannya, terlebih kini tangan Vano sedang menyentuh luka di kakinya yang sakit.
"Aku engga papa kok, ini aku mau cerita." Kata Rania meyakinkan.
"Engga! Kita ke rumah sakit dulu baru kamu cerita." Tegas Vano.
"Tapi Van, aku engga papa." Vano menggeleng dan segera menggendong Rania.
"Rania, please! Jangan keras kepala sekarang! Kita ke rumah sakit setelah itu aku dengerin cerita kamu, oke sayang?" Rania hanya mengangguk dan mengeratkan tangannya di leher Vano lalu menyenderkan kepalanya pada pundak lelaki itu, sejenak Rania ingin menumpahkan segala perasaan tak mengenakan dengan memeluk erat kekasihnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
🐾♎🕸️ Alaska 12🕸️⚖️🐾
Rania kamu sabar banget di tindas 😥😥😥
2021-02-19
0
Tiyan Selbi
lanjut
2020-07-15
0
Ira Hutahaean
semakin seru
2020-06-10
0