Evelyn menaikkan sudut bibirnya setelah menanggalkan pakaiannya. Lalu, ia meraih baju gantinya dan berdiri di depan cermin, menatap dirinya untuk beberapa saat. Perlahan, pandangannya terhenti pada balutan perban di perutnya.
Ia terdiam beberapa saat. Tangannya terangkat, mengusap luka itu pelan. Lalu, detik berikutnya, tangannya mengepal erat, menyembunyikan gejolak yang sulit ia bendung dengan tatapan yang tajam.
Usai berganti pakaian, Evelyn memutuskan keluar kamar. Ia ingin berkeliling, mengenal lebih jauh rumah barunya. Namun, baru saja menuruni anak tangga, seorang pelayan sudah berdiri menyambutnya.
"Nona!" sapa pelayan itu dengan senyum ramah.
"Kau ... " Evelyn menatapnya heran.
"Saya Deby, pelayan yang diperintahkan tuan untuk melayani Anda, nona," jawab Deby sopan.
"Oh!" Evelyn mengangguk pelan, menoleh ke sekeliling ruangan sebelum kembali menatapnya. "Lalu, di mana suamiku?" tanyanya.
"Tuan sudah pergi, nona. Beliau berpesan agar anda lebih banyak beristirahat dan, mungkin tuan tidak akan pulang hari ini."
Evelyn hanya mengangguk tanpa banyak komentar. "Terima kasih, tapi, Aku ingin berkeliling dulu."
"Kalau begitu, Saya akan menemani Anda, nona."
Evelyn tersenyum tipis lalu melangkah lebih dulu, sementara Deby mengikutinya dari belakang. Mereka berkeliling, menelusuri setiap sudut rumah.
Jika di lantai atas hanya terdapat dua kamar, maka di lantai bawah ada ruang makan, ruang baca, dapur, serta ruang santai. Evelyn juga sempat keluar, menyusuri halaman yang tidak begitu luas.
"Apa kau tahu, kapan Jac membeli rumah ini?" tanya Evelyn tiba-tiba.
Deby sempat terkejut, namun ia berusaha menjawab dengan tenang. "Tuan membeli rumah ini beberapa hari setelah terjadi kebakaran, nona."
"Oh, begitu." Evelyn melirik dua penjaga yang berdiri di depan, lalu ekor matanya menangkap kamera pengawas yang terpasang di atas.
"Sepertinya suamiku sangat waspada. Sampai-sampai, dia memasang banyak kamera pengawas," ucap Evelyn.
"O-oh, i-itu ... "
"Pasti karena dia takut ada penyusup yang masuk," potong Evelyn.
"Hah?" Deby tampak bingung, namun, Evelyn justru tersenyum samar padanya.
"Penyebab kebakaran itu belum diketahui, bukan?" ucapnya, lalu melanjutkan langkahnya mendekati pos jaga.
Tapi, ia terkejut saat tiba-tiba seorang pria masuk dan langsung berbicara dengan kedua penjaga. Ia refleks menghentikan langkah, dengan tubuh yang sempat menegang, tapi ketika melihat wajah pria itu dengan jelas, ia menarik napas dalam, lalu kembali berjalan mendekat.
"Apa? Dia tidak ada di sini? Lalu, di mana dia?".tanya pria itu dengan nada geram.
"Bukankah tuan ada di ... " salah satu penjaga hampir menjawab, tapi terhenti ketika Evelyn menyela.
"Siapa kau?" tanya Evelyn.
Pria itu menoleh, begitu juga dengan para penjaga yang menahan ucapan mereka.
"Kau ... "ucap pria itu, menatap Evelyn dengan sorot takjub.
"Tuan Erick! Ada keperluan apa Anda kemari?" Deby buru-buru menyela.
"Oh, aku mencari Jacob. Di mana dia?" tanya Erick tanpa basa-basi.
"Tuan Jacob tidak ada di sini, tuan," sahut Deby.
"Apa? Benar-benar tidak ada? Lalu, di mana dia?"
"Mungkin di tempat kerja," jawab Deby hati-hati.
Erick berdecak kesal. "Ck, dasar merepotkan." Pandangannya kembali jatuh pada Evelyn, dengan senyum yang tersungging di bibirnya. "Aku ikut senang akhirnya kau sadar." Tanpa menunggu reaksi wanita itu, Erick segera berbalik dan masuk ke dalam mobilnya, meninggalkan Evelyn yang berdiri mematung dengan banyak pertanyaan di kepalanya.
Melihat nona nya yang diam, Deby buru-buru menjelaskan. "Dia adalah tuan Erick, sahabat tuan Jac."
"O-oh, begitu," lirih Evelyn.
Sementara itu, di gedung berlogo JL Company, tepatnya di ruang CEO, Jacob bersandar di kursinya dengan mata terpejam. Pikirannya berantakan saat bayangan Evelyn menanggalkan bajunya, terus menghantui kepalanya.
Ia mengumpat pelan, sambil meremas rambutnya. "Sial! Kenapa aku terus memikirkannya?" geramnya. "Tidak, ini salah. Aku tidak seharusnya menyembunyikan kamera pengawas di kamar. Setelah ini aku akan meminta Dean untuk mengambilnya."
Ya, kamera itu dipasang bukan tanpa alasan. Tapi, untuk mengawasi gerak-gerik Evelyn dan memastikan apakah Evelyn benar-benar hilang ingatan atau hanya berpura-pura. Jacob meminta Dean memasang CCTV di setiap sudut rumah. Namun, baru sehari berjalan, ia sendiri sudah dibuat panas dingin oleh wanita itu.
Meski begitu, tekad Jacob tidak goyah. Ia harus menemukan Jack dan LV, dan kuncinya ada pada Evelyn. Mau tidak mau, Evelyn harus mengingat semuanya.
"Sepertinya, Aku harus mencari cara lain," gumam Jacob, menatap kosong pada dokumen yang sejak tadi tidak tersentuh.
TOK! TOK! TOK!
Jacob mendongak saat pintu terbuka begitu saja. Alisnya langsung berkerut, melihat sosok yang lancang masuk ke ruangannya.
"Sepertinya, kau tidak diajari sopan santun oleh orang tuamu," ucap Jacob datar.
Pria itu hanya terkekeh. "Sejak kapan aku bersikap sopan padamu, hm? Biasanya, aku langsung masuk tanpa mengetuk pintu."
Jacob berdecak dan mencoba kembali fokus pada dokumennya. "Ada apa kau kemari, Rick?"
Erick melangkah santai lalu menjatuhkan diri di kursi depan Jacob. Ia mencondongkan sedikit tubuhnya, menatap lekat Jacob.
"Tadinya aku ingin marah padamu. Tapi, setelah melihat Evelyn, hatiku jadi sedikit terhibur."
Jacob spontan mendongak. "Kau menemuinya?"
"Tentu saja tidak. Aku datang untuk mencarimu. Tapi, tanpa sengaja justru bertemu dengannya. Aku hanya tidak menyangka, wanita secantik itu bisa disia-siakan oleh kekasihnya dan, sekarang justru ditipu olehmu," ujar Erick.
Jacob menyandarkan punggungnya , menatap Erick dengan dingin. "Aku tidak pernah menipunya."
Erick menyeringai. "Kau mengaku sebagai suaminya. Apa namanya kalau bukan menipu, hah?"
Jacob menarik napas panjang, tatapannya berubah tajam menusuk. Erick yang tadinya santai, langsung terkekeh kikuk dan menyandarkan punggungnya ke kursi.
"O-oke, aku diam."
Belum sempat ketegangan mereda, pintu kembali terbuka. Dean masuk dengan wajah serius dan langsung membungkuk hormat.
"Tuan, ada orang mencurigakan yang mencari nona di rumah sakit."
Jacob menyipitkan mata. "Benarkah?"
"Benar, tuan. Tapi, orang itu berhasil lolos saat kami mengejarnya."
Jacob mengetuk meja pelan, lalu menghela napas. "Tidak masalah. Setidaknya kita tahu, Jack sudah mulai bergerak."
Erick yang dari tadi memperhatikan, akhirnya bersuara. "Apa dia anak buah pria yang menyia-nyiakan Evelyn?"
"Kemungkinan besar, iya." Jacob menegakkan tubuhnya. "Dia pasti mencari Evelyn begitu tahu wanita itu masih hidup. Hanya saja, aku belum tahu tujuannya. Entah ingin menyelamatkan atau, justru menyingkirkannya."
"Kalau begitu, bukankah ini kesempatan bagus," ujar Erick.
"Apa maksud mu?" tanya Jacob.
"Bukankah kau sedang mencari keberadaan Jack? Kau bisa menjadikan Evelyn sebagai umpan," ujar Erick. "Maksud ku, biarkan Evelyn menampakkan diri. Buat anak buah Jack melihatnya. Dengan begitu, kau bisa menangkap orang itu dan menginterogasi nya atau, mungkin mengikutinya. Dan ... Kau juga bisa tahu, apakah Evelyn hanya pura-pura amnesia atau tidak, dengan melihat reaksinya saat bertemu pria itu. Tapi, jika aku jadi kau, aku akan menggunakan cara lain yang lebih efektif. Mau mencoba?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
septiana
wah cara apa itu Rick??
2025-09-13
1
@pry😛
nextkk
2025-09-13
1