memberitahu eyang

Lima bulan sudah Ghavi menyimpan amplop coklat besar yang diwasiatkan oleh kakeknya sebelum meninggal. Hatinya gamang antara memberitahukannya pada eyangnya atau tidak.

" Amplop apa itu, Nduk?"

Eyang Sosro tiba-tiba masuk kamar dan duduk diranjang samping cucunya. Terlihat amplop coklat ditangan cucunya yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu.

" Eh, Eyang," jawab Ghavi terkejut.

" I- ini, ini ...," sambungnya gugup.

" Ini apa, Nduk? Kalau ngomong yang jelas. Ini amplop apa? tunjuk Eyang Sosro.

Ghavi yang merasa tidak mampu menyampaikan masalahnya hanya menyorongkan amplop ditangannya pada Eyang Sosro.

Eyang Sosro pun mengambilnya dengan wajah bingung.

" Bukalah!" Hanya kata tersebut yang keluar dari bibir Ghavi.

Karena penasaran, wanita tua itupun membuka amplop yang sudah berpindah ketangannya.

Diambilnya isi amplop tersebut satu demi satu. Ada sertifikat sebidang tanah, selembar foto lama yang terdiri dari seorang laki-laki sekitar umur 30an tahun bersama seorang anak kecil bertubuh gempal sekitar umur 10 tahun dan selembar surat.

Dahinya berkerut saat membaca isi surat itu seakan mewakili keterkejutannya. Dibacanya lagi memastikan.

**Teruntuk, Ghavi Anakku,

Tak perlu banyak kata, sebab, waktu Ayah sudah tak banyak lagi.

Ayah hanya berharap, kamu mau memenuhi permintaan terakhir Ayah.

MENIKAHLAH DENGAN HANDY PUTRA DARMAWAN.

Tolong, berikan amplop ini pada Om Rudi Darmawan, teman Ayah.

Alamatnya ada dibalik foto.

Sertakan pula surat yang Ayah tulis ini. Beliau yang akan menjelaskan semuanya padamu.

Ghavi Anakku,

Maaf, sudah membebanimu.

Salam sayang, Ayah*.*

Eyang Sosro pun menatap cucunya dengan pandangan bingung. Dengan berat hati akhirnya Ghavi menceritakan semuanya, seperti yang kakeknya certiakan dulu.

#flashback on

" Ghavi, cucuku, kemarilah, Nak!"

Kakek Herman menyuruh cucunya untuk duduk diranjang tempatnya berbaring.

" Ada yang ingin Kakek sampaikan padamu."

Ghavi pun duduk ditepi ranjang disamping kakeknya penuh tanda tanya. Pasalnya, Ghavi sedang mandi saat Bu Yoyon memberitahukan jika kakeknya ingin bicara sesuatu yang penting.

Karena penasaran, acara mandi yang niatnya diawali dengan luluran akhirnya diurungkan. Mandinya pun kilat tak sampai sepuluh menit. Setelah selesai mengganti pakaian bersih, Ghavi bergegas kekamar sang kakek.

" Sebenarnya hal apa yang ingin kakek sampaikan?" tanyanya penuh ingin tahu.

" Begini, Kakek merasa sangat lelah dengan penyakit kakek ini. Kakek takut jika umur Kakek tidak akan lama lagi," ucapnya dengan mata menerawang langit-langit kamar.

" Kakek jangan bicara seperti itu. Yakinlah bahwa Kakek pasti sembuh."

Kakek Herman menggeleng pelan.

" Kakek ingin memberimu sesuatu, titipan dari almarhum ayahmu."

Kakek menoleh pada Pak Yoyon yang langsung mengangguk penuh tanggap.

Pak Yoyon yang sedari awal berdiri disamping kakek itupun segera memberikan amplop coklat besar yang biasa digunakan menyimpan berkas.

" Ini merupakan amplop yang berisi berkas-berkas dan surat wasiat ayahmu dulu sebelum meninggal."

Diserahkannya amplop tersebut pada Ghavi.

Kakek memulai ceritanya.

" Dulu ayahmu memiliki teman kuliah. Namanya Rudi Darmawan. Mereka satu angkatan tapi beda usia. Dari apa yang ayahmu ceritakan, Rudi menikah diumur yang masih sangat muda, yaitu duapuluh tahun," cerita kakek dengan napas sedikit tersengal.

" Rudi menikah karena kecelakaan akibat pergaulan bebasnya hingga terpaksa menikah muda. Dia pun terpaksa menunda kuliah dan baru mendaftar saat umurnya sudah dua puluh tiga tahun dan ayahmu sembilan belas tahun waktu itu."

Ghavi mendengarkan cerita kakek dengan serius.

Rudi harus bekerja keras untuk bisa menafkahi ibu dan anaknya yang masih kecil, mengingat dia diusir oleh istri dan mertuanya dua tahun setelah mereka menikah. Istrinya menggugat cerai Rudi menuruti kemauan orang tuanya karena mereka merasa tidak selevel sebab Rudi berasal dari keluarga miskin. Sementara keluarga Rudi sendiri hanya tinggal ibunya yang mulai sakit-sakitan.

Setelah resmi bercerai dengan istrinya, Rudi hijrah ke ibu kota memboyong ibu dan anaknya untuk mengadu nasib dan melanjutkan pendidikannya.

Awalnya Rudi bisa menjalani kehidupannya dengan baik-baik saja. Ada ibunya yang merawat anaknya sehingga dia bisa bekerja pada malam hari sebagai satpam dan kuliah pada siang harinya.

Namun, beberapa bulan kemudian ibunya kembali sakit-sakitan. Rudi pun merasa keteter membagi waktu antara pekerjaan, mengurus ibu dan anaknya serta kuliahnya.

Bukan hanya waktu, Rudi pun terkendala dengan masalah biaya pengobatan ibunya.

Dari situlah, Umar, ayah Ghavi terketuk hatinya. Selain karena rasa kemanusiaan, juga karena Rudi merupakan teman akrabnya dikampus.

Jika ada waktu luang, Umar sering membantu merawat Handy, anak Rudi, dan ibunya saat Rudi pergi bekerja. Terkadang Umar juga membelikan beberapa kardus susu formula untuk menunjang tumbuh kembang Handy kecil. Tak lupa juga membawa makanan untuk ibu Rudi. Itu semua Umar beli dari uang saku yang diberikan ayahnya yang dirasa lebih.

Umar merasa bersyukur lahir dari keluarga berkecukupan hingga tidak mengalami nasib seperti sahabatnya.

Hari-haripun berlalu. Rudi akhirnya berhasil menyelesaikan pendidikannya dan memutuskan pulang kampung dengan membawa serta ibu dan anaknya yang tumbuh dengan baik.

Kini Rudi telah menjadi insinyur pertanian yang sukses di kampung halamannya. Tak hanya itu, Rudi pun membagikan ilmu yang didapatnya pada warga yang berprofesi sebagai petani tentang bagaimana cara merawat, mengolah dan memasarkan produk pertanian yang dihasilkan dikampung halamannya.

" Ayahmu sangat berharap kamu mau memenuhi permintaan terakhirnya," ujar kakek mengakhiri ceritanya.

"Surat itu ditulis lima hari setelah kecelakaan." imbuhnya.

Mendengar kata kecelakaan, mata Ghavipun berkaca-kaca. Gadis itu jadi teringat kembali pada kejadian lima tahun lalu.

Waktu itu, usia Ghavi baru menginjak tiga belas tahun. Dia baru saja berlibur ketempat sepupu neneknya di Lembang, Bandung, bersama neneknya. Nenek meminta pulangnya dijemput anaknya sebab waktu itu Ghavi menolak naik bus yang menurutnya menakutkan. Bahkan Ghavi kecil meraung-raung tidak mau pulang kalau tidak dijemput orang tuanya. Akhirnya Umar dan istrinya pun menjemput.

Namun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Ditengah perjalanan tiba-tiba hujan badai turun dengan kencangnya. Umar dan istrinya pun mencari tempat berteduh.

Umar bermaksud memarkirkan mobilnya didepan sebuah minimarket saat tiba-tiba sebuah pohon besar peneduh jalan tumbang mengenai mobilnya. Umar mengalami luka berat dibagian kepala, sementara istrinya meninggal ditempat akibat tergencet pohon yang tumbang.

Umar langsung dilarikan kerumah sak8t oleh warga yang menolong. Dihari ketujuh, umar menghembuskan napasnya yang terakhir menyusul sang istri.

Begitu mendengar kabar bahwa anak dan menantunya kecelakaan, Nenek Herman terkena struke akibat serangan jantung. Satu tahun berselang, beliau pun meninggal.

Sementara itu Ghavi kecil mengalami autis karena trauma mendengar kecelakaan yang dialami orang tuanya. Gadis yang awalnya cerewet dan periang itu berubah jadi pendiam dan pemurung dan harus dibawa ke psikolog untuk terapi wicara. hingga berbulan-bulan lamanya.

" Ghavi, kamu kenapa, Sayang?!" tanya Kakek Herman melihat cucunya tiba-tiba menangis.

"Ti-tidak apa-apa, Kek! Ak-aku hanya teringat ayah dan ibu juga nenek," jawabnya terbata.

" Kuatkan hatimu. Ini semua sudah takdir Yang Kuasa," hibur kakaknya mengelus rambut lurus sebahu milik cucunya.

" Ini, simpanlah! Kau harus menyerahkan surat wasiat ini pada Rudi secepatnya mengingat kini kau sudah lulus SMA sesuai kesepakatan yang Rudi dan ayahmu buat."

Kakek Herman pun menyerahkan satu lagi amplop coklat yang entah apa isinya.

" Ini juga, simpanlah. Didalam sini ada semua berkas-berkas penting berupa sertifikat rumah, restaurant, kendaraan dan beberapa obligasi yang dapat kamu cairkan."

" Untuk apa semua ini kakek berikan padaku?!" tanya Ghavi bingung sembari menyeka sisa-sisa air matanya.

" Tentu saja untuk kau simpan. Semua itu Kakek berikan padamu. Kau berhak mewarisinya karena kau cucu Kakek satu-satunya."

" Tapi, Kek ... ," Ghavi menggelengkan kepalanya.

" Sudahlah. Terima saja. Itu juga tidak srmuanya. Sebab, Kakek sudah membaginya dengan yang lain dan kau akan tahu saat pengacara kakek membacakannya," tukasnya.

" Sama seperti ayahmu, Kakek juga punya permintaan padamu, Nak."

Kakek Herman menggenggam jemari cucunya penuh harap.

" A-apa itu, Kek? Jika aku bisa, ak-aku akan mengabulkannya," tanya Ghavi tersendat.

" Bantulah anak-anak panti asuhan yang membutuhkan. Disana banyak anak yatim. Dan harta yang kita miliki sekarang ada hak mereka. Sisihkan uang yang didapat dari restaurant dan kontrakan. Jika kita ikhlas, niscaya Tuhan akan menggantinya berlipat ganda," nasehat kakek.

" Baik, Kek!" Ghavi mengangguk setuju.

" Akan aku ingat pesan Kakek."

#flashback off

Terpopuler

Comments

erik yk

erik yk

ish mesti kakang ne harry
mesakne harry kak

2022-05-15

0

lihat semua
Episodes
1 pindah ke Jogjakarta
2 hari yang melelahkan
3 pertemuan yang tak terduga
4 dosen baru
5 memberitahu eyang
6 menyampaikan surat wasiat
7 Mungkinkah DIA?!
8 Pingsan
9 sebuah keputusan.
10 kalang kabut
11 Pergi bertiga
12 Pulang
13 menjenguk eyang
14 terbang ke Jakarta
15 sebuah pengakuan
16 sebuah pengakuan
17 jalani saja dulu
18 menjadi orangtua sehari
19 aku puas
20 Panggil aku 'Papa'
21 merajuk
22 Merasa dibodohi
23 Tidurlah dengan tenang dan bahagia
24 kesalah pahaman
25 Kalian orang yang berbeda
26 jangan panggil aku 'bapak' lagi
27 Kamu, tuh aneh, deh, Mas.
28 just information
29 hubungan yang rumit
30 persetujuan
31 tua asal kaya
32 kerumah sakit
33 Apa aku mengganggu?!
34 firasat
35 kalian?!
36 kejutan satu
37 kejutan dua
38 istilah roti tawar
39 sebuah pengakuan
40 kaget
41 mulai mencintainya
42 meninggal
43 menghibur atau meledek?!
44 sekilas info
45 pengumuman lagi
46 Telpon tengah malam
47 Sesak
48 Undangan
49 Say Thanks
50 Rekomendasi pertukaran mahasiswi
51 Tawaran ke Ausie ( juga)
52 Marah
53 perjalanan baru dimulai
54 bertemu dengan jagoan kecil
55 Tante Obat Gosok
56 Kecelakaan kecil
57 Gagal membujuk
58 Drama Pagi Hari
59 Malam Pertama Bintang
60 Belut
61 Baby ARISAN
62 Kedatangan Harry
63 Kabar yang Terlewat
64 Telpon dari Bintang
65 Menagih Oleh-oleh
66 Berjumpa dengan Teman Kecil
67 Bertemu Lagi ( 1 )
68 Bertemu Lagi ( 2 )
69 " Bisakah kita memulainya lagi dari awal?!"
70 Menahan Rasa Ingin ...
71 Menjenguk ( 1 )
72 Menjenguk ( 2 )
73 Tetangga Baru, Orang Lama
74 Meminta Ijin
75 Pulang Satu Mobil
76 Sekilas info
77 Seperti Seorang Ibu dan Anak
78 Jadi Penculik
79 Habis Dilahap Berdua
80 Habis Dilahap Berdua
81 Bertemu Om dan Tante Rudi ( Lagi )
82 Bertemu Om dan Tante Rudi ( Lagi )
83 Bertemu Om dan Tante Rudi ( Lagi )
84 Sekedar pemberitahuan
85 Calon
86 sekedar unek-unek saja
87 Keceplosan
88 Cemburukah Dia?!
89 Perkara Sayur
90 Kenyataan Pahit
91 Tamu Jauh
92 Maunty ( Mama-Aunty )
93 Berrebut Perhatian
94 Pilih Kasih
95 Andai Saja
96 Kabar Buruk
97 Tersinggung
98 Berkunjung ke Rumah Sakit
99 Tamu tak Diundang
100 Iri
101 Alergi
102 Seandainya saja ...
103 Gegara celengan
104 Kedatangan Vika
105 Memohon
Episodes

Updated 105 Episodes

1
pindah ke Jogjakarta
2
hari yang melelahkan
3
pertemuan yang tak terduga
4
dosen baru
5
memberitahu eyang
6
menyampaikan surat wasiat
7
Mungkinkah DIA?!
8
Pingsan
9
sebuah keputusan.
10
kalang kabut
11
Pergi bertiga
12
Pulang
13
menjenguk eyang
14
terbang ke Jakarta
15
sebuah pengakuan
16
sebuah pengakuan
17
jalani saja dulu
18
menjadi orangtua sehari
19
aku puas
20
Panggil aku 'Papa'
21
merajuk
22
Merasa dibodohi
23
Tidurlah dengan tenang dan bahagia
24
kesalah pahaman
25
Kalian orang yang berbeda
26
jangan panggil aku 'bapak' lagi
27
Kamu, tuh aneh, deh, Mas.
28
just information
29
hubungan yang rumit
30
persetujuan
31
tua asal kaya
32
kerumah sakit
33
Apa aku mengganggu?!
34
firasat
35
kalian?!
36
kejutan satu
37
kejutan dua
38
istilah roti tawar
39
sebuah pengakuan
40
kaget
41
mulai mencintainya
42
meninggal
43
menghibur atau meledek?!
44
sekilas info
45
pengumuman lagi
46
Telpon tengah malam
47
Sesak
48
Undangan
49
Say Thanks
50
Rekomendasi pertukaran mahasiswi
51
Tawaran ke Ausie ( juga)
52
Marah
53
perjalanan baru dimulai
54
bertemu dengan jagoan kecil
55
Tante Obat Gosok
56
Kecelakaan kecil
57
Gagal membujuk
58
Drama Pagi Hari
59
Malam Pertama Bintang
60
Belut
61
Baby ARISAN
62
Kedatangan Harry
63
Kabar yang Terlewat
64
Telpon dari Bintang
65
Menagih Oleh-oleh
66
Berjumpa dengan Teman Kecil
67
Bertemu Lagi ( 1 )
68
Bertemu Lagi ( 2 )
69
" Bisakah kita memulainya lagi dari awal?!"
70
Menahan Rasa Ingin ...
71
Menjenguk ( 1 )
72
Menjenguk ( 2 )
73
Tetangga Baru, Orang Lama
74
Meminta Ijin
75
Pulang Satu Mobil
76
Sekilas info
77
Seperti Seorang Ibu dan Anak
78
Jadi Penculik
79
Habis Dilahap Berdua
80
Habis Dilahap Berdua
81
Bertemu Om dan Tante Rudi ( Lagi )
82
Bertemu Om dan Tante Rudi ( Lagi )
83
Bertemu Om dan Tante Rudi ( Lagi )
84
Sekedar pemberitahuan
85
Calon
86
sekedar unek-unek saja
87
Keceplosan
88
Cemburukah Dia?!
89
Perkara Sayur
90
Kenyataan Pahit
91
Tamu Jauh
92
Maunty ( Mama-Aunty )
93
Berrebut Perhatian
94
Pilih Kasih
95
Andai Saja
96
Kabar Buruk
97
Tersinggung
98
Berkunjung ke Rumah Sakit
99
Tamu tak Diundang
100
Iri
101
Alergi
102
Seandainya saja ...
103
Gegara celengan
104
Kedatangan Vika
105
Memohon

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!