Sudah satu jam Harry berada digedung Fakultas Ekonomi. Namun, berhubung waktu yang dijanjikan untuknya masih lumayan lama, jadi ia memutuskan untuk berkeliling saja. Sudah sebagian besar gedung ia lewati sekedar ingin tahu kondisi lingkungan barunya itu. Langkah kakinya berbelok kesebuah kantin kampus.
Baru akan masuk kantin, serombongan mahasiswi mengerumuninya meminta berkenalan.
Dia berusaha bersikap acuh pada salah satu mahasiswi yang mengulurkan tangan meminta berkenalan. Langkah kakinya terus memasuki kantin dan memesan kopi.
Bukannya sombong, Harry hanya malas saja menanggapi para mahasiswi yang bersikap sok kecentilan itu. Menurutnya jika sekali diberi perhatian, mereka akan terus mancari cara untuk diperhatikan.
Dan mengingat keberadaannya dikampus sebagai dosen baru, dia tidak ingin reputasinya jelek karena tidak bisa menjaga wibawa.
Setelah mendapatkan pesanan kopinya, Harry beranjak mencari tempat duduk. Berhubung boleh saya ikut duduk disini, sepertinya sedang jam istirahat, kantin pun penuh sesak oleh para mahasiswa dan beberapa dosen yang ingin beristirahat sembari menikmati menu yang disediakan kantin kampus.
Akhirnya satu kursi kosong jadi incarannya. Tempatnya berada dipojok kantin dan sedikit terhalang oleh seorang mahasiswi yang terlihat sibuk dengan benda pipih ditangannya.
" Ekhem .... Maaf, boleh saya ikut duduk disini, sepertinya hanya kursi ini yang kosong," Hari menunjuk kursi disebelah mahasiswi yang terlihat asyik memainkan ponselnya.
" Bo-leh. Kkau ...!"
Gadis itu mendongak bermaksud mengijinkan. Namun, begitu mendongak dia terkejut melihat Harry yang ada didepannya. Begitupun dengan Harry. Dia juga terkejut begitu melihat gadis itu ternyata adalah gadis yang ditemuinya dibus beberapa bulan lalu.
Harry benar-benar tidak menyangka akan bertemu lagi dengan gadis yang pernah dirampas earphonnya karena sudah mengacuhkan pertanyaannya waktu itu.
" Kau, kan ..." tunjuk Harry pada gadis itu terkejut.
Belum sempat Harry menyelesaikan kalimatnya, seseorang menepuk bahunya dari belakang.
" Pak Harry, Anda saya cari kemana-mana ternyata ada disini. Anda disuruh keruangan Rektor sekarang."
Pak Ardi, orang yang menepuk bahunya tadi.
" Ah, kau, Mas. Seperti sama siapa saja pakai bahasa formal begitu," jawabnya tersenyum simpul.
" Haha ... Ayo, kita temui Rektor dulu," ujar Pak Ardi mengajak rekannya pergi meninggalkan kantin. Kopi yang belum sempat diminum diletakkan dimeja Ghavi tanpa bicara apapun lagi.
Langkahnya yang panjang mengikuti Pak Ardi yang sudah berjalan lebih dulu.
" Kamu kenal orang itu, Vi?" tanya Juna yang sejak tadi penasaran.
" Enggak, kok," jawab Ghavi mengendikkan bahu.
" Tapi tadi reaksi kalian seperti orang yang sudah saling kenal?!" timpal Risa yang juga penasaran.
" Iya, tadi aku pikir juga begitu," sahut Juna.
" Beneran," jawab Ghavi sambil melempar cup bekas minumnya ketempat sampah.
" Yah, kami emang pernah ketemu sekali. waktu itu aku sedang dalam perjalanan ka Jogja, terus kebetulan kami satu deretan bangku. Itu saja," terang Ghavi tanpa menceritakan perseteruannya dengan Harry waktu dalam bus.
" Ooohh ..."
Kedua teman Ghavi ber-oh kompak.
" Ya, sudah, yuk! sudah waktunya masuk kelas, nih," ajak Risa kemudian.
Mereka bertiga pun pergi menuju kelas masing-masing.
***
Suasana kelas Ghavi yang terdengar riuh itu sontak senyap begitu Pak Ardi masuk.
" Anak-anak, mohon perhatiannya sebentar. Berhubung saya ada beasiswa dari pihak kampus, saya bermaksud melanjutkan studi S2 saya di Australia. Jadi, saya tidak akan mengajar kalian lagi untuk beberapa tahun kedepan."
" Terus, yang gantiin Bapak siapa?" celetuk Gugus siketua kelas.
"Nah, untuk itulah saya sudah menyiapkan pengganti saya," jawabnya memberi kode pada seseorang yang berada dibalik pintu. Orang itupun masuk sesuai instruksinya.
" Nah, ini pengganti saya. Beliau lulusan sini juga. Kebetulan beliau ini adik kelas saya. Perkenalkan, namanya Pak Harry Putra Darmawan atau lebih akrab disapa Pak Harry," terang Pak Ardi.
Ghavi yang duduk dibangku paling belakang dan kurang mendengar penuturan Pak Ardi sebab sedang ngobrol dengan Dina itupun sontak menatap kedepan begitu mendengar nama Harry disebut.
Matanya membulat begitu melihat Harry berdiri disamping Pak Ardi yang dikenalkannya sebagai dosen pengganti.
'Eh, tunggu, siapa tadi nama belakangnya, Darmawan??!' gumamnya.
' Sepertinya aku pernah mendengar nama itu, tapi dimana, ya?' pikirnya.
" Mohon kerja samanya. Semoga kalian bisa menerima saya dengan baik sebagai dosen pengganti Pak Ardi," ucap Harry membungkukkan badan.
" Baik, lah. Sampai disini ada pertanyaan??"
" Bapak sudah punya pacar belum. Atau, Bapak sudah menikah??" tiba-tiba Dina nyeletuk yang kontan mendapat sorakan dari teman sekelasnya.
" Huuu ..."
" Ya, siapa tahu saja Bapak masih single, kan saya punya kesempatan untuk mendekati Bapak," sambung Dina dengan percaya dirinya.
Harry mengedarkan pandangan kearah Dina. Namun, matanya bersirobok pada gadis mungil disamping Dina. Senyum simpul terukir disudut bibirnya meski tak kentara.
" Ehmmm ..." Harry berdehem.
" Saya masih single, tapi saya sedang berusaha dekat dengan seorang gadis," jawabnya menatap Ghavi.
" Wah, kamu tidak ada harapan, Din. mending kamu sama aku saja," celetuk Gugus dari bangku depan.
" Huuu ..."
Kelas kembali riuh.
" Saya rasa cukup untuk perkenalannya, ya. Untuk kedepannya, jika kalian mengalami kesulitan, silakan hubungi Pak Harry.
Pak Ardi berusaha menenangkan kelas kembali.
" Yaa, Pak," jawab mereka kompak.
" Kalau begitu, silakan, Pak Harry bisa memulai kelas. Saya permisi!" Pak Ardi pun pamit meninggalkan kelas.
Harry pun mengangguk. Kelas menjadi sunyi setelah Harry mulai mengajar sebagai dosen baru hingga jam berakhir hari itu.
***
Ghavi tengah menunggu Risa dan Juna diparkiran. Sebuah motor sport tiba-tiba berhenti didepannya. Ghavi tidak tahu siapa pengendara motor yang berhenti didepannya itu sampai sipemilik motor membuka kaca helm.
" Eh, Pak Harry. Siang, Pak," sapanya berusaha sopan.
" Kau mau pulang, dimana rumahmu biar aku antar," ujar Harry.
" Eh, tidak usah, Pak. Saya sedang menunghu teman untuk pulang bareng," tolak Ghavi cepat.
" Tidak usah formal begitu, kita, kan sudah kenal. Panggil namaku saja," jawabnya sok akrab.
"I- iya. Tapi maaf, saya sedang menunggu teman."
"Ckk ... saya lagi," decih Harry kesal.
" Sudah kubilang jangan bersikap formal jika sedang diluar kampus. Harry. H-A-R-R-Y."
Harry mengeja namanya penuh penekakan.
"Tapi ..."
" Tidak ada tapi," sambarnya cepat.
" Lagipula aku bukan bapakmu. Oh, ya, ngomong-ngomong aku tidak mengira akan bertemu kau disini. Kupikir kau mendaftar di Universitas Negeri seperti katamu waktu itu," lanjutnya.
" Iya. Eyangku tidak mengijinkan. Katanya itu terlalu jauh dari rumah. Makanya sa- , aku mendaftar disini."
" Memangnya kamu tinggal dimana?"
" Dijalan xx no.5."
" Owh ."
Harry manggut-manggut paham.
Tak berselang lama, muncul Risa dan Juna yang sudah berada didalam mobil Juna. Ghavi pun pamit.
" Maaf, itu teman-temanku sudah datang. Kalau begitu aku duluan," pamit Ghavi menuju mobil Juna.
" Baiklah. Kuharap kedepannya kita bisa menjadi teman," timpal Harry mengangguk.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
erik yk
semangat kak
2022-05-15
0