Empat bulan sudah Ghavi tinggal diJogjakarta. Hari-harinya dipenuhi dengan kesibukannya kuliah. Seperti hari ini misalnya, gadis mungil yang tingginya tidak sampai 150 cm itu tengah duduk di perpustakaan. Tangannya yang memegang alat tulis sesekali menuliskan sesuatu dibuku catatan. Kadang ia juga menggigit ujung alat tulisnya tampak sedang berpikir.
" Hai! Serius amat, sih kelihatannya."
Sebuah suara mengagetkannya. Ghavi pun menoleh sumber suara.
" Eh, kau, Jun. Kukira siapa," Timpal Ghavi sambil mengelus dada, kaget.
Sedang yang bersangkutan langsung duduk dikursi kosong sebelah Ghavi.
" Hehe ..." cengirnya lebar.
" Lagi ngerjain apaan, sih?" lanjutnya melihat beberapa buku yang berserakan dimeja Ghavi.
" Oh, ini, nih tugas dari Pak Ardi. Beliau memberi tugas supaya bikin skema perencanaan penjualan produk. Tapi aku lagi bingung, kira-kira produk apa yang sekiranya bagus dan memasyarakat, " jawab Ghavi membeberkan masalah tugasnya.
" Oh, gitu. Mmm ... apa, ya?" Juna ikut-ikutan berpikir.
Juna merupakan anak tingkat dua jurusan hukum. Mereka bertemu saat pertama kali ospek. Waktu itu Juna terburu-buru menuju parkiran tanpa mengalihkan matanya dari ponsel ditangannya sehingga menabrak Ghavi yang sedang berdiri menunggu Aksan memarkirkan mobilnya.
#Flashback on
" Bruukk!!"
Seorang laki-laki menabrak Ghavi yang sedang berdiri diparkiran, menunggu Aksan memarkirkan mobil yang mengantarnya kekampus. Hari itu merupakan hari pertama Ghavi ospek. Karena kebetulan Aksan juga masih ada beberapa keperluan dikampus, akhirnya mereka berangkat bersama. Sedang Risa sudah berangkat lebih dulu diantar pamannya yang juga mewakili orang tua Risa untuk mengurus administrasi yang belum selesai.
" Aukh ..."
Ghavi mengaduh merasa punggungnya ditabrak seseorang dari belakang hingga membuatnya sedikit terhuyung.
" Eh, so-sorry!" ucap orang itu sembari mengatupkan tangannya tanda permintaan maaf.
Ponsel ditangannya terus berdering meminta jawaban.
" Kenalkan, namaku Arjuna. Panggil saja Juna," lanjutnya menyodorkan tangan.
" Mm ... Ghavi," jawab Ghavi membalas jabatan tangan.
" Sekali lagi, maaf! Aku nggak sengaja. Ok, aku lagi buru-buru. Duluan, ya."
Tanpa menunggu balasan dari Ghavi, Juna berlari menuju mobilnya seolah dikejar bunyi telepon yang terus menjerit.
" Vi, kok bengong. Ada apa"
Terdengar suara Aksan yang entah sejak kapan disampingnya mengagetkan keterdiaman Ghavi yang masih menatap kepergian mobil Juna yang kian jauh.
" Eh, oh ... nggak, kok. Itu tadi ada cowok nabrak aku, " jawab Ghavi terkejut.
" Tapi kamu nggak apa-apa, kan?!" tanya Aksan khawatir.
" Enggak, kok. Aku nggak apa-apa. Ya, sudah, yuk!"
Ghavi pun mengajak Aksan memasuki gedung. Mereka berpencar sesuai tujuan masing-masing.
" Entar mau ditunggu atau ..."
" Nggak usah. Mas Aksan pulang duluan saja. Ntar aku pulang bareng Risa sekalian mampir beli pesanan Eyang."
" Oh, ya sudah kalau begitu. Hati-hati!"
Ghavi mengangguk lalu mengacungkan jempolnya kemudian bergegas masuk kelapangan tempatnya ospek.
Dan sejak kejadian itu mereka sering dipertemukan diberbagai kesempatan. Risa pun dikenalkannya juga dilain pertemuan yang mempertemukan keduanya untuk ketiga kalinya.
Hingga sekarang mereka bertiga tampak sering terlihat bertiga meski jurusan ketiganya berbeda. Ghavi mengambil jurusan ekonomi managemen, sedangkan Risa memilih jurusan administrasi perkantoran. Sementara Juna memenuhi keinginan orang tuanya untuk mengambil hukum, sebab, orang tua Juna sangat berharap anaknya mau mengikuti jejak sang ayah yang berprofesi sebagai pengacara.
Mereka pun sering menghabiskan waktu bersama. Kadang dikantin, tempat parkir atau perpustakaan. Tak jarang pula mereka pergi menghabiskan akhir pekan dimall seperti anak muda yang lain.
#flashback off
" Ghaviiii ...!!!"
Sebuah suara pekikan tertahan menuju kearah Ghavi dan Juna.
Ghavi melotot pada sosok perempuan yang memanggil namanya. Mengisyaratkan untuk tidak berisik mengingat keberadaan mereka yang ada diperpustakaan.
" Sssttt ...!!!"
Diletakkannya jari telunjuk Ghavi dibibirnya.
" Jangan berisik bisa, nggak, sih. Mau kamu dimarahin Bu Sari," celetuk Juna ikut-ikutan melotot.
Sedang yang diperingatkan langsung menutup mulutnya dengan tangan kanan. Tubuhnya langsung dijatuhkan didepan Ghavi dan Juna.
" Ups, sorry!" jawabnya nyengir.
" Habisnya aku, tuh nyari kamu di kantin dari tadi nggak ketemu. Tahunya disini," tukasnya.
" Kenapa kamu berpikir aku ada dikantin?" jawab Ghavi mengernyitkan dahi.
" Ya, soalnya jam istirahat. Biasanya kan kamu suka dikantin kalau jam istirahat. Mojok sambil minum es d*lgona yang lagi viral itu," jawab Risa menebak.
" Terus, tahunya sekarang aku disini?"
" Emang kemana lagi tempat favorit kita kalau bukan dikantin dan disini??!"
Risa malah balik bertanya.
" Hehe ... Iya juga, sih."
" Eh, gimana, Vi.. Jadinya kamu mau bikin apa buat tugas kuliah dari Pak Ardi?"
Risa bertanya saat melihat dimeja banyak buku berserakan dan juga buku catatan didepan cucu majikan ibunya itu.
Meski begitu, sikap Ghavi selalu baik padanya. Bahkan berkat bujukan Ghavi pada ibunya itulah sekarang Risa bisa melanjutkan kuliah.
" Hm, aku belum yakin mau bikin apa. Tapi aku sudah punya gambaran, sih. Hanya saja aku perlu survey dulu."
Ghavi dan Risa masih terus asyik membahas tugas Ghavi yang harus dikumpulkan minggu depan.
Juna yang merasa diacuhkan pun mulai bosan dengan kedua cewek sahabatnya itu.
" Huft, yang udah ketemu belahan jiwa, lupa, deh sama yang disebelahnya," celetuk Juna manyun.
" Hahaha ...!!!"
Dua sahabat itu lantas tertawa kompak mendengar gerutuan Juna.
" Sstt ...!!"
Bu Sari memberi kode agar mereka tidak berisik. Ghavi dan Sari pun malu dengan peringatan itu.
Dengan cekatan Ghavi membereskan buku-buku yang dia pinjam tadi sebagai bahan referensi dan mengembalikannya pada Bu Sari.
" Ini, Bu. Bukunya sudah. Terima kasih dan maaf sudah membuat kegaduhan."
Ghavi menyodorkan buku-buku ditangannya pada Bu Sari. Setelang mendapat anggukan, gadis itu langsung ngacir menyusul dua sahabatnya yang terlebih dulu keluar perpustakaan.
" Huft ..."
Ghavi menghela napas kasar. Untung dia cepat keluar. Kalau tidak, entah ceramah apa yang akan diterimanya dari Bu Sari. Terlalu sering sudah dia mendapatkannya.
"Hihihi ...!!!"
Risa dan Juna terkikik geli melihat raut wajah Ghavi yang kini ditekuk. Dia memang yang selalu kena nasihat Bu Sari karena dua sahabatnya selalu berhasil melarikan diri. Padahal, Risa dan Juna juga ikut andil disetiap kegaduhan yang mereka buat.
" Ngapain kalian tertawa. Senang lihat teman sengsara??" gerutu Ghavi kesal.
" Sorry, deh sorry!"
Juna merangkul pundak sahabatnya agar tidak marah lagi.
" Mending, tuh kepala diademin pakai es favorit kamu. Biar nggak meledak," bujuk Juna membawa Ghavi kekantin.
Risa hanya diam mengikuti langkah Juna yang setengah menyeret Ghavi supaya cepat sampai kekantin. Dia tahu persis bagaimana Ghavi. Semakin dijawab semakin ngambek. Jalan Satu-satunya memang dirayu dengan minuman kesukaannya.
"Pokoknya aku mau pesan dua cup, ya," pinta Ghavi mash dengan muka manyun.
" Iya. Lima cup juga boleh, kok. Kamu, kan lagi masa pertumbuhan, jadi harus banyak asupan."
Juna menarikkan kursi pada Ghavi begitu mereka sampai dikantin.
Ghavi melotot. Dia palingvtidak suka dianggap seperti anak kecil dalam masa pertumbuhan, meski tubuh mungilnya terlihat jelas seperti anak tiga belas tahun yang sedang dalam masa pertumbuhan.
" Aku juga, dong ditraktir. Aku juga sedang masa pertumbuhan, nih," rengek Risa duduk disamping Ghavi. Sementara Juna memesan minuman.
" Enak saja. Bayar sendiri."
" Kamu, tuh perhitungan amat jadi cowok. Masa cuma Ghavi saja yang ditraktir," sungut Risa mencebikkan bibir.
" Biarin, wheee ...!" Juna memeletkan lidahnya.
Begitulah mereka. Meski terlihat tidak akur, nyatanya mereka yang saling melengkapi. jika salah satu dari mereka ada yang kurang, maka suasananya tidak sehangat saat bertiga.
***
" Eh, dengar-dengar ada dosen baru, lho. Katanya dia bakal ngajar di kelas ekonomi," celetuk Risa menyambar minuman ditangan Juna.
" Ya, elaaah. Sabar napa, Non." Juna mendumel datang-datang langsung diserobot.
" Kata si Dewi orangnya juga cakep. Aku jadi penasaran, seganteng apa, sih dia?!"
Risa masih terus saja nyerocos tanpa mempedulikan dumelan Juna. Diseruputnya minumannya hingga setengah.
" Kamu haus apa doyan, Sa. Kayak nggak pernah minum saja."
Ghavi melihat ilfil Risa. Namun sepertinya Risa tidak peduli. Dia kembali menyeruput minumannya hingga tandas. Diambilnya lagi minuman didepan Juna. Lagi-lagi diseruputnya hingga setengah.
" Eh, eh ... Itu punya aku, tahu. Main serobot saja. Lagian kamu kesambet apaan, sih. minum kayak orang kesurupan gitu," omel Juna.
Dirinya sedang asyik dengan ponselnya sehingga tidak sadar minumannya sudah beralih tangan.
" Tahu, tuh bocah. Kayak nggak minum seminggu lamanya."
Tiba-tiba terdengar suara riuh dari arah pintu masuk kantin. Disana tampak kerumunan Dewi and the gank mengelilingi seseorang.
Dari postur tubuhnya yang tinggi, sepertinya orang itu laki-laki sebab dari jauh terlihat kepalanya dengan rambutnya yang cepak.
" Kenalan, dong, Pak. Bapak yang katanya dosen baru, ya?!"
Dewi mulai pasang aksinya.
Ya. Dewi and the gank merupakan anak ekonomi tingkat atas, setingkat dengan Juna. Itu artinya satu tingkat diatas Ghavi.
Mereka mengaku anak-anak orang berada. Apalagi ditambah cara mereka berpakaian dan aksesoris yang dipakainya, meyakinkan memang.
"Aku Dewi Cantika, Pak. Panggil saja Dewi," katanya memperkenalkan diri.
Tangannya mengulur meminta perkenalan.
Sedang orang itu sepertinya acuh saja. Terbukti dia terus melangkah masuk tanpa menyambut uluran tangan Dewi yang ada didepannya.
Dewi pun terlihat kesal menghentakkan kakinya. Akhirnya Dewi and the gank memutuskan pergi dari kantin. Rupanya dia merasa diabaikan oleh dosen baru itu. Apalagi kantin masih cukup ramai dan dia jadi pusat perhatian.
"Huuuuu ...!"
Terdengar sorakan mengiringi kepergian Dewi dan temannya.
" Ehem .... Maaf, boleh saya ikut duduk disini, sepertinya hanya kursi ini yang kosong," tunjuk seseorang pada kursi disebelah Ghavi.
Ghavi yang sedang membalas chat dari Liana pun menoleh.
" Bo-leh. Kkau ...??!" Ghavi pun terkejut siapa gerangan orang yang memintanya duduk dikursi disebelahnya. Tangannya menunjuk dada orang itu.
"Kau, kan ...?!"
Orang itu juga menunjuk Ghavi tak menyelesaikan kalimatnya. Dia juga terkejut melihat gadis mungil yang pernah ditemuinya beberapa waktu lalu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Crystal
Harry kan, ya?? Yg pernah ketemu di bus
2022-09-13
0