Alasan Luka Tercipta
Seorang perempuan masih setia menatap segelas kopi latte di sudut kafe, tempatnya terduduk merenung. segelas kopi yang sudah dia pesan dari dua jam yang lalu. Tak memiliki niat untuk menyentuh gelas tersebut, hanya duduk diam menatap kosong pada gelas tersebut. berharap bisa menemukan jawaban dari setiap pertanyaan yang sedang mengganggunya.
Perempuan yang memiliki paras mempesona dengan rambut terurai sebahu. hingga akhirnya dia menyerah lalu mengeluarkan satu lembar uang seratus ribu dan meletakkannya di samping gelas kemudian berlalu pergi meninggalkan kafe tersebut dengan ekspresi yang sulit dibaca.
"Aneh!" ucap seorang laki - laki yang memperhatikan sosok perempuan tersebut dalam diamnya. "Lintang, sorry ya telat" ucap perempuan yang tinggi semampai sambil menggeser kursi untuk mendudukkan dirinya. "Never mind, jadi gimana?" Tanya Lintang to the point dengan tujuan pertemuan mereka. "Gue udah sampaikan usulannya ke ketua sispala, tinggal tunggu keputusan mereka" jelas Dian sambil tersenyum manis pada pria yang menjadi dambaannya itu.
"kapan mereka memberi surat jawabannya?" tanya Lintang kembali
"mereka juga perlu waktu untuk mendiskusikan hal tersebut, belum lagi meminta persetujuan dari sekolah. mungkin itu hal yang tidak mudah" jelas Dian membaca buku menu yang ada di meja bersiap untuk memesan.
Tok tok tok
suara pintu yang diketok pelan. "Non sarapannya sudah siap!" ucap bi Saron dari balik pintu. "Iya bi, lima menit lagi aku turun" kata Tania yang masih memandangi pantulan dirinya dari cermin rias.
Hufft "kamu kuat, kamu bisa lakukan ini. ini nggak akan sulit" batin Tania menguatkan dirinya sendiri.
"Pagi!" sapa Tania mengambil tempat di meja makan yang suasana dinginnya menjalar ke seluruh ruangan mewah itu.
"Hmmm" sahut Mahendra Wijaya mengalihkan pandangannya pada putrinya. "urusan transfer kamu di sekolah itu sudah beres!" tambah Hendra kembali fokus pada note book yang ada di pankuannya.
"disana sudah ada indah yang akan membantu kamu selama di sana" ucap Hendra yang hanya dijawab anggukan kecil tania.
"Kenapa sih harus sekolah itu?" Tanya Sonia nyonya wijaya membuka suara.
"Kenapa nggak disekolah kit?" tanya Sonia kembali menatap tania yang terlihat diam menikmati sarapannya sendiri.
"Gimana kalau teman - teman mama tahu sekolah kamu?" Serentetan pertanyaan Sonia yang hanya dijawab dengan bahu tania yang terangkat. Tak berniat menjawab pertanyaan sang bunda yang semakin mengernyitkan dahinya.
"Terserah kamu saja, yang penting jangan membawa keluarga wijaya dalam masalah" pasrah Sonia yang paham sikap anaknya yang sama keras kepalanya dengan suaminya.
"Aku sudah selesai, aku berangkat duluan" ucap Tania mengambil ransel biru putihnya. tak ingin berbincang dengan orangtuanya "Kamu diantar supir saja" saran Hendra yang mengerti arah tatapan Tania. "Aku naik motor saja pi" tolak Tania, setelah kepulangannya dia hanya ingin terbebas dari semua hal yang berkaitan dengan keluarganya.
"Kalau nggak mau, nggak usah sekolah yang jauh. di sekolah kita mungkin lebih baik, kamu juga bisa tinggal di asramanya" ucap Hendra dengan penuh penekanan tak ingin anaknya kembali menjauh darinya. "baiklah, aku berangkat sekarang" ucap Tania kesal.
"Slamat pagi non, udah mau berangkat?" Ucap pak Dadang supir keluarga tania.
"Iya pak" ucap Tania membuka pintu mobil agar dirinya segera pergi dari rumah itu. "Udah nggak ada yang ketinggalan kan non?" Tanya pak Dadang memastikan setelah menyalakan mesin mobil.
"Nggak ada pak" jawab tania dari kursi belakang pengemudi.
Selama perjalanan pak dadang hanya diam dan fokus pada jalanan. tak berniat mengobrol dengan tania yang baru kembali, meski sesekali melirik nona mudanya melalui kaca spion memastikan ekspresi wajahnya.
sedang Tania hanya termenung dengan pandangan keluar mobil yang menampakkan keramaian kota yang mulai terbangun dari lelapnya malam.
"Pak sampai di sini saja" ujar Tania setelah gerbang sekolah mulai terlihat
"tapi non bentar lagi nyampe, saya anter sampai ke dalam saja yah!" ucap pak Dadang menawarkan diri.
"tidak usah pak, cukup sampai disini saja pak" jelas tania bergegas mengenakan ranselnya. "Yaudah non, hati - hati ya!" Ucap pak Dadang setelah menepikan mobil. karena dia tak akan mampu menolak perintah dari anak majikannya tersebut.
Setelah mobil yang dikendarai pak Dadang mulai menghilang dari pandangan, tania segera bergegas membenahi penampilannya. memakai kaca mata tak berlensa dan mengucir rambutnya yang sebelumnya terurai indah. Kini dirinya bukan lagi tania feminim tapi tania yang sederhana dan akan tetap manis seandainya ada sedikit senyum di bibirnya.
Tok tok tok
"Selamat pagi" ucap tania sebelum memasuki ruangan guru yang dijawab beberapa pengajar dari dalam ruangan tersebut.
"Kamu pasti tania" ucap seorang pengajar wanita menghampiri tania.
"Iya bu" jawab tania dengan hati - hati.
"Saya bu indah, masuk dulu!" kata bu indah kembali masuk ke ruang guru yang disusul tania di belakang.
"Bu saya boleh minta tolong" ucap tania setelah sampai di meja bu indah.
"Iya katakan saja" jawab bu indah dengan nada santai.
"Bisa tolong rahasiakan identitas saya selama saya bersekolah disini" pinta tania. "Alasannya?" tanya bu indah mengerutkan keningnya.
permintaan yang aneh, anak seorang pebisnis nomor satu di kota tersebut ingin dirahasiakan identitasnya, bukankah akan lebih bagus kalau dirinya memperkenalkan diri ke khalayak umum. sehingga semua proses yamg akan dia lalui akan terasa mudah.
"Saya hanya ingin bersekolah seperti anak - anak pada umumnya tanpa perlakuan khusus, dan tanpa ada sangkut pautnya dengan keluarga wijaya" jelas tania tertunduk dengan suara yang pelan berharap orang lain tak mencuri dengar.
"Baiklah saya akan mencoba yang terbaik. mari saya antar kamu ke kelas, karena kepala sekolah sedang berada di luar kota jadi kamu bisa langsung belajar hari ini. untuk berkas kepindahan kamu sudah saya urus" jelas bu indah bergegas pergi menuntun langkah tania
"Slamat pagi semua, hari ini kita kedatangan murid baru" ucap bu indah setelah memasuki ruangan yang bertuliskan grade XI IPA 1. "Pagi bu" jawab anak - anak dengan serentak dengan senyum yang ramah.
"Silahkan perkenalkan diri kamu!" ucap bu indah menatap tania yang berdiri di sampingnya.
"Perkenalkan nama saya tania, saya pindahan dari sekolah darmawangsa. untuk kedepannya mohon bantuannya" tutur tania memperkenalkan diri dengan wajah dinginnya.
nama lengkapnya Tania Angelika Wijaya. namun, sudah keputusannya untuk tak dikenal dan tak ingin terlibat dengan banyak orang.
"Hai, aku tika" ucap perempuan dengan yang duduk disebelah tania sambil mengulurkan tangannya. "Tania" kata tania menyambut uluran tangan gadis tersebut.
"Udah tahu hehehe" kata tika dengan nada kikuk yang membuat tania tersenyum tipis.
Entah keputusannya untuk kembali sudah merupakan langkah yang terbaik. kembali ke tempat yang pernah memberinya banyak kenangan. kenangan yang sangat ingin dia lupakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments