"Apa yang harus kita lakukan sebagai pasangan suami istri di hari pertama?" Ishani mendongak menatap suaminya yang hanya memakai kaos lengan panjang. Hatinya murahan sekali, kenapa harus dengan Kalanza?. Kenapa ia harus jatuh cinta pada laki-laki yang sama ini berulang kali
"Jangan terus menatapku, aku tau aku tampan, aku takut kamu jatuh cinta denganku"
"Percaya diri sekali. Memang apa yang biasa dilakukan pasangan suami istri harusnya di hari pertama?" Dua orang aneh itu malah berdiskusi layaknya membahas suatu bisnis penting
"Entahlah. Tapi karena sekarang kita adalah pasangan, apa kamu mau berkencan denganku istriku?" Wajah Ishani memerah mendengarnya, ia mengumpat dalam hati kenapa hatinya murahan sekali dengan kata-kata manis buaya satu ini?
"Sepertinya bukan ide yang buruk. Jadi kita akan pergi kemana suamiku?" Ia membalas dengan nada kalimat yang sama
"Hahaha, rasanya aneh sekali kalau kita mengatakan itu" Kalanza malah geli sendiri mendengarnya
"Itu hal yang normal untuk pasangan, kita harus terbiasa melakukannya"
"Mendengarmu bicara begini, aku jadi benar-benar curiga kalau kamu mencintaiku" Kalanza menatap matanya dan Ishani tak mau kalah untuk melakukan hal yang sama
"Bagaimana kalau ternyata itu benar Tuan Muda Kalanza?" Ishani tersenyum simpul, tapi jantungnya berdetak keras. Ia menantikan jawaban apa yang akan ia terima. Katakan saja ia sedang menyatakan perasaan sekarang.
Kalanza bergerak mendekat dan mendekatkan wajah mereka hingga hidung keduanya hampir bersentuhan
"Jangan jatuh cinta padaku Nona Ishani Kanaru, karena aku mungkin tak akan pernah bisa membalas perasaanmu"
"Kenapa?"
"Sudahlah, kita hentikan main drama ini. Ayo siap-siap dan kita keluar untuk jalan-jalan. Jangan lama-lama, aku menunggumu didepan" Kalanza keluar lebih dulu, Ishani terdiam sebentar untuk mencerna kalimat itu
"Aku ditolak?" Ia tertawa sendirian seperti orang gila "Ishani, memang apa yang kamu harapkan dari jawabannya? Kalan tak mungkin bisa mencintaimu, kamu bukan tipe wanitanya dan aku yakin dia pasti masih menunggu seseorang"
"Aku tertawa tapi kenapa aku juga menangis? Aku tidak juga tidak akan mencintaimu dasar buaya" ia mengusap air matanya dan segera bersiap untuk menyusul suaminya keluar
Mereka memilih tinggal di rumah sendiri yang dibeli dadakan oleh Kalanza. Rumah bertingkat dua minimalis yang tak terlalu mewah. Tentu itu pilihan Ishani, mana mungkin Kalanza mau di rumah seperti itu, lahir sebagai keluarga berdarah biru membuat semuanya harus mewah dan glamor. Untungnya perdebatan itu dimenangkan oleh Ishani dengan berbagai alasan
"Kemana kita akan pergi?"
"Aku tak tau, biasanya kemana orang kencan pergi?"
"Biasanya kemana kamu pergi dengan pacar-pacarmu itu?" Ishani balik bertanya lagi dengan nada penuh sindiran
"Kamu sudah cocok menjadi peran seorang istri pecemburu. Kalau aku bilang biasa mengajak mereka ke hotel, memangnya kamu mau?" Ishani melotot tak percaya dengan jawaban itu walau harusnya tak begitu heran juga
"Bercanda, senakal-nakalnya aku tak pernah melakukan hal yang dilarang agama seperti itu"
"Mabuk juga dilarang agama tapi kamu lakukan"
"Aku hanya khilaf" Ishani menatapnya sinis, mana ada orang yang khilaf sampai puluhan kali
"Apa mau ke pantai? Dari tadi kita hanya berkendara saja, aku lihat lokasinya di maps kalau daerah sini tak jauh dari pantai" Ishani mengangguk sebagai jawaban setuju. Daripada terus berkendara tanpa tujuan bukankah ini lebih baik?
"Pantainya tak terlalu ramai" Kalanza memakai kacamata hitamnya begitu keluar dari mobil, udara panas langsung menyambut kulit putihnya
"Wajar saja, ini bukan weekend jadi orang-orang sedang bekerja" Ishani melakukan hal yang sama, walau tak pernah terpikirkan akan ke pantai setidaknya benda yang satu ini pasti ada di tas atau di mobilnya
"Untung saja ayah baik memberi cuti setelah pernikahan, jujur saja aku lelah terus berhadapan dengan dokumen yang bertumpuk itu" tanpa sadar Kalanza tiba-tiba menggandeng tangannya. Ishani diam tak menyangka Kalanza akan melakukan itu. Harusnya ini wajar apalagi mereka sudah menikah tapi karena hatinya yang begitu murahan tanpa sadar pipinya bersemu merah
"baiklah, mari menjadi selayaknya pasangan normal itu, mungkin tak bisa selamanya. Tapi aku harap takdir menggaris kita untuk tak berpisah"
Ishani menatap langit dan berdo'a, semoga saja Tuhan mendengar do'anya. Tuhan yang membolak balik hati kita, tak akan ada yang tau apa yang terjadi di masa depan
Suara debur ombak langsung menyambut mereka, hembusan angin terasa sepoi-sepoi menyapu wajah, Ishani menatap pasir putih di bawah kakinya, ia lupa kapan terakhir kali ia ke pantai. Ia tak berbohong, ia bahagia hari ini. Kemarin adalah pernikahan mereka, hari yang harusnya disambut dengan penuh suka cita, tapi Ishani justru takut. Ia takut kalau pernikahan itu justru awal rasa sakit yang baru. Tapi ternyata di awal ini Kalanza membuatnya merasa sebaliknya, Ishani harap kalau hal ini bisa terjadi selamanya
"Kalan, apa kamu pernah punya cita-cita?" Mereka berdua memilih duduk dibawah pohon dengan beralaskan pasir dan menatap birunya laut di depan sana
"Semua orang pasti punya cita-cita"
"Apa cita-citamu tercapai?"
"Sepertinya belum"
"Belum?" Ishani mengalihkan pandangan dari laut biru ke wajah tampan itu
"Yang kamu maksud cita-cita dari jaman sekolah itu? Aku pikir kamu hanya bercanda" sejak mereka kelas satu SD sampai perkenalan mahasiswa baru saat kuliah cita-cita Kalanza hanya satu yaitu hidup bahagia. Ishani pikir kalau itu hanya candaan semata, tak ia sangka kalau ternyata Kalanza benar-benar menjadikan itu cita-citanya
"Mana mungkin aku bercanda. Sejak kecil ayah selalu bilang kalau aku yang akan meneruskan perusahaan, karena itu daripada menulis profesi yang menjadi cita-cita aku lebih memilih menulis tujuan hidup jangka panjang yang akupun tak mengerti kapan akan tercapai"
"Kalan, bagaimana kamu tau itu belum tercapai? Apakah kamu sudah menemukan makna bahagia yang seperti apa untuk kamu tuju?"
"Dulu makna bahagia itu ketika aku SD adalah saat ayah membelikan mainan, lalu saat SMP maknanya berubah jadi saat aku bisa menang sepak bola, SMA pun begitu, masuk kuliah maknanya mulai bergeser hingga sekarang, aku pikir makna bahagia itu adalah saat aku merasa hidupku jauh lebih baik daripada hari yang lain, hari dimana aku merasa keren dan berbeda"
"Apakah duduk di kursi direktur tidak termasuk?" Kalanza kali ini menatap Ishani, rambut panjang wanita itu tak dikuncir seperti biasa, dibiarkan tergerai begitu saja, ia menyampirkan rambut hitam itu kebelakang telinganya. Jangan tanya reaksi Ishani bagaimana, terkejut dan pastinya jantungnya sedang memompa cepat didalam sana
"Jabatan itu sedari awal tak lebih dari tanggung jawab semata. Aku bukannya tak bahagia, tapi itu berbeda dari definisi bahagia yang aku maksud"
"Boleh aku bertanya satu hal?"
"Tanya saja, biasanya juga kamu tak perlu meminta izin untuk bertanya"
"Tidak jadi, aku akan simpan untuk aku tanyakan di lain waktu saja"
"Aku siap menjawabnya kapanpun"
.
Terima kasih banyak teman-teman yang udah mau mampir, jangan lupa like, komen dan vote ya🫂⚘️🥺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
melia
kak, sumpah q baper, pdhal ashani yg di depannya😁plis jangan mainin perasaan istrimu kalan, plis jaga istrimu dgn baik,
ya thorrrrrrrr😁😁😁
2025-08-27
  2