NovelToon NovelToon

After Divorce

Menikahlah denganku

"Menikahlah denganku Ishani, aku akan membahagiakanmu. Kamu aman bersamaku" gadis yang meringkuk disudut kamar itu mendongak pada laki-laki yang entah sejak kapan ada disana. Tak ada angin, tak ada hujan, Kalanza Haris Kusuma mengajaknya menuju jenjang pernikahan, ini seperti mimpi di siang bolong baginya

"Aku sedang tak mau diajak bercanda" suaranya tegas namun isakan itu tak bisa ia sembunyikan

"Aku serius" Laki-laki itu menatap punggung lemah yang berjalan tertatih ke arah jendela

"Atas dasar apa?" Ishani balik menatapnya, cukup lama hanya pandangan mata yang beradu tanpa suara

"Aku ingin membawamu keluar dari rumah yang seperti neraka ini. Aku tak ingin setiap hari kamu menjadi bahan amukan ayahmu atas kesalahan saudara tirimu yang lain" Kalanza menatapnya tenang, tapi itu bukanlah jawaban yang diharapkan oleh Ishani. Ia tau ia salah kalau berharap laki-laki didepannya ini mengatakan kalimat yang sangat ingin ia dengar, karena mustahil sosok Kalanza akan berucap demikian

"Kenapa?" Ia menjawab dengan lirih sekali lagi. Kalanza maju dan mengusap ujung bibirnya yang berdarah. Ishani mendongak untuk menatap wajah tampan itu.

"Karena kamu sahabat baikku dan aku tak ingin melihatmu menangis seperti ini lagi" Ishani memalingkan pandangannya ke arah jendela, tak berani menatap mata yang akan membuat pertahanannya goyah

"Tapi kamu tak mencintaiku" pertanyaan itu lolos begitu saja. Hening menyapa keduanya untuk sesaat, Ishani paham kalau Kalanza pasti akan memilih mundur karena sampai kapanpun laki-laki itu tak akan pernah bisa jatuh cinta padanya

"Cinta tak terlalu dibutuhkan dalam pernikahan zaman sekarang. Kita hanya perlu hidup berdua, biarkan aku melindungimu dengan cara itu agar saudara tirimu tak punya alasan lagi untuk menjebakmu"

"Aku akan memikirkannya" hanya jawaban itu yang bisa ia berikan. Tak menolak tapi juga tak langsung menerima

"Aku menunggumu di tempat biasa besok jam lima sore" laki-laki itu mengelus rambutnya pelan sebelum keluar dari kamarnya

"Aku mencintaimu Kalanza, tapi aku tau kamu tak akan pernah bisa mencintaiku. Aku bodoh tetap mencintaimu walau aku tau bukan aku yang kamu mau. Aku bodoh karena aku yang dengan sengaja menyakiti diriku sendiri. Tidakkah aku semakin tersiksa kalau hidup bersamamu Kalanza Haris Kusuma?" Ishani menatap banyak foto yang tertempel di dinding kamarnya. Semua foto itu didominasi foto mereka berdua, sejak SD sampai hari ini. Bayangkan berapa belas tahun pertemanan itu berjalan. Sayang sekali Ishani tak bisa menahan rasa dan berujung menyukai sahabatnya sendiri. Kalanza mungkin tidak tau, atau pura-pura tidak tau. Tapi Ishani tau kalau Kalanza tak akan pernah bisa melakukan hal yang sama untuknya

"Ishani aku sepertinya suka dengan anak baru itu"

"Ishani tolong berikan ini pada dia"

"Ishani tolong jaga dia untukku, kamu kan teman kelasnya"

"Ishani berikan coklat ini padanya"

"Ishani, apa yang biasa disukai perempuan agar tak marah lagi"

"Dia menjauh dariku, aku tak tau dimana salahku"

Kalanza bukanlah laki-laki cool yang anti perempuan, dengan modal wajah tampan, otak pintar, dan harta orang tua ia selalu menjadi idola. Privillege itu ia manfaatkan dengan baik, selain untuk prestasi akademik juga untuk memikat kaum hawa, dan Ishani adalah tempat ia bercerita semuanya. Lucu kan? Tapi miris. Ishani mencintainya tapi Kalanza justru bercerita semua soal rasa cintanya pada gadis lain

Ishani ibarat tempat curhat nomor satunya soal perasaan. Ishani mencoba beberapa kali pacaran dengan laki-laki lain untuk menghilangkan rasa suka itu, tapi semuanya berakhir gagal. Ada yang terlalu menuntut, menganggapnya kutu buku, terlalu kuno dan berbagai hal tak masuk akal lainnya. Ishani tak pernah lagi mau membuang waktu untuk hal-hal seperti itu. Ia yakin suatu saat pasti bisa melupakan rasa sukanya pada Kalanza. Tapi ternyata tak semudah itu membuang semuanya. Melupakan tak semudah jatuh cinta. Jatuh cinta bisa butuh waktu kurang dari lima menit, tapi melupakan butuh waktu yang panjang

.

"Ishani"

"Ishani, buka pintunya nak"

"Kamu nggak papakan di dalam? Kenapa nggak keluar dari tadi malam?" Ishani membuka matanya, sedikit kaget melihat cahaya matahari sudah seterang itu dari gorden kamarnya. Setelah kepergian Kalanza ia langsung tertidur lelap tanpa peduli luka yang baru ia terima

"Jam 10?" Ia kaget melihat jam di ponselnya

"Ishani? Sudah bangun nak?" Suara itu terdengar lagi. Gadis itu menurunkan kakinya dari ranjang untuk melihat apalagi drama yang terjadi pagi ini

"Ayah?" Agak aneh rasanya melihat pria baruh baya yang memarahinya habis-habisan tadi malam kini berdiri dengan khawatir di depan pintu kamarnya.

"Ayah minta maaf soal kejadian semalam, tak seharusnya ayah melakukan itu padamu. Ayah membuatmu terluka lagi" Pria baruh baya itu melihat bekas memar dipipinya dan sedikit sobekan diujung bibir yang belum diobati dari tadi malam. Ia berniat menyentuhnya tapi sang putri langsung mundur untuk menghindari

"Berapa kali ayah mengatakan hal yang sama dan tetap mengulanginya lagi berkali-kali. Ayah tak pernah benar-benar merasa bersalah melakukan ini padaku. Besok saat wanita itu atau anak-anaknya berulah lagi, Ayah pasti tetap menyalahkan aku atas perbuatan mereka" Ishani menepis kasar tangan itu

"Dia juga ibumu nak, Ayah tak mungkin membedakan kasih sayang ayah dengan anak-anak ayah yang lain"

"Omong kosong, Ayah bahkan tak pernah mau mendengarkanku saat mereka semua bekerja sama menyalahkanku. Ayah tak pernah berlaku adil, hanya aku yang selalu jadi korban"

"Itu tidak benar, Ayah menghukummu karena kamulah yang salah. Kalau mereka yang salah, Ayah pasti akan melakukan hal yang sama juga" Pria baruh baya itu menggelengkan kepalanya untuk menolak pendapat putrinya. Ia menyayangi mereka semua dengan kasih sayang yang sama menurutnya

"Tidak, Ayah tak pernah menghukum mereka sama seperti Ayah menghukumku. Tak ada bentakan, tak ada pukulan, tak ada tamparan yang Ayah berikan. Ayah hanya memberikan nasihat dengan kata-kata basi dan bertanya alasannya"

"Sedangkan aku? Mendengar penjelasanku saja Ayah tak sudi. Mendengarnya dari orang lain saja Ayah langsung percaya. Apa itu yang disebut adil?" Pria baruh baya itu termangu, menurutnya ia sudah sangat berlaku adil untuk semuanya tanpa membedakan mana anak kandung dan anak tirinya

"Sudahlah, tak usah pedulikan aku lagi" dengan kasar ia menutup pintu, tak peduli walau terkesan kurang sopan dengan orang tua. Ia lelah menghadapi drama keluarganya bertahun-tahun. Tak hanya fisik tapi batinnya juga tersiksa disini. Andai saja ibunya masih ada disini, ia yakin hidupnya tak akan sekacau ini.

Ibu sambung yang ia anggap bisa memberikan kasih sayang seperti ibunya nyatanya tak lebih dari cerita ibu tiri dalam kebanyakan dongeng. Lebih menyayangi anak-anak yang ia bawa dari hasil pernikahan sebelumnya, menanggungkan semua kesalahan mereka padanya dan pandai sekali bermain muka depan ayahnya

Ting

"Jangan lupa janjimu nanti sore"

Notifikasi itu membuatnya tersadar, apa yang harus ia lakukan sekarang?

Bukan Nikah Kontrak

"Apa keputusanmu?" Pertanyaan itu langsung menyambutnya begitu ia datang. Tipikal Kalanza, laki-laki yang tak pernah mau basa basi. Tentunya berbeda jika bersama pasangan yang disukainya. Ishani tak langsung menjawab, ia memperhatikan air tenang danau itu dengan tatapan lurus. Di sinilah tempat biasa mereka bertemu, tempat yang tak banyak diketahui orang walau dekat dengan perkotaan

"Aku menerimanya" Ishani menjawab dengan suara amat pelan. Umur mereka sudah 25 dan ia tau bukan saatnya lagi bersikap seperti anak kecil atau remaja kasmaran yang masih bimbang. Pilihan hidupnya ditentukan oleh keputusan yang ia buat sendiri

"Itu jawaban yang sangat bagus" Kalanza tersenyum, dan Ishani tau arti senyum itu bukanlah senyum laki-laki yang jatuh cinta karena cintanya diterima. Tapi senyum laki-laki yang bangga karena merasa menang atas apa yang ia mau. Ishani meremas tangannya pelan, belasan tahun bersahabat dengan Kalanza, ia merasa bodoh karena tak pernah bisa mengontrol rasa sukanya. Padahal ia tau, Kalanza tak sebaik tampangnya yang orang kenal

"Tapi aku ingin mengajukan syarat" laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya, baru kali ini ada wanita yang mengajukan syarat untuk memulai hubungan dengannya. Tapi ia tak heran juga karena ini adalah Ishani, perempuan yang tak pernah mau rugi atas semua keputusan yang diambilnya

"Katakan"

"Jika suatu saat kamu sudah jatuh cinta dengan perempuan lain, maka lepaslah aku saat itu juga. Aku tak ingin diselingkuhi atau menjadi selingkuhan bagi pasanganmu. Saat itu terjadi, biarkan aku pergi dan tolong jangan pernah mencariku lagi" Ishani mengucapkan dalam satu tarikan nafas dengan penuh keberanian, ia tau bagaimana reaksi Kalanza setelah ini

"HAHAHAHA" Kalanza tertawa terbahak-bahak mendengarnya dan Ishani sudah menduga kalau respon itu yang akan ia terima. Apa yang ia harapkan dari Kalanza? Si lelaki keras kepala dan menggampangkan semuanya? Baginya semua hal di dunia ini bisa didapat dengan mudah, apalagi jika berhubungan dengan uang

"Kamu berpikir sejauh itu?" Laki-laki itu balik bertanya setelah menyelesaikan tawanya

"Ini tentang masa depan Kalan, dan aku tak mau repot dimasa depan kalau seandainya itu terjadi. Kita sudah sama-sama dewasa, dan kamu pasti mengerti apa yang aku maksud"

"Kita tidak saling mencintai Ishani, jika ingin bercerai, kapanpun kita mau kita bisa melakukannya"

"Tapi aku mencintaimu, aku bodoh karena mencintaimu"

Tentu kalimat itu hanya ia ucapkan dalam hati, tak mungkin Ishani mengatakannya langsung

"Justru itu, agar dimasa depan kita tidak terikat dengan rasa itu. Tidak ada yang salah dengan membuat perjanjian di awal, itu juga seandainya kan?"

"Bagaimana kalau ternyata kamu yang jatuh cinta lebih dulu dengan laki-laki lain" Kalanza membalik pertanyaan itu untuknya

"Itu tidak mungkin" Ishani spontan menjawab dengan cepat bahkan kelewat cepat

"Kenapa tidak mungkin? Tak ada yang mustahil kalau soal itu kan?" Kalanza menaikkan sebelah alisnya, terlihat menyebalkan

"Aku tak suka laki-laki. Semuanya sama saja"

"Termasuk aku?" Ishani menatapnya cukup lama kemudian mengangguk

"Termasuk kamu" lanjutnya

"Tak semua laki-laki itu sama seperti ayahmu"

"Aku tau"

"Jadi?"

"Aku tak mengatakan itu hanya karena ayahku saja. Jadi jangan banyak bertanya dan membela diri" Kalanza tertawa lagi, ia mengelus-elus rambut Ishani seperti apa yang sering ia lakukan dari dulu

"Baiklah-baiklah aku mengerti, jadi?" Kalanza mengulurkan kelingkingnya. Ishani menyambutnya dengan hal yang sama. Janji kelingking seperti apa yang dulu sering mereka lakukan

"Sebentar" Ishani mengeluarkan secarik kertas dan pulpen dari dalam tasnya

"Tanda tangan disini" raut kebingungan nampak tercetak jelas diwajahnya. Kalanza tentu bingung maksudnya

"Sekarang bukan masanya lagi perjanjian jari kelingking, tanda tangan lah disini, aku sudah merelakan waktuku untuk mencetak dokumen ini"

"Heh, aku tak tau kamu menyiapkan semuanya dengan sangat baik. Baiklah, aku menurutimu"

"Kamu tertanda sebagai pihak kedua dan aku sebagai pihak pertama"

"Jika pihak kedua sudah jatuh cinta dengan perempuan lain, maka saat itu juga ia harus menceraikan pihak pertama, setelah itu pihak kedua tidak boleh ikut campur masalah pihak pertama dan tidak boleh mencari pihak pertama"

"Artinya setelah menikah hubungan kita terputus begitu?" Kalanza menatap Ishani saat ia membaca ulang isi perjanjiannya

"Tentu saja tidak, tidak mencari dalam artian disini bukan artinya kita tidak boleh bertemu, pastinya kita akan bertemu entah secara langsung atau tak langsung. Tapi maksudnya disini adalah besok jangan mencariku untuk tempat curhatmu, jujur saja aku sudah muak mendengar cerita cintamu dari dulu"

Puk

"Awww" Ishani memegang kepalanya yang dipukul dengan pulpen

"Kamu tidak ikhlas menjadi sahabatku"

"Dengar Tuan Muda Kalanza Haris Kusuma yang terhormat, jika aku tidak ikhlas maka tak mungkin aku mau menerima semua usulan gilamu dari dulu. Mencuri mangga tetangga, menganggu anjing Pak RT, iseng mencet bel rumah orang, keluyuran malam-malam cuma buat ngintip gebetan kamu, dan ide gila lainnya yang nggak bisa disebutin satu-satu. Paham?" Kalanza mengangguk-angguk seolah paham

"Kalau begitu aku juga ingin bertanya"

"Bagaimana kalau seandainya ada anak diantara kita?" Ishani termangu, tak menyangka pertanyaan itu akan keluar dan ia juga tak pernah berpikir sejauh itu

"Anak? Memangnya kamu mau punya anak?" Ia malah balik bertanya

"Bukannya itu termasuk tujuan dari pernikahan?" Kalanza bingung, menggaruk kepalanya yang tak gatal

"Aku tak pernah berpikir sejauh itu. Bagaimana kalau nanti kita tak bisa jadi orang tua yang baik?" Ishani malah membayangkan nasib anak itu kedepannya kalau mereka bercerai

"Kita bisa kalau kita mau" Kalanza menjawabnya dengan yakin. Pemikirannya simpel, ia bisa membayar orang untuk mengurusnya nanti

"Bolehkah anak itu ikut denganku seandainya ia ada dan kita sudah tak lagi bersama?" Ishani menatap tepat dimata lelaki itu. Tinggi badan mereka yang terpaut lima belas centi membuatnya mendongak sedikit. Ia takut nasib anak itu nanti seperti dirinya kalau seandainya ia tetap tinggal bersama Kalanza. Ia takut wanita pilihan Kalanza tak bisa mencintainya, sama seperti ibu tirinya yang hanya bersikap baik di depan ayahnya dan kembali bersikap seperti iblis di belakang

Kalanza tak langsung menjawab, lelaki itu nampak berpikir sejenak, menyugar rambutnya ke belakang dan menarik napas panjang sebelum kembali berbicara

"Boleh saja, asal kamu mengizinkan aku menemuinya"

"Tentu saja, kamu bebas menemuinya"

"Bukankah artinya aku pasti mencarimu untuk menemuinya, artinya perjanjian itu tak berlaku?"

"Dasar licik, kalau begitu kamu boleh menemuinya kalau kamu menemukannya"

"Apa perlu bermain petak umpet seperti itu?" Kalanza memprotes tak terima

"Kamu seperti tidak tau dimana rumahku saja, seandainya aku pindah kamu juga pasti mudah menemukanku. Memangnya kemana lagi aku bisa pergi?"

"Hmmm, benar juga. Baiklah aku setuju" Kalanza menandatangani berkas itu, dan mengulurkan tangan pada Ishani

"Ini bukan pernikahan kontrak, kita resmi dimata hukum maupun agama sebagai pasangan. Aku anggap ini sebagai permainan kecilmu"

"Aku harap juga begitu" Ishani membalas jabatan tangannya

"Aku akan menaruh kertas ini dalam botol, lalu kumasukkan dalam brankas dan aku kubur disekitar sini"

"Kamu serius?" Kalanza sampai tak percaya saat gadis itu benar-benar mengeluarkan apa yang ia sebutkan tadi dari bagasi mobilnya

"Bantu aku menggali tanah dan jangan banyak tanya. Hari sudah hampir malam"

"Kenapa kamu membawa Felis juga?" Kalanza tak habis pikir saat melihat kucing berwarna abu itu turut keluar dari mobil, namanya Felis tapi aslinya kucing itu laki-laki

"Biar dia yang jadi saksi kita selain Tuhan"

"Aku memang tak akan pernah bisa menebak isi otak kecilmu itu" dengan menyingsingkan lengan kemejanya, Kalanza mulai menggali dengan cangkul kecil yang sudah ada ditangannya

"Brankasnya tidak perlu aku kunci, biar saja tertutup seperti ini. Lagipula siapa yang mau membukanya?" Ishani membuang gembok dan kunci itu begitu saja di Sungai.

"Terserah kamu saja, masukkan benda itu cepat. Aku mulai merinding sekarang. Hanya kita berdua disini" Cahaya matahari jingga dari sana memang terlihat begitu indah, tapi pohon pinus yang menjulang disekitarnya membuat suasana gelap terasa sedikit menakutkan

"Dasar penakut"

"Seperti kamu tidak saja" dan begitulah perdebatan itu sebelum mereka pulang

Tanpa sadar, disanalah semuanya berubah. Masa depan yang akan membolak balik hati mereka dengan takdir yang tak akan pernah bisa mereka duga

Setuju

Malam ini terasa begitu dingin, sedingin suasana ruang tamu rumah itu. Menurut Ishani ruang tamu itu memang tak pernah terasa hangat setelah sang ibu sang pergi tapi kali ini udara dingin itu terasa lebih mencekam. Kemarin mereka baru saja berjanji dan sekarang Kalanza sudah ada disini bersama keluarganya.

"Saya sudah menyampaikan niat saya, saya harap ayah selaku wali dari Ishani menerimanya"

"Apa yang membuatmu ingin menikahi putriku? Bukankah kalian tak punya hubungan spesial selain teman dekat?" Sembari membenarkan letak kacamatanya, Ayah Agra menatap Kalanza dengan tatapan serius

"Kami sudah memutuskan untuk berkomitmen karena kami sudah sama-sama dewasa saat ini, kami tak ingin lagi bermain-main dan sudah merasa cocok satu sama lain" Ishani membuka mulut hampir tak percaya dengan jawaban penuh dusta yang keluar dari mulut Kalanza

"Apa kamu yakin mau menerimanya sebagai suamimu Ishani?" Ia tak langsung menjawab. Ia menatap wajah mereka yang ada disana satu persatu, Ishani tak bisa menebak ekspresi ibu tirinya saat ini, pastinya wanita itu senang karena kini fokus ayahnya hanya pada saudara tirinya yang lain. Tapi ia mungkin juga kesal karena tak bisa bebas menyalahkannya seperti apa yang biasa dilakukan

Ishani sebenarnya tak ada masalah dengan saudara tirinya diawal kedatangan mereka, ibu tirinya membawa dua anak saat datang kerumah ini, satu anak laki-laki yang usianya tiga tahun diatas Ishani dan seorang anak perempuan yang usianya dua tahun dibawahnya. Mereka menikah saat Ishani baru kelas 1 SMA dan disanalah awal semua drama keluarganya dimulai. Ishani awalnya berhubungan baik dengan mereka, tapi semakin lama entah kenapa mereka menjauh dan tatapan sinis ibu tirinya selalu membuatnya tak nyaman.

Disisi lain ada keluarga Kalanza, orang tuanya menatapnya ramah seperti apa yang mereka lakukan dari dulu. Ishani lebih merasakan arti keluarga disana daripada dalam keluarganya sendiri. Kalanza adalah putra sulung dari tiga bersaudara dan semua saudaranya laki-laki. Mungkin itu salah satu alasan orang tuanya sangat menyayangi ia karena mereka ingin sekali punya anak perempuan.

"Aku sudah memikirkannya dengan matang Ayah, aku menerimanya sebagai suamiku. Benar apa yang dikatakan Kalan, kami sudah sama-sama dewasa dan kami mengerti apa yang sedang kami lakukan sekarang"

"Ishani, ayah bukannya tak tau bagaimana keseharian kalian dari dulu. Ayah harap kamu memang benar-benar sudah memikirkan semuanya karena setelah ini tanggung jawab ayah sudah berpindah ke tangan suami kamu. Ayah tau kalau ayah bukanlah ayah yang baik, karena itu ayah mau kamu mendapatkan yang terbaik sebagai pengganti ayah"

"Ayah jangan khawatir, aku tak akan membuat Ishani menangis, aku berjanji tak akan pernah mengangkat tangan untuknya" Kalanza berniat baik, tapi jelas sekali nadanya penuh sindiran pada ayah mertuanya

"Jangan khawatir Agra, kami akan menjaga Ishani seperti putri kami sendiri" calon ayah mertuanya ikut menimpali

Ayah Agra mendengus "hmm, dari awal aku tau kalian mengincar putriku untuk dijadikan menantu"

"Ayah" Ishani menegur ayahnya yang berucap demikian, ia menjadi tak enak pada mereka tapi orang tua Kalanza justru tertawa

"Kalau sudah tau maka tak perlu dipersulit lagi Agra, kita sudah saling kenal sejak kamu masih jaman-jaman alay" calon ibu mertuanya ikut menimpali, suasana rumah itu sedikit lebih hangat karena tawa yang tercipta. Kalanza menatap Ishani dan mengacungkan jempolnya pelan, Ishani mengacungkan jari tengah yang membuat laki-laki itu melotot tak percaya

"Jaga putriku ya Kalanza, tanggung jawabku sekarang berpindah ke tanganmu. Jika seandainya dimasa depan ada sesuatu yang terjadi diantara kalian, tolong kembalikan ia dengan baik padaku. Aku bukan ayah yang baik untuknya, aku seringkali memarahinya, membentaknya bahkan pernah memukulnya" Ayah Agra mengusap air mata yang tiba-tiba menetes dari pipinya.

"Tapi percayalah, dia anak yang baik. Ishani tak pernah benar-benar nakal, dia hanya sedang penasaran. Kami sering terlibat cekcok dan salah paham karena kami sama-sama keras kepala dan sulit untuk mengalah, aku sadar sifatku yang tak baik itu juga menurun padanya. Tolong jangan cepat memarahinya karena itu" Ishani menatap ayahnya sebentar, tak percaya pria baruh baya itu bisa mengatakan kalimat romantis seperti itu. Jarang sekali ayahnya mau menunjukkan kasih sayang untuknya, Ishani sulit berpikir positif tentang ayahnya. Rasa kecewa yang diberikan terlalu dalam untuknya

"Aku mengerti ayah" hanya itu jawaban Kalanza, Ishani tau laki-laki itu pasti muak mendengar kalimat yang sama berulang kali

Ishani justru berpikir sebaliknya, jika seandainya dari awal ayahnya tidak menikah lagi atau sikapnya tidak berubah setelah kedatangan ibu tirinya mungkin saja Ishani tak akan menerima lamaran Kalanza. Laki-laki yang seharusnya cukup berstatus sebagai sahabat dan tak lebih dari itu

"Ayah harap keputusanmu tak salah dalam memilih suami" ayahnya menghampiri, membawa selimut untuk disampirkan dibahu putrinya

"Kenapa ayah belum tidur? Ini sudah jam dua belas malam" Ishani sedikit terkejut, keluarga Kalanza sudah pulang dua jam yang lalu setelah terlibat perbincangan serius. Ia memilih keluar dan menyendiri di sini untuk menghirup udara malam juga untuk menjernihkan pikirannya

"Bagaimana kalau pertanyaan itu Ayah balik padamu? Kenapa belum tidur?"

"Aku belum mengantuk tadi. Tapi sekarang sepertinya sudah mengantuk" Ishani hendak bangun dari kursi taman itu untuk masuk ke dalam. Namun, tangannya ditahan oleh ayahnya

"Putri ayah berubah sekarang"

"Ayah juga berubah" Ishani membalas dengan kalimat yang sama, pria baruh baya itu hanya terkekeh. Benar apa yang ia katakan tadi, putrinya adalah salinan sifatnya

"Ayah tak pernah bisa tidur nyenyak setelah menamparmu di hari itu. Ayah menangis setelah melakukannya"

Malam sebelum kejadian itu Ishani pulang larut malam karena pesanan desain client yang belum jadi. Malas sekali rasanya kalau harus mengerjakan itu semua dirumah karena melihat kasur saja, ia sudah ingin membaringkan diri. Namun sialnya saat sudah mengemas semua perlengkapannya tiba-tiba handphonenya berbunyi, melihat nama Kalan membuatnya tanpa pikir langsung mengangkatnya. Orang jatuh cinta memang bodoh, begitulah kata orang. Ternyata yang menelponnya adalah pegawai club yang mangatakan laki-laki itu mabuk dan membuat kekacauan. Ishani tak habis pikir sebesar apa masalah Kalanza sampai mabuk-mabukan dan selalu membuat onar disana. Seperti yang Ishani bilang di awal kalau Kalanza tak sebaik yang orang kenal, bodohnya ia tetap jatuh cinta padanya.

Keesokan harinya sebuah tamparan keras dari ayahnya datang. Ia tentu terkejut, apa kesalahannya?. Rupanya Reni, sang adik tiri melapor, katanya ada yang melihat ia di club tadi malam dan pulang bersama laki-laki. Ishani tak ditanya atau diberi kesempatan menjelaskan, tiba-tiba dipanggil dan ditampar begitu saja. Setelah dihukum baru ditanya alasannya melakukan itu? Siapa yang tak marah?. Akhirnya ia memutuskan tak menjawab, terlalu kecewa dengan sifat ayahnya yang seperti itu.

"Lupakan saja ayah, itu juga bukan pertama kali ayah melakukan hal yang sama" Ishani beralih menatap langit malam yang penuh bintang daripada berbicara panjang dengan ayahnya yang duduk didepannya

"Maafkan ayah"

"Aku sudah memaafkan ayah, aku mengantuk dan ingin tidur. Aku harap ayah juga segera tidur, aku ingin ayah tau kalau sekitar kita tak sebaik apa yang terlihat" setelah mengatakan itu ia berlalu, meninggalkan pria baruh baya itu yang masih termangu disana. Ayah Agra tau, ia sudah kehilangan putrinya entah sejak kapan dan ia baru menyadarinya sekarang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!