Di dalam mobil yang berjalan dengan kecepatan sedang. Kinara melirik ke arah Tama yang fokus menyetir.
Kinara masih tidak percaya dengan kejadian sebelumnya. Tama memperkenalkan diri pada orang lain sebagai suaminya. Pada orang asing dan bukan keluarga.
Entah kenapa ada getaran aneh di dadanya karena sikap Tama.
“Aku tahu aku luar biasa tampan, Nara. Tapi apa perlu kau menatapku sampai seperti itu…?” Tama berbalik melihat Kinara.
“Siapa juga yang menatapmu?!”
Kinara memalingkan wajahnya ke arah jendela. Sial. Tama mengetahui dia sedang memperhatikannya. Apa aku sudah gila, mencintai pria brengsek seperti Tama hanya karena dia bilang tertarik padaku.
Sadar Kinara, pria itu pasti tertarik pada semua wanita. Mengingat kelakuannya selama ini. Jangan lengah!
“Ngomong-ngomong, kenapa kau marah sekali kalau menyangkut soal keluargamu?” tanya Tama. “Sepertinya mereka bahkan tidak peduli padamu.”
Tama menyadari ini saat mengantar Zara ke rumah mereka. Dia bertemu ayah dan ibu Kinara. Mereka sempat mengobrol beberapa saat.
Dari obrolan itu Tama menyadari sesuatu. Mereka tidak pernah menanyakan atau menyinggung tentang Kinara. Padahal Tama adalah suami dari anak mereka.
Bahkan menanyakan kabar anaknya saja tidak. Semua terfokus pada Zara. Pendidikannya, pekerjaannya, dan semua hal yang disukai adik Kinara, seolah semua perhatian memang hanya untuk Zara.
Lalu, kenapa Kinara begitu marah jika Tama dekat dengan keluarganya, mungkinkah karena semua ini. Tama tidak bodoh untuk membaca keadaan.
“Apa aku harus menjawabnya?”
Tama menyunggingkan senyum di sudut bibirnya. “Tidak juga. Tapi kalau ada yang belum aku tahu, sebaiknya kau cepat memberitahu aku. Katamu aku tidak boleh terlalu dekat dengan keluargamu. Padahal mereka sangat baik.”
“Mereka baik begitu karena itu kamu.”
Kinara sudah menyadarkan tubuhnya. Pandangannya menatap jauh ke depan. “Keluargaku memang tidak peduli padaku, mereka hanya peduli jika aku menyebabkan masalah. Sayangnya aku tidak bisa menjadi pembuat onar hanya untuk mendapatkan perhatian sampah mereka.” Kinara mengatakannya dengan nada datar. Dia diam sejenak sebelum melanjutkan. “Aku ngantuk, bangunkan aku kalau sudah sampai.”
Kinara memejamkan matanya. Seolah menyatakan pada Tama kalau percakapan mereka selesai. Tama sendiri tidak mau mengganggu orang yang menolak bercerita.
Pria itu langsung fokus mengemudi. Mereka sedang perjalanan menuju ke rumah. Tama berhasil mengajak pulang Kinara, meski dengan banyak kesepakatan.
***
Di kediaman utama Mahawira. Zara sedang memainkan ponselnya mencari informasi tentang Naratama, suami Kinara.
Dia sibuk menggulir artikel tentang Naratama. “Kenapa juga aku waktu itu kabur, hanya untuk mengejar si brengsek itu,” sungutnya mengingat saat dia pergi dari hari H pernikahan.
Zara kabur untuk mengejar pacarnya, tapi malah mendapati sang pacar tidur dengan wanita lain di apartemen yang dibelikannya.
“Harusnya aku yang jadi istri Kak Tama, bukan Kinara… Arghh!” gerutu ya di atas kasur.
Meski terkenal brengsek karena sering bermain wanita, setidaknya Tama adalah pria dengan latar belakang yang luar biasa.
Zara bertekad untuk merebut posisi Kinara sebagai istri Naratama. “Kalau dia suka main wanita, seharusnya tidak sulit.” Zara menyeringai licik.
“Pokoknya apapun yang dimiliki Kinara harus jadi milikku!”
***
Kinara kembali ke kamarnya, Tama membawakan kopernya masuk. Sebenarnya Kinara sudah menolak, tapi pria itu memaksa. Apa boleh buat.
“Terima kasih,” ucap Kinara tanpa menoleh ke arah Tama.
“Lain kali jangan langsung pergi, kau harus berdiskusi dulu denganku. Meski begini statusku itu suamimu.”
“Kalau kau tidak mengacau dengan membawa Zara masuk ke kamar, aku juga tidak akan pergi!” balas Kinara.
Tama menarik napas panjang. “Sudah berapa kali kubilang, aku tidak membawa Zara ke kamarku. Dia sendiri yang menyusul. Kau masih tidak percaya?”
Kinara melipat tangannya ke dada. “Percaya dengan pria sepertimu? Itu cukup sulit,” sahutnya. “Tapi, untuk saat ini aku anggap dia memang mengikutimu ke dalam kamar.”
“Tunggu! Kau kan bilang tidak suka padaku. Tapi, kenapa kau bisa semarah ini, Nara?”
“Sudah kubilang, aku tidak mau kau terlalu dekat dengan keluargaku.”
“Tapi itu tidak mungkin.”
Benar ucap Tama, itu tidak mungkin. Mereka sudah satu keluarga, mana mungkin mereka tidak dekat. Tapi, bagi Kinara itu harus dilakukan. Karena Kinara ingin menjauh dari keluarganya.
“Karena tidak mungkin itulah, pernikahan ini terjadi.”
Kinara mendorong tubuh Tama keluar dari kamarnya. “Aku mau istirahat, capek. Kau keluarlah!” ucap Kinara langsung menutup pintu kamar.
Tama mengerutkan dahinya tak terima diusir oleh Kinara. Tapi, dia tidak bisa memprotes wanita itu.
Tama menarik napas panjang. Mengetuk pintu Kinara. “Nanti kita harus makan malam bersama. Keluarlah saat kusuruh!” teriak Tama dari luar kamar Kinara.
Kinara mendengar teriakan Tama dari dalam kamarnya. Mendesah pelan sambil mendudukkan dirinya di tepi ranjang. “Apa kembali kesini pilihan yang tepat?” gumamnya.
Dia merebahkan diri di ranjang, Kinara menutupi wajahnya dengan sebelah lengan. Menciptakan kegelapan untuk dirinya sendiri. “Argh… Aku tidak tahu!” gumam Kinara sebelum memejamkan matanya.
Pukul tujuh malam, Tama sudah siap mengajak Kinara pergi untuk makan malam.
Dia mengetuk pintu kamar wanita itu. “Kinara, Kinara,” panggilnya.
Pintu terbuka tak lama kemudian. Tapi, wanita itu masih dengan penampilan sederhana. Kinara masih mengenakan pakaian rumahnya. “Ada apa?” tanyanya datar.
“Aku tadi bilang kita akan makan malam bersama. Kenapa kau belum siap?”
“Kenapa harus siap-siap kalau cuma makan malam?”
Kinara tidak terpikirkan kalau makan malam yang diminta Tama harus berpenampilan resmi. Dia pikir hanya makan malam di rumah mereka.
“Kita akan makan malam dengan orang tuaku, Nara. Kau lupa?” Tama mengingatkan lagi pada wanita itu.
Ini sebabnya, Tama bersikeras membawa Kinara pulang. Karena memang malam ini mereka harus ke rumah besar Kavandri untuk makan malam.
Sekali dalam sebulan mereka harus mengunjungi kediaman Kavandri untuk makan malam bersama. Ini adalah tradisi yang harus mereka lakukan.
Dan, Kinara benar-benar lupa kalau acara itu adalah hari ini.
“Ah, aku lupa! Apa itu hari ini?”
Tama mengangguk, menggigit sudut bibirnya kesal. Kinara melupakan hari penting seperti ini.
“Tunggu sebentar! Beri aku 10 menit untuk bersiap.” Kinara langsung menutup pintunya.
10 menit? Apa dia bercanda? Tama menggeleng tak percaya. Mana ada wanita yang hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk berdandan.
“Aku akan bilang ke mama dan papa, kalau kita mungkin terlambat datang,” teriak Tama. Dia langsung mengeluarkan ponselnya baru saja mengetik beberapa kata di ponsel.
Kinara sudah keluar, bahkan tidak dalam 10 menit wanita itu hanya butuh waktu kurang dari itu untuk berdandan.
“Yuk jalan!” ucap Kinara yang berjalan mendahului Tama yang masih menatap layar ponselnya.
Tama hanya menggeleng.
Mereka sampai ke rumah besar keluarga Kavandri. Tama langsung menjadi seorang suami yang terlihat sayang dengan istrinya. Membukakan pintu, menarikkan kursi untuk Kinara saat di meja makan.
Pria itu terlihat sangat sayang padanya. Kinara hampir muntah dengan sikap Tama.
“Bagaimana dengan pernikahan kalian? Kapan papa bisa menimang cucu dari kalian… Kinara, Tama?” ucap Kavandri sambil menatap lurus ke arah Kinara dan Tama.
Apa? Cucu?
Kinara dan Tama saling pandang.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments