Kinara menyeret koper ke dalam Galeri Seni miliknya, malam ini dia memutuskan untuk keluar dulu dari rumah Tama. Dia tidak tahu apakah keputusannya benar atau salah.
Namun yang pasti dia tidak mau di sekitar pria itu.
“Aku sudah muak melihat Tama bersikap seenaknya,” gumam Kinara.
Wanita itu duduk di sudut galeri, matanya menerawang jauh ke langit-langit. Dia menghela nafasnya berat.
“Aku tahu kalau pernikahanku dengannya memang bukan pernikahan normal lainnya. Tapi, seharusnya dia tidak bersikap ceroboh dengan berhubungan dengan Zara,” gumam Kinara.
Keluarga besarnya sudah membuat muak Kinara, mereka selalu saja membela Zara.
Kinara berharap Tama bisa menjadi pria yang memegang perjanjian. Meski pria itu bejat, tapi dia adalah seorang pebisnis, setidaknya dia harus menghargai kontrak mereka sebagai seorang suami istri.
Wanita itu tidak menyangka kalau Tama sama saja dengan keluarga besar Kinara yang lain. Pria itu tetap tergoda dengan Zara.
Kinara mendesah. “Ya sudahlah, toh pernikahan ini memang akan berakhir. Kalau berakhirnya lebih cepat dari perjanjian, bukan masalah bagiku.”
Sekarang, Kinara benar-benar menyerah untuk selalu bertahan. Dia lelah karena semua orang selalu saja tidak mendengar dan menghargainya. Dia selalu saja menjadi orang yang disisihkan, menjadi pilihan kedua.
Kini, hanya galeri seni inilah yang akan ia lindungi. Galeri seni peninggalan ibu Kinara, tempat menyimpan kenangan yang berharga bagi wanita berusia 27 tahun itu.
Kinara berjalan sambil membawa kopernya masuk ke dalam sebuah ruangan. Dia menyalakan saklar lampu. Sesaat setelahnya, cahaya menyinari seluruh ruangan.
Terlihat kanvas besar yang ditutupi kain putih di tengah ruangan. Sedangkan, di sekitarnya rak-rak berisi cat dan perlengkapan melukis juga berjejer tak beraturan.
Ini adalah tempat kerja Kinara selama 10 tahun setelah sang ibu meninggal. Tempat pelarian yang paling aman. Bahkan, untuk sekarang saat dia sudah menikah pun, dia tidak punya tempat tujuan lain selain galeri seni ini.
Kinara meletakkan kopernya di sudut ruangan, dan dia mulai membuka salah satu lemari di sana. Mengambil satu kain penutup untuk lukisan, yang akan dijadikannya selimut tidur.
Malam ini dia tidur di sini. Sementara Kinara akan tinggal di sini. Kinara sudah mengambil keputusan, dia tidak bisa lagi dengan Tama. “Terserah dia mau alasan apapun, aku sudah muak!” ucapnya pada diri sendiri sebelum memejamkan matanya.
***
Pagi menyapa kediaman Naratama Geovandri. Pria itu masih berbaring di ranjangnya dengan pakaian lengkapnya.
Tama mengerjapkan matanya karena cahaya matahari yang terasa menusuk di kelopak mata pria itu. “Mmmhh,” erangnya dalam posisi tengkurap. Tama masih setengah tidur.
Kepalanya sedikit pusing saat membuka mata. Efek alkohol tadi malam masih membekas.
Setelah mengecek ponselnya, dia turun dari ranjang dengan tubuh yang berat. Langkahnya menuju ke kamar mandi, hari ini dia libur bekerja karena akhir pekan.
Saat keluar dari kamar mandi dengan badan yang segar. Pria itu baru teringat sesuatu. “Oh iya, Kinara!” dia langsung pergi menuju kamar Kinara dengan handuk yang membeli pinggangnya.
Tidak ada.
Wanita itu masih tidak ada di kamarnya. Tama pikir tadi malam dia hanya pergi sebentar, tapi kenapa dia tetap tidak ada di kamarnya.
“Kemana dia?” gumam Tama. Alisnya sudah hampir bertaut, ada ketakutan di hatinya kalau Kinara benar-benar pergi.
“Aku masih membutuhkannya untuk mengambil hati papa.”
Tama memang hanya memanfaatkan Kinara untuk mengambil hati kedua orang tuanya, terutama Kavandri, ayahnya.
Memang benar Tama adalah CEO GeoTech saat ini, tapi posisi ini bisa digantikan kapanpun jika Kavandri ingin, ayah Tama itu adalah pemegang utama saham GeoTech, dia berhak mengganti siapapun, termasuk Tama sebagai CEO.
Tama memiliki seorang sepupu yang selama ini menginginkan posisinya. Dia selalu saja menempel pada sang ayah. Jadi, Tama harus selalu waspada.
Menikah dengan Kinara adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan posisinya di perusahaan. Wanita itu entah bagaimana caranya, menjadi menantu kesayangan Kavandri.
“Apa semua yang dikatakan Zara benar?” tiba-tiba Tama mengingat perkataan adik tiri istrinya itu.
“Kak Kinara itu orangnya manipulatif Kak Tama. Dia sangat ambisius jika menginginkan sesuatu, dan tidak akan menyerah sampai dia mendapatkannya. Terkadang… aku takut.” Zara menunduk mengatakannya pada Tama malam itu.
Bisa gawat kalau Kinara mengatakan semuanya ke Papa.
Ketakutan Tama tiba-tiba muncul. Tadi malam Kinara terlihat sangat marah ketika melihatnya keluar dari kamar dengan Zara.
Wanita itu juga tidak menerima alasan yang diberikan Tama. Yah, dia akui kalau selama ini dia adalah pria brengsek yang memasukan banyak wanita ke kamar itu.
Kinara hanya memberikan syarat yaitu jangan pernah berhubungan dengan keluarganya, terkhusus dengan Zara, adik tirinya.
Tama semakin tidak mengerti dengan hubungan antara Kinara dan keluarganya. Istrinya itu sangat tertutup.
Pria itu menggeleng, mencoba menyingkirkan pikiran rumit tentang Kinara dan keluarnya. Sekarang, dia harus fokus menemui Kinara dan membawanya pulang.
“Ya benar, aku harus mencarinya dulu!” pria itu berbalik ke arah kamarnya untuk berganti pakaian.
Dengan tergesa Tama menyambar kunci mobilnya di atas meja nakas. Dia menuruni tangga rumah. Sesaat Tama menoleh ke arah meja makan. Kosong.
Biasanya dia melihat roti lapis daging di atasnya sebanyak dua porsi. Meski jarang bicara, Tama dan Kinara selalu sarapan bersama sebelum beraktifitas masing-masing.
Kinara selalu menyiapkan sarapan roti lapis daging dengan susu coklat. Tama mengatupkan bibirnya, kenapa hal-hal sederhana seperti ini baru terasa ya saat tidak ada.
***
Pagi yang sama di galeri seni Kinara.
Badannya terasa sakit karena tidur di atas sofa. Kinara mulai merenggangkan tangannya ke samping. Bunyi kretek terdengar samar. “Sepertinya aku harus membeli kasur nanti. Rasanya nggak nyaman banget,” keluh Kinara.
Kinara mandi, bersiap memulai aktivitasnya. Galeri tetap buka meski di akhir pekan. Malah akan semakin sibuk karena lonjakan pengunjung biasanya terjadi di akhir pekan.
Wanita itu mulai membersihkan galeri lebih awal. Saat Kinara membuka pintu galeri ingin pergi mencari sarapan.
Kinara terkejut karena kehadiran seseorang di depan pintu. Dia mengernyit. “Maaf,” ucap Kinara mencoba mencari tahu siapa orang itu.
Orang itu berbalik, seorang pria. Tapi, Kinara tidak pernah mengenalnya. “Galeri akan dibuka pukul 10, kak. Masih lama.” Katanya memberikan informasi pada pria yang sepertinya seorang pengunjung.
“Jam 10 ya?” sahut pria itu.
Kinara mengangguk sambil tersenyum ramah. Ini masih pukul delapan, siapa juga yang pergi ke galeri seni sepagi ini.
Pria itu langsung mengucapkan terima kasih dan pergi begitu saja. Kinara sendiri akan mencari sarapan.
Pukul sepuluh, dan galeri seni dibuka.
Kinara sudah menyalakan lampu-lampu di beberapa lukisan. Dia juga sudah menyiapkan perlengkapan di ruang lukis. Biasanya beberapa pengunjung galeri tertarik untuk mencoba melukis.
Tak lama kemudian, seseorang masuk ke galeri seni Kinara.
“Selamat datang…” sapanya. Kinara tersenyum ramah pada pengunjung itu, ternyata adalah pria yang tadi kepagian datang ke galerinya.
“Apa anda pemilik galeri seni ini?” tanya pria itu.
“Benar, Kak. Saya pemilik sekaligus pengelolanya. Ada yang bisa saya bantu?” balas Kinara.
“Apa anda menawarkan tour untuk pengunjung?”
Kinara mengangkat alisnya. Baru kali ini ada yang bertanya tentang tour pengunjung. “Tentu, anda mau saya temani untuk melihat koleksi seni?” mau tidak mau dia mengiyakan.
Pria itu mengangguk.
Selama tour, Kinara tahu bahwa nama pria itu adalah Caraka Mahawira. Seorang fotografer, pantas saja dia meminta tour pada Kinara.
Kinara dan Caraka tiba-tiba menjadi akrab. Caraka memiliki minat yang besar dengan lukisan. Baru kali ini Kinara bertemu dengan seorang pria yang memiliki minat yang sama dengannya.
Saking asyik mengobrol dengan Caraka, Kinara sampai tidak sadar dengan kedatangan Tama.
Rahang Tama sudah mengeras melihat Kinara yang tertawa lebar di depan seorang pria. Wajahnya merah padam, hatinya tiba-tiba merasa panas.
Lalu, dengan langkah cepat dia menghampiri Kinara. Tangannya langsung mencengkram lengan wanita itu.
Kinara menoleh cepat. “Tama?” gumamnya.
“Ikut aku!” sentak Tama langsung menarik Kinara keluar.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments