Kinara menepis tangan Tama kasar. “Lepas!” ujarnya.
Tama langsung berbalik menoleh wanita itu, tanpa sadar dia sudah menarik Kinara sampai ke luar galeri.
Kinara mengusap pergelangan tangannya yang terasa panas karena cengkraman Tama begitu kencang. Dia mendengus kesal.
“Maaf.”
Pria itu merasa bersalah karena menyakiti Kinara tanpa sadar. Padahal niat awalnya menemui Kinara karena ingin mengajaknya kembali ke rumah mereka.
Kinara tak menjawab permintaan maaf Tama. Dia tetap cemberut dan memalingkan wajahnya malas.
“Kenapa juga kau pergi dari rumah? Aku jadi repot begini mencarimu.”
“Sudah kubilang aku muak denganmu. Lebih baik kita sudahi permainan rumah-rumahan ini, Tama. Aku nggak mau jadi istrimu lagi!”
“Tidak bisa begitu! Kita masih punya kontrak 1 tahun lagi.” Tama mengucapkan kalimat itu dengan nada rendah namun tegas. Dia tidak ingin seseorang mendengar percakapan mereka.
Kinara maju selangkah lebih dekat ke arah Tama.
“Kau pikir aku mau melanjutkan kontrak pernikahan ini? Tidak akan! Aku juga punya hati, Tama!”
“Kau bilang tidak mencintaiku? Lalu, apa masalahnya sekarang?” protes Tama melihat Kinara yang bersikeras meninggalkannya.
Tidak boleh! Tama tidak akan membiarkan Kinara memutus kontrak pernikahan mereka. Tidak sekarang!
“Kau membawa Zara ke kamarmu. Aku juga punya harga diri sebagai istri… meski hanya seorang istri kontrak.” Kinara mulai memelankan suaranya di akhir kalimat.
“Jadi itu masalahnya? Dengar Kinara, aku dan Zara tidak melakukan apapun di kamar itu. Ini cuma salah paham, dia mengikutiku sampai ke dalam kamar. Dan, kebetulannya kau baru datang lalu melihatku keluar dari sana bersama Zara.”
Tama tidak mengerti kenapa harus menjelaskan soal ini pada Kinara. Dia juga tidak habis pikir kenapa Kinara sangat marah hanya karena Zara. Padahal hampir setiap hari Tama membawa wanita ke kamarnya, Kinara tidak pernah protes.
“Tetap saja…” Kinara menatap lurus ke arah Tama. “Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini.”
Tama memejamkan matanya. “Alasannya kenapa?”
Kinara terdiam. Dia juga tidak tahu.
“Aku harus bekerja, Tama.”
Bukannya menjawab Tama, Kinara malah melangkah pergi. Cepat-cepat Tama menahannya. “Tunggu! Jawab dulu pertanyaanku!”
Kinara menggeleng, matanya menatap tanah di antara kakinya. “Aku juga tidak tahu, tapi melihatmu bersama Zara malam itu benar-benar menyakitiku.”
Kinara masih tidak mengerti, mungkinkah itu karena Zara atau… ada hal lain yang tumbuh di hati Kinara.
Dua tahun hidup dengan Tama bukan waktu yang singkat. Yah, meskipun dia selalu kasar ketika mabuk, dan sangat brengsek karena selalu berganti-ganti wanita untuk teman tidurnya.
Setidaknya, Kinara memiliki seseorang yang bisa membela di depan keluarganya. Tama selalu melakukan itu, bersikap menjadi seorang suami sungguhan di depan orang tua Kinara.
Apa benar, Kinara mulai memiliki perasaan pada Tama. Seiring berjalannya waktu, karena saking tidak adanya orang yang membelanya selama ini. Lalu, perlakuan kecil Tama jadi istimewa baginya.
Apakah sesederhana ini?
“Sudah kubilang aku tidak melakukan apapun dengan adikmu, Kinara!”
“Tetap saja…” Kinara membulatkan matanya. “Aku tidak bisa lagi melanjutkan kontrak kita, aku sudah muak!”
Tama memejamkan matanya. Kinara benar-benar terlihat bersikeras dengan keputusannya. “Oke.” Tama mengambil jeda sebelum melanjutkan. Dia menatap mata Kinara. “Kau mau apa agar kontrak kita tetap berjalan?”
Kinara mengangkat alisnya. “Apa kau mengajakku negosiasi?”
Tama mengangguk.
“Kenapa?” tanya Kinara menyipitkan matanya.
“Aku harus mempertahankan pernikahan ini sampai kontrak selesai.”
“Kenapa kau harus melakukan itu?”
“Karena…” Tama menghentikan percakapannya, setengah berpikir alasan yang tepat agar Kinara mau melanjutkan kontrak pernikahan mereka. Dia tidak mungkin mengatakan bahwa ini semua demi jabatannya di GeoTech.
“Sepertinya aku mulai tertarik padamu, Kinara.”
Tentu itu hanya alasan yang asal keluar dari mulut busuk Tama.
Jantung Kinara seakan berdebar lebih cepat setelah mendengarnya. Matanya sudah membulat sempurna. “Apa?”
Tama mengangguk dengan canggung. “Iya… Kumohon jangan hentikan kontrak ini.” Pria itu menelungkupkan kedua tangannya. Memohon pada Kinara dengan mata yang memejam.
Kinara mengernyitkan dahinya. Apa benar Tama mulai tertarik padanya? Kinara tiba-tiba mengharap. Namun di sisi lain hatinya dia juga tidak langsung percaya.
Tama seorang pria brengsek yang dengan mudah menggoda wanita. Sekarang bilang bahwa tertarik pada Kinara?
Tapi sebagai wanita, Kinara tak bisa membohongi perasaannya selama ini.
“Baiklah. Aku tidak akan bercerai denganmu, dan tetap melanjutkan kontrak kita. Tapi…”
“Tapi?” Tama mengulangi ucapan Kinara.
“Aku punya syarat kalau pernikahan kontrak ini tetap dilanjutkan.”
Padahal Tama sudah tersenyum saat Kinara setuju, ternyata wanita itu memiliki rencana lain. Baiklah, Tama terpaksa harus mengikutinya dulu sekarang. Daripada posisinya di GeoTech terancam.
Tama mengangguk. “Katakan, apa syaratnya!”
“Selama sisa kontrak pernikahan kita. Kau dilarang mabuk dan bermain wanita!”
“Hei, mana bisa begitu?!” Tama terlihat tidak setuju. Dahinya mengerut membuat alisnya hampir menyatu.
“Kalau tidak mau yasudah, negosiasi batal. Aku tetap mau bercerai!”
Kinara berbalik hendak pergi meninggalkan Tama.
Tama pun langsung menahannya. “Oke, oke,” katanya kemudian.
Kinara menghentikan langkahnya, dan langsung berbalik, dia melipat kedua tangannya ke dada. “Syarat dimulai per hari ini!”
Tama mengeraskan rahangnya, Kinara benar-benar memanfaatkan situasi ini dengan baik untuk menekannya. Dasar istri yang licik!
Mau tidak mau pria itu mengangguk. “Tapi kau juga harus pulang bersamaku!”
Kinara mengangguk.
***
Setelah percakapan, antara Tama dan Kinara mulai melakukan kesibukannya masing-masing. Kinara mulai melayani pengunjung di galeri seninya yang tidak banyak.
Tama sudah pergi entah kemana.
Kinara menghela nafasnya dalam di kursi ruangannya. Saat ini Kinara berada di kantor Galeri.
Sebenarnya galeri ini dulu memiliki banyak karyawan, namun setelah ibu Kinara meninggal, galeri ini sempat terbengkalai dan semua karyawan pergi.
Kinara mencoba membukanya lagi akhir-akhir ini. Dan, begitulah… tidak gampang menghidupkan sesuatu yang sudah mati.
“Apa yang kulakukan sudah benar ya…” Tiba-tiba saja Kinara diliputi keraguan.
Hatinya terombang-ambing setelah mendengar pengakuan Tama yang bilang mulai tertarik padanya. Tapi kenapa rasanya pria itu tidak tulus. Kinara mendesah. “Ah nggak tahu juga deh…”
Dia beranjak dari kursinya dan berjalan keluar.
Ketika membuka pintu ruangannya, Kinara terkejut bukan main karena Caraka sudah ada di depannya. “Oh,” pekiknya kaget. “Ada apa ya?” tanya kemudian.
Caraka tersenyum. Lalu dia mengangkat dua gelas kopi di tangannya.
“Tadinya aku beli satu, tapi sedang promo one plus one. Kamu mau?”
“Untukku?” Kinara menunjuk dirinya sendiri.
Dia pikir Caraka sudah keluar dari galeri seninya tadi tapi, ternyata dia keluar membeli kopi.
Pria itu menyodorkan satu gelas kopi pada Kinara.
Tapi belum sempat tangan Kinara menyentuh kopi itu, sebuah tangan sudah menyambarnya lebih dulu.
“Bau kopinya enak juga,” Tama menghidu aroma kopi dan menyesapnya tanpa izin lebih dulu. “Tapi, rasanya sangat tidak enak.”
“Tama!” tegur Kinara pelan. “Jangan bersikap tidak sopan dengan pengunjung galeriku,” bisiknya.
“Oh, jadi dia pengunjung galeri?” Tama melihat Caraka dari atas ke bawah. Tatapannya sinis.
Namun yang dilihat malah tidak bergeming. Caraka tersenyum. “Benar saya pengunjung. Kalau anda sendiri siapa?” tanya Caraka pada Tama.
“Aku? Suami pemilik galeri seni ini.” Tegas Tama.
Kinara menoleh ke arah pria itu. Baru kali ini Tama memperkenalkan dirinya sebagai suami ke orang lain di luar keluarga.
Apa memang dia tertarik padaku?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments