Tama mendelik, “Apa kau bilang? Cerai?” ulangnya ketika mendengar ucapan Kinara. “Jangan asal bicara!” tegas Tama.
Tatapan tajam Kinara mengartikan bahwa dia benar-benar serius. “Aku tidak asal bicara. Aku serius! Mari bercerai!” ucapnya tegas.
“Tidak bisa!” tolak Tama tegas.
Kinara terkejut karena penolakan Tama, dia terdiam. Kenapa suaminya menolak, tidak mungkin dia menolak bercerai karena mulai mencintai Kinara. Atau, bisa saja itu benar, mereka sudah menikah selama dua tahun.
Kinara tiba-tiba mengharapkan sesuatu. Sayangnya, harapan itu sirna seketika saat Tama melanjutkan ucapannya.
“Aku masih butuh status pernikahan ini.” Lanjut Tama.
Kinara mengatupkan bibirnya. Bahunya melorot karena kecewa. Sakit sekali rasanya mendengar ucapan Tama itu secara langsung.
“Tidak bisa! Aku tetap ingin bercerai. Kau sudah melanggar perjanjian kita!” tukas Kinara.
“Aku tidak melanggar perjanjian apapun,” balas Tama.
“Kau membawa Zara ke kamarmu, kan.”
Kinara mengatakannya dengan emosi yang tertahan. Nada suaranya pelan dan tajam. Mengingat Tama keluar dari kamar dengan adik tirinya membuat Kinara marah.
“Apa di perjanjian tertulis dilarang membawa adikmu ke kamarku?” kilah Tama enteng.
Memang di perjanjian tidak ada tertulis dengan jelas soal itu. Tapi, tetap saja peraturan itu tertulis bahwa Tama dilarang berhubungan dengan keluarganya terlebih dengan Zara.
“Kau berhubungan dengan Zara, itu sudah termasuk pelanggaran!” jelas Kinara.
“Tapi aku tidak—,” jawaban Tama terpotong karena Zara sudah memanggil.
“Kak?” suara Zara terdengar samar.
Kinara dan Tama menghentikan perdebatan mereka. Lalu menghampiri Zara di ruang keluarga.
“Kak Tama, Kak Kinara.” Zara berdiri saat melihat Tama dan Kinara datang. “Kalian kenapa meninggalkanku?” ucap wanita itu dengan nada lemah lembut.
Kinara jengah melihatnya.
“Apa yang kalian lakukan di kamar itu saat aku tidak ada?” tembak Kinara langsung, matanya tajam melihat ke arah Zara dan Tama.
Berbeda dengan Zara yang seolah tak berdaya karena ucapan Kinara. Tama terlihat santai seolah dia tak melakukan kesalahan apapun.
“Maaf Kak,” Zara menunduk menyembunyikan wajahnya.
Kinara tidak mengerti kenapa sikap Zara begitu. Mungkinkah Tama sudah menidurinya? Dia langsung mendelik ke arah suaminya.
“Hei, kenapa tidak melanjutkan ucapanmu?” kini giliran Tama yang bersuara. Dia memprotes karena ucapan Zara menggantung, dan tatapan tajam Kinara membuatnya tak nyaman.
“Kak Tama mungkin tidak ingat karena mabuk…” ucap Zara mendongakkan kepalanya, matanya sudah berkaca-kaca. “Kak Kinara... Aku minta maaf,” lanjut Zara sambil terisak. Air matanya mulai jatuh.
“Hei… Kenapa tiba-tiba minta maaf. Memangnya aku melakukan apa padamu?” Tama mengerutkan dahinya. Dia memang mabuk tadi, tapi dia yakin tidak melakukan apapun dengan adik istrinya itu. Tapi kenapa… kenapa Zara mengatakan seolah mereka sudah melakukan sesuatu.
Kinara tidak tahu harus bersikap bagaimana, dia hanya bingung harus marah atau melakukan apa?
“Kak Tama, Kak Kinara aku minta maaf, semua salahku.”
Mendengar kalimat maaf itu membuat Kinara yakin.
“Lebih baik kau antarkan Zara pulang! Setelah itu, kita lanjutkan pembicaraan kita.” Kinara mengatakannya langsung ke arah Tama. Tatapannya tajam menusuk langsung ke arah pria itu, lalu meninggalkan Tama dan Kinara.
Tama melihat kepergian Kinara dengan tatapan yang sulit diartikan. Wanita itu terlihat sangat marah, tapi apa harus semarah itu?
***
Di dalam mobil, Tama melirik ke arah kursi penumpang, Zara terlihat menunduk. Apa dia benar-benar melakukannya dengan Zara? Ah, tidak mungkin. Tama menggeleng. Dia memang brengsek, tapi meniduri adik dari istrinya tidak mungkin dia lakukan.
“Zara.” Panggil Tama.
“Iya Kak?”
“Aku memang mabuk tadi, tapi aku ingat tidak melakukan apa-apa padamu.” Tama ingin mengatakan kalau dia masih sadar tidak meniduri adik istrinya itu.
“Kak Tama memang tidak melakukan apa-apa padaku,” sahut Zara.
Jawaban Zara malah membuat Tama makin tidak mengerti. “Lalu, kenapa kamu tadi bersikap seolah-olah aku melakukan hal tak senonoh padamu?”
“Apa itu yang ku lakukan? Ah, maafkan aku, Kak. Aku pikir kalian marah padaku karena datang ke rumah kalian tanpa memberi kabar.”
Begitulah yang terjadi sebenarnya… Zara datang ke rumah pasangan suami istri itu sendiri, dan kebetulan Tama yang baru pulang kerja dalam keadaan mabuk bertemu dengannya.
Tama akui, kebiasaannya minum dan bermain wanita tidak bisa dihilangkan. Apapun Tama lakukan asal bisa melupakan wanita yang menyakitinya. Bahkan menikah dengan Kinara juga termasuk salah satu cara melupakan wanita itu.
Tapi, sebrengsek-brengseknya Tama, dia tidak akan bermain dengan adik Kinara yang bergelar istrinya.
“Seharusnya kau bilang tadi saat ada Kinara. Sekarang dia pasti sudah salah paham denganku.” Tegur Tama.
“Maaf kak,” Zara menunduk menyembunyikan wajahnya, seolah merasa bersalah. Padahal jauh di lubuk hati wanita itu senang sudah membuat kehidupan rumah tangga Kinara retak. Karena itu tujuannya yang sebenarnya.
Enak saja dia hidup tenang setelah menikah. Apalagi menikah dengan CEO kaya seperti Kak Tama. Harusnya Kak Tama yang menikah denganku, dari awal aku yang harus menjadi istrinya bukan Kinara. Aku akan merebut kembali apa yang harusnya jadi milikku!
Zara menyeringai tipis. Seolah merasa menang karena membuat pasangan suami istri itu bertengkar karena dirinya.
***
Di dalam kamarnya, Kinara duduk di tepi ranjang sambil menatap kosong. Dia tidak tahu apa yang sedang melanda hatinya sekarang.
Dua tahun menikah dengan Tama, dengan semua hal bejat yang dilakukan pria itu. Tapi, kenapa hari ini harus dengan Zara? Seseorang yang paling dibenci Kinara.
“Kenapa harus Zara?” gumamnya. Tangannya mengusap wajah frustasi. Kelelahan terpancar jelas pada wanita itu. Dia baru pulang dari Galeri seninya saat mengetahui Tama dan Zara bersama.
Apa dia benar-benar harus bercerai dengan Tama?
Tapi, bertahan dengan pria seperti itu juga melelahkan untuk Kinara. Padahal dia berusaha menutupi keburukan Tama di depan keluarganya. Kinara hanya ingin bebas dan hidup tenang setelah pernikahan ini.
Lalu, kenapa harus sekarang… Kenapa pria itu malah membawa Zara ke kamar tidurnya. Bagaimana tanggapan keluarga Kinara jika tahu soal ini.
Pasti Zara sudah tersenyum gembira karena berhasil membuat kehidupan Kinara berantakan lagi.
Kinara menghela napas berat. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Dia tak mau ditertawakan oleh ayah, ibu tirinya dan juga Zara. Kalau mereka tahu soal pernikahannya dengan Tama yang hanya sebuah sandiwara.
***
Setelah mengantar Zara, Tama kembali pulang. Dia berjalan menuju kamar. Saat tangannya hendak membuka pintu, kepalanya melihat ke arah kamar Kinara yang berada di ujung.
Dengan langkah santai, Tama mendekat ke kamar istrinya. Dia mengetuk pintu, tidak ada jawaban apapun. Sekali, dua kali, sampai tiga kali Tama mencoba memanggil Kinara. Tapi tidak ada sahutan.
Tama heran, kenapa sunyi sekali.
Pria itu akhirnya membuka pintu itu dengan sekali gerakan. Kosong. Kamar Kinara kosong.
“Kemana dia?” gumam Tama seraya melangkah ke dalam kamar. “Kinara?” panggilnya.
Tama berbalik cepat. Kinara tidak ada di kamarnya.
Apa dia pergi? Kenapa?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments