Rasa kecewa dan sakit hati kini telah menyelimuti hati Lily hingga berhari-hari hatinya kelam
seperti mendung tak berkesudahan. Setiap pagi ia duduk dekat jendela kamarnya menanti dering telpon. Berharap ada ucapan selamat pagi atau pertanyaan sederhana, apakah ia sudah sarapan. Kedengarannya sepele, tapi justru momen itu yang sekarang dirindukannya. Ternyata rindu itu adalah siksaan. Rindu itu azab yang sangat menyakitkan. Apalagi jika rindu tak berbalas, rasa kecewa dan sakit hati menumpuk hari demi hari hingga melahirkan gunungan kecewa yang siap untuk meletuskan api amarah.
Sudah seminggu sejak telepon putus itu, Dave tidak pernah sekalipun muncul di hadapannya. Tidak di rumah. Tidak di kampus, di kafe ataupun tempat-tempat lain yang biasa dikunjungi berdua. Chat dan telponnya juga tak ada. Ponselnya tak pernah aktif. Kelihatannya laki-laki itu memang tidak berusaha menyambung lagi jalinan yang telah diputus oleh keluarganya. Fixed. Anggap saja dia sudah menghilang ditelan bumi. Tujuannya mungkin sudah
tercapai, mencuri data studi kelayakan Goldlight dan memenangkan tender mega proyek kilang minyak
itu untuk perusahaan lain. Mungkin perusahaan itu membayar Dave dengan harga yang lebih tinggi daripada GNC. Dave tidak benar-benar mencintainya. Anggap saja semua ucapan manis dan kebaikannya selama ini hanya klamufase belaka. Dave hanya memanfaatkan kebodohan dan kepolosannya saja.
Berhari-hari ia menanti harapan kosong tanpa ada seorangpun yang peduli itu terasa sangat menyakitkan. Lily tak suka pergi mencari hiburan karena ia tak suka dengan keramaian. Ia tak terbiasa berteman dengan banyak orang. Ia tak suka kebisingan. Tapi … kehilangan seorang Dave membuat hidupnya sangat sepi. Seperti berada dalam ruang hampa. Sendirian meratapi nasib.
Keluarganya terlalu sibuk dengan urusan-urusan bisnis. Ia tercampakkan seperti seonggok sampah. Tak ada yang memberi sedikit perhatian dan bertanggung jawab mengurai sepi yang menghantui hari-harinya. Semua sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri dan Lily harus menelan kekecewaannya sendiri dalam-dalam. Meringkuk sendiri dalam sepi tanpa tahu apakah ada alasan untuk tetap hidup.
Semalam mama datang di mimpinya, mengingatkan bahwa ia harus berlatih kuat dan bangkit sendiri. Arwahnya masih saja hadir saat Lily sedang terpukul. Bayangan putih itu terus memotivasi diri dengan pikiran-pikiran positif. Tak boleh terpuruk. Tak boleh terpuruk. Ia harus bangkit menunjukan jati dirinya. Ia harus bahagia. Kebahagiaannya tak pernah bisa digantungkan pada siapapun. Karena bahagia bukan pemberian orang lain, tapi diciptakan dari hatinya sendiri.
“Kamu gadis yang kuat, Lily. Kamu pasti bisa menghadapi takdirmu. Jangan putus asa, sayang. Kalau kamu kuat menghadapi hujan badai, kamu pasti bisa melihat keindahan pelangi setelahnya.” Mama membisikan kalimat indah itu di telinganya.
Semua ini memang menyakitkan. Tapi rasa sakit itu bisa jadi pelajaran. Ia ingin membuat keputusan sendiri atas apapun yang menyangkut hidupnya. Urusan cinta tak bisa dikaitkan dengan bisnis. Apapun alasannya. Lily harus bangkit mencari cinta dan jalan hidupnya sendiri. Karena dia harus bertanggungjawab atas kebahagiaannya sendiri.
Hari-hari berikutnya Lily mulai membiasakan diri membuat jadwal kegiatan agar tak ada waktu tersisa untuk melamun. Beruntung ada 2 asisten setia yang selalu menemaninya. Ia harus bisa melupakan romantisme semu yang tak pantas dikenang lagi. Bangun tidur ia memulai hari dengan doa pagi dilanjutkan sarapan lalu olahraga ringan seperti jalan kaki mengelilingi taman atau melakukan beberapa gerakan yoga dan olah pernafasan. Lily sengaja meminta pelatih yoga datang setiap pagi untuk berlatih fisik, meditasi dan memberi motivasi hidup agar ia lebih mampu mengelola emosinya. Sesekali ia ambil gambar atau video kegiatan yoganya untuk diunggah di akun media sosial. Pamer itu sudah jadi budaya, suatu hal yang wajar dalam dunia internet seperti sekarang ini. Bukankah aktivitas positif, layak untuk dipamerkan agar jadi inspirasi buat yang lain?
Setelah selesai yoga ia pergi ke kampus untuk menyelesaikan skripsi, menghabiskan waktu mencari bahan dan bacaan di perpustakaan, janji konsultasi dosen atau sekedar diskusi ringan dengan teman yang ditemuinya di area kampus. Sesekali Lily datang memantau perkembangan kafe di Bogor. Tapi tak jarang seharian Lily menghabiskan waktu di kamar menulis skripsi atau mendesain pamflet sambil berselancar di dunia maya. Jika tidak ada jadwal keluar rumah sesekali waktu luangnya dihabiskan dengan duduk di Sofa ruang keluarga nonton siaran TV, youtube, atau mengutak-atik desain grafis, foto dan video di laptopnya sendiri sebelum diunggah di media sosial. Dia berusaha menikmati kesendiriannya. Ia berlatih bahagia karena hal-hal kecil yang dianggapkan suatu pencapaian, misalnya banyaknya like dan comment follower pada postingan-postingan foto lamanya yang direpro lebih eye catching.
“Yes, foto ini dapat lebih dari 90.000 like.” Lily tersenyum sendiri sambil memandangi laptopnya. Sejak menjomblo, ia mulai sering berinteraksi dengan media sosial dan terobsesi menaikan jumlah like dan follower akun media sosialnya. Sehari ia bisa mengunggah beberapa video dan gambar. Padahal sebelumnya paling banyak seminggu hanya mengunggah 2 atau 3 gambar saja. Ternyata semakin sering ia mengunggah foto dan video, makin banyak orang yang meminta pertemanan dengannya.
Kekuatan media sosial memang dasyat. Demi memenuhi hasrat jumlah like dan follower, Lily bersemangat mempelajari teknis-teknis baru disain grafis secara online –baik otodidak maupun ikut kelas berbayar- dan berusaha mengedit sendiri bahan-bahan broadcast agar tampilannya lebih indah. Dida dan Gea juga ikut membantunya mengedit bahan-bahan broadcast dan memantau jumlah like maupun komentar para follower pada setiap unggahan. Penambahan jumlah follower juga dicatat tiap hari. Lily senang mempelajari perilaku para netizen itu dan betah menghabiskan waktu berlama-lama di depan laptopnya demi menyusun gambar dan
tulisan menjadi lebih artistik dan membalas komentar-komentar para pengikutnya.
“Mbak nih ada akun hatter yang bilang mbak Lily sombong dan maki-maki mbak Lily dengan kata-kata kotor.”
“Jawab aja terima kasih, semoga makian anda jadi pahala untuk saya,” jawab Lily santai sambil tersenyum.
“Ada yang ngasih saran supaya mbak Lily pakai komposisi golden shape untuk gambar yang menampakkan bayangan seperti foto mbak Lily waktu di gedung tua itu.”
“Jawablah terima kasih, kami akan coba pada gambar berikutnya. Tunggu tanggal mainnya ya.”
Dida menuliskan jawaban atas komentar-komentar para pengikut Lily sesuai instruksi. Majikannya itu agak aneh, tapi Dida bangga padanya. Bijak sekali sikapnya di media sosial. Lily tak pernah marah dan sering minta jawabannya diawali dengan emoticon senyum atau ucapan terima kasih tanpa perduli komentarnya positif, negatif atau menjatuhkan.
“Jangan lupa tolong catat sarannya dan cari tahu lagi golden shape itu apa ” ata Lily kemudian. Lily selalu bersemangat mencari tahu saran dan kritik pengikut yang pengetahuannya masih belum dikuasainya. Kritik dan saran membangun itu penting. Beberapa saran dan kritik akan dia wujudkan di postingan berikutnya dengan men-tag pemberi saran dan kritik agar mereka tahu saran dan kritiknya direspon dengan baik. Biasanya mereka akan tersanjung kalau saran dan kritiknya diterima. Efek berikutnya, teman-teman mereka tertarik menjadi pengikut Lily. Begitulah seterusnya hingga pengikut Lily bertambah banyak setiap harinya.
Tidak sia-sia. Seiring dengan banyaknya respon dan tambahan jumlah follower, beberapa teman
bersedia membayarnya untuk membuat media promosi seperti E-flyer, brosur, pamphlet maupun video grafis lewat media sosial. Ada juga beberapa teman yang pesan logo untuk star up yang baru dirintisnya. Sebagian besar mereka puas dengan desain Lily. Tawaran endorse produk pun mulai lebih banyak berdatangan. Meskipun hasilnya tak seberapa dibandingkan uang bulanan yang diberikan papa, ia bersyukur dan senang. Setidaknya kegiatan receh itu bisa membuatnya tersenyum dan sedikit melupakan masalah hidupnya.
“Ada yang minta endorse untuk butik nih, mbak Lily. Nominal yang ditawarkan lumayan. Mbak Lily mau ambil nggak?”
“Produknya sesuai nggak sama karakter aku?”
“Pasti. Kan sudah Dida sortir.”
“Ambil deh. Nanti bayarannya buat nonton bioskop bareng ya.”
Dida tersenyum senang. Meski tugasnya sebagai asisten pribadi bertambah dengan makin banyaknya respon terhadap media sosial majikannya, tapi Lily tidak pelit. Dengan uang yang didapatkannya dari kegiatan medsos, Lily jadi lebih sering mengajaknya nonton bioskop, jalan-jalan ke tempat yang sedang hits atau memanjakan diri di spa atau salon langganannya. Gea juga punya tugas tambahan. Selain harus selalu waspada sebagai bodyguard Lily, ia harus selalu membawa kamera dan tripod ke manapun. Kalau-kalau ada hal menarik yang bisa jadi obyek foto, ia akan sibuk jeprat-jepret sesuai instruksi majikannya. Sesekali Lily menjelaskan beberapa teknik fotografi yang diketahuinya pada Gea agar dapat hasil foto sesuai keinginannya. Belakangan ini bodyguard itu mau tidak mau beralih profesi menjadi fotografer amatir.
Begitulah Lily cara menghibur diri dan menikmati kesendirian. Ternyata menjadi jomblo yang introvert bukan hal yang menyedihkan pada zaman internet seperti sekarang ini. Tanpa bicara kita masih bisa menikmati kebahagiaan kecil, hanya dengan tulisan dan gambar cantik yang diunggah di platform media sosial.
Galau yang produktif itu mengasyikan. Banyak seniman sukses setelah melalui fase patah hati. Makanya jangan pernah takut jadi jomblo karena saat menjadi jomblo kita punya waktu hanya untuk memikirkan apa yang kita ingin lakukan tanpa intervensi orang lain. Saat kita bisa melakukan sesuatu sepenuh hati, hasil akhir niscaya lebih indah dari yang kita bayangkan. Kita hanya perlu berdamai dengan kata patah hati lalu berusaha bangkit mencari kebahagiaan sendiri.
Mengikis kecewa itu bukan dengan memelihara kenangan. Kenangan itu letaknya di belakang. Biarlah dia tetap mengikuti kita dari belakang. Sedangkan kita harus tetap berjalan ke depan. Jangan ganggu perjalanan kita dengan terus-menerus menatap ke belakang. Luka hatinya belum sembuh, tapi ia sudah punya alasan untuk hidup yakni membahagiakan diri sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Betty Nurbaini
hatiku m8ris bacanya... ingat wktu aq terpuruk ditinggal bpk ku... bpk sllu muncul di mimpiku menguatkan aq... jdi ikut mewek
2022-08-26
0