Lily berjalan gontai meninggalkan ruang rapat sendirian. Ia merasa seperti berada di planet lain. Sepi dan mencekam. Lily sama sekali belum familiar dengan suasana kantor karena belum pernah bekerja di kantor papa atau menjadi direksi di unit bisnis perusahaan sebagaimana tiga saudara laki-lakinya. Kuliahnya saja belum selesai. Kondisi fisiknya lemah. Keluarganya juga meragukan kemampuannya. Hal yang disebutkan terakhir itu seperti doktrin yang membatasi dirinya dengan segala kegiatan bisnis keluarganya. Kemampuannya jauh di bawah standar minimum perusahaan keluarganya. Entah itu kemampuan intelegensi, kemampuan berkomunikasi maupun kemampuan fisik. Semuanya tidak ada yang memenuhi standar.
Lily merasa inferior. Tak ada satu prestasi pun yang bisa dibanggakan di hadapan keluarganya. Masa kecilnya banyak dihabiskan di rumah sakit dan menjalani operasi demi operasi untuk memperbaiki kelainan jantung bawaan yang dideritanya sejak lahir. Berbeda dengan ketiga saudara laki-lakinya yang semuanya berprestasi dan lulusan terbaik dari universitas luar negeri. Semua kakaknya pernah jadi juara kelas, pimpinan organisasi sekolah, juara olah raga, juara kompetisi musik, dan sejumlah prestasi lain di dalam dan luar sekolah. Piala dan penghargaan yang mereka peroleh berjejer-jejer di kamarnya masing-masing. Sementara Lily jangankan menjadi pemenang lomba atau kompetisi, sekedar ikut berpartisipasi pun belum pernah.
Terlahir sebagai anak bungsu, satu-satunya anak perempuan dan memiliki kelainan jantung bawaan membuat Lily merasa sangat berbeda dari saudara- saudaranya. Mama pun mendidiknya dengan cara berbeda pula. Mama sangat berhati-hati menjaganya seperti menjaga sebongkah berlian langka. Tidak boleh ini. Tidak boleh itu. Banyak hal yang tak boleh ia lakukan. Mama selalu mendampinginya ke manapun dan mengingatkannya tak boleh terlalu lelah dan emosional.
Lily selalu patuh apa kata mama karena yakin apa yang dikatakan mama selalu benar. Saat umurnya masih 8 tahun Lily pernah tergoda mengejar kucing cantik di taman belakang rumah tanpa sepengetahuan mama dan pengasuhnya. Kucing itu berlari ke sana kemari menggodanya dengan tatapan mata yang lucu menggemaskan. Lily mengejarnya dengan riang. Kucing itu mengeong lalu berlari. Saat terpojok di sudut taman kucing itu mencari celah berlari lagi ke arah yang berlawanan. Begitu seterusnya sampai akhirnya dia tertangkap. Hups….. Lily tertawa bahagia. Tapi sebelum berhasil menggendong kucing cantik itu dadanya sesak, nafasnya tersenggal-senggal, lalu tak ada lagi yang dilihatnya selain kegelapan.
Ketika sadar ia telah berada di ranjang rumah sakit. Mama berada di sampingnya dengan mata sembab. Kelopak matanya menghitam seperti habis menangis berhari-hari. Mama langsung mendekapnya erat begitu melihat mata putri kecilnya terbuka. “Mama sangat sayang Lily. Lily harus selalu sehat ya, sayang. Jangan buat mama khawatir ya.” Suaranya serak. Pasti karena mama sudah terlalu banyak menangis.
Lily tak tega melihat mata mama. Ada berjuta kekhawatiran dan cinta yang terlukiskan di dalamnya. ”Mama jangan nangis. Maaf, Lily jadi pingsan lagi ya Ma? Lily janji deh besok-besok Lily tidak akan lari-lari lagi,” ujarnya dengan suara manja dan lemah. Ia menyesal tak mengindahkan nasehat mama agar menjaga tubuhnya dari kelelahan dan emosional yang berlebihan.
“Kamu harus selalu ingat, kalau kamu ingin sesuatu harus minta bantuan mama atau ibu pelayan ya. Kamu tidak boleh capek, sayang. Semua orang sayang kamu dan akan dengan senang hati membantu kamu.”
Lily mengangguk sambil tersenyum.
“Janji.”
“Iya, janji. Lily akan selalu ingat nasehat mama,” katanya sambil mengacungkan jari kelingkingnya.
Mama ikut tersenyum. Dirantainya kelingking mungil Lily dengan kelingkingnya tanda perjanjian itu serius. Ia mendekap putri tunggal kesayangannya itu dengan lebih erat lagi.
Kadang Lily ingin protes meski tak tahu hendak protes sama siapa, kenapa ia harus ditakdirkan berbeda dengan ketiga saudaranya. Mereka sehat, cerdas dan berprestasi. Mereka sangat kuat, tak pernah lelah dengan banyak kegiatan yang dilakukan. Mereka bersekolah di sekolah berstandar internasional dan dituntut bersaing menunjukan siapa yang lebih berprestasi dalam hal apapun. Sementara Lily harus menjalani pendidikan home schooling dan tak pernah diijinkan ikut dalam kompetisi apapun.
Kata mama yang terpenting buat Lily bukan prestasi, tapi berjuang untuk tetap hidup sehat. Kini, setelah beranjak dewasa ia merasa tak punya keahlian apa-apa dan kurang mahir bersosialisasi. Ia sering kebingungan memilih kata jika akan menyapa orang lain yang belum dikenalnya. Ia juga tak percaya diri untuk mengungkapkan perasaan
dan ide-idenya pada siapapun. Mungkin pola asuh itu yang membuatnya tumbuh menjadi gadis yang pemalu dan tertutup.
Segalanya masih indah saat almarhumah mama masih ada di sampingnya. Mama selalu mendukungnya, melindunginya dan memberikan pelukan hangat saat ia membutuhkannya. Satu tahun belakangan ini adalah masa yang terberat dalam hidupnya. Tak ada yang peduli beratnya rasa kehilangan seorang mama selain Dave. Hanya Dave yang menemaninya bangkit, mengikhlaskan kepergian mama dan berusaha menjadi mandiri seperti pesan terakhir mama.
Sejak kecil ia mencoba patuh dan percaya bahwa setiap keputusan telah dipertimbangkan untuk kebaikannya. Bertunangan dengan Dave awalnya juga bukan atas keinginannya. Mereka tak mau tahu apakah ia punya
perasaan cinta pada Dave atau tidak. Mereka hanya perlu yakin bahwa Dave mencintainya dan pertunangannya akan menguntungkan buat perkembangan bisnis grup Goldlight. Waktu itu ia ingin memberontak, tapi dengan lembut mama meyakinkannya untuk patuh dan belajar menerima lelaki yang dikenalnya sebagai teman kak Satya itu. Dave orang baik, mama percaya cinta bisa tumbuh seiring waktu. Witting tresno jalaran soko kulino. Filsafah jawa itu yang selalu diucapkan mama untuk meyakinkan Lily mencoba menjalin hubungan serius dengan Dave meski belum yakin apakah ia benar-benar mencintai lelaki itu.
Satya dengan kepentingan bisnisnya tak pernah bosan meyakinkan Lily bahwa Dave mencintainya dan dia adalah lelaki terbaik untuknya. Selain mendapatkan tawaran gaji yang menggiurkan, kesediaan Dave bergabung di GNC konon juga demi cinta meraihnya pada Lily. Kalau ditanya apakah Lily mencintainya. Sampai saat ini Lily masih gamang dengan perasaannya sendiri. Entah karena kebodohannya atau hanya kurang sosialisasi, Lily sungguh - sungguh tak bisa mendefinisikan apa itu cinta.
Dengan berjalannya waktu Lily mulai merasa bahagia dan menikmati kenyamanan dicintai seseorang lelaki yang selalu menyanjungnya sebagai tuan putri yang sempurna meski ia hanya seorang gadis bodoh yang sakit-sakitan. Dave memberi perhatian setiap saat, memberinya bunga, menyapanya setiap pagi lewat pesan singkat, mendukung mimpinya, dan bersedia memberikan dadanya sebagai tempat bersandar saat hatinya sedang rapuh.
Apakah itu artinya cinta? Lily belum yakin sepenuhnya apakah hatinya telah tertambat mencintai Dave. Saat ini Lily tak ingin kehilangan kebahagiaan yang telah dirasakannya selama kehadiran Dave sebagai tunangannya, terutama pada saat hatinya rapuh karena kehilangan mama, orang yang mencintai dan dicintainya.
Mungkinkah Lily yang terlalu bodoh menerjemahkan sikapnya? Mungkinkah Dave selama ini hanya berpura-pura mencintainya seperti misi para tokoh antagonis di sinetron? Apakah selama ini Dave hanya menjalankan intrik busuknya agar dapat kepercayaan keluarganya dan bisa masuk ke perusahaan Papa dengan tujuan menghancurkannya dari dalam seperti yang dituduhkan kakak-kakaknya.
Tapi apa motifnya melakukan itu? Kalau memang motifnya harta, seharusnya permainannya belum selesai karena sekarang Dave belum dapat sepeser pun harta papa. Dia hanya dapat gaji wajar sebagai wakil direktur sama seperti karyawan lainnya. Kalau motifnya sakit hati atau dendam, dendam pada siapa? Keluarga besar Dave tak pernah bersinggungan masalah bisnis dengan keluarga Wirajaya Halim. Hubungan Dave dan keluarganya tak pernah ada masalah, semua datar dan baik-baik saja.
Entahlah. Lily ini hanya kesalahpahaman. Lily percaya Dave tidak sekejam itu. Hati kecilnya masih yakin, bukan Dave yang membocorkan data hasil studi kelayakan dan informasi tender itu. Satya tidak memiliki bukti kuat bahwa Dave yang telah berkhianat. Mungkin saja Satya hanya kecewa karena kalah tender dan perusahaannya dalam kondisi krisis keuangan. Ia perlu mencari kambing hitam, siapa yang bisa disalahkan atas kekalahannya dan orang yang paling mungkin melakukan pengkhianatan itu adalah Dave. Kata orang bisnis itu kejam. Mungkin ada konspirasi bisnis tapi seharusnya hubungan ini tak harus putus demi alasan bisnis.
Lily sangat kecewa dengan keputusan itu namun tak ada yang bisa dilakukan kecuali harus berdamai dengan keadaan. Ia terlalu rapuh. Tak berani melawan nasib. Sekali lagi ia menarik nafas panjang dan mengingat pesan mama untuk selalu mengendalikan emosinya. Marah, sedih atau gembira tak boleh terlalu berlebihan agar detak jantungnya tetap stabil. Biarlah semua mengalir begitu saja. Ini adalah takdir dan kita harus selalu percaya Tuhan pasti lebih tahu apa yang terbaik buat kita walaupun itu menyakitkan. Barangkali ini saatnya untuk menguji apakah Dave memang benar-benar mencintainya. Kalau Dave memang benar-benar mencintainya, seharusnya dia berjuang membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu salah. Kalau dia tidak berjuang, berarti mungkin tuduhan itu benar, dia hanya memanfaatkannya saja atau dia cuma cecunguk lemah yang sama sekali tak pantas dicintai. Lily berkali-kali menanamkan keyakinan itu dalam hatinya.Ia hanya bisa berharap dan menunggu apa Dave bisa jadi pahlawan dalam hidupnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
yulianisma
br mulai baca..sptnya bagus...lanjuuut🙂
2021-11-04
1