Willy dan Fiska sudah berada di dalam mobil saat ini. Keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Willy sedang fokus menyetir sedangkan Fiska sedang sibuk dengan ponsel mahalnya. Setelah puas dengan ponselnya, Fiska memalingkan muka, menatap Willy dari samping. Ia menjulurkan tangannya lalu mengusap pipi Willy lembut. Willy diam saja tidak mengatakan sepatah kata pun pada gadis itu.
Tidak sampai di situ, Fiska menggeser tubuhnya sedikit untuk menjadikan tubuhnya lebih dekat dengan Willy yang sedang menyetir. Kaki jenjangnya yang terpampang indah karena dress ketat yang ia kenakan sangat pendek membuat Willy lagi-lagi tersenyum. Ia tahu betul, Fiska sedang menggoda dirinya. Tapi, Willy masih diam, masih malas menanggapi gadis yang pernah menjadi kekasihnya beberapa tahun silam saat keduanya masih duduk di bangku SMA.
Mobil yang dikendarai Willy akhirnya sampai di sebuah pelataran parkir basemen apartemen. Willy menolehkan wajahnya, mengisyaratkan gadis itu untuk segera turun. Fiska memberengut manja mencoba membujuk Willy untuk turun bersamanya.
"Mampir dulu Will. Kita udah lama kan nggak ngobrol." ujar gadis itu penuh harap.
"Kan tadi udah puas ngobrol." sahut Willy santai. Saat ini ia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk berduaan dengan gadis itu.
"Tadi beda Will. Ngobrolnya rame gitu. Aku pengen sama kamu aja. Ayolah." Ia kembali membujuk Willy. Willy yang sebenarnya malas mau tidak mau menuruti gadis itu. Setidaknya, semakin cepat ia menuruti keinginan Fiska, ia akan cepat pula untuk pulang ke rumah.
Mereka beriringan berjalan menuju lift yang akan membawa keduanya di lantai tempat apartemen Fiska berada. Saat di dalam lift, tiba-tiba gadis itu mendekatkan diri pada Willy, Ia mendaratkan ciuman di bibir lelaki itu. Willy mendorong pelan Fiska.
"Santai dong Fis." ujarnya sambil melirik gadis yang sudah kehilangan kendali tersebut.
Keduanya kemudian sampai di depan pintu apartemen. Fiska segera menekan kode akses yang akhirnya membuat pintu apartemen segera terbuka. Willy melangkah masuk mengikuti Fiska yang telah lebih dulu. Ia duduk di sebuah sofa empuk berwarna merah di depan sebuah televisi besar milik gadis itu.
Fiska meletakkan tasnya kemudian kembali menghampiri Willy lalu duduk di atas pangkuan lelaki itu. Ia menelusuri wajah tampan yang dulu pernah menjadi miliknya. Willy sendiri masih terdiam, ia menerima saja perlakuan Fiska yang semakin menjadi. Ia juga masih bergeming saat Fiska mulai membuka satu persatu kancing kemejanya membuat dadanya yang bidang terpampang. Fiska sendiri menurunkan lengan bajunya yang hanya sejari hingga hanya menyisakan Bra berwarna hitam dengan dua buah gundukan besar yang sangat menggoda.
Willy menikmati setiap belaian gadis nakal itu. Setiap bibirnya mengecup tubuhnya dengan nafsu tidak dapat dihindari ia mulai bereaksi. Ia mulai merengkuh pinggang ramping milik Fiska yang semakin merapatkan tubuh mereka. Tanpa sadar, ia mulai mengambil alih peran. Dijatuhkan tubuh gadis itu ke sofa hingga membuat ia tepat berada di bawah kungkungan Willy. Fiska tersenyum penuh kemenangan, Willy benar-benar merespon dirinya. Membalas serangannya tidak kalah rakus dan liar.
Di tengah pergulatan yang semakin panas itu, wajah Lintang kembali terbayang. Willy sontak menjauhkan diri dari Fiska yang sedang terbakar gairah. Gadis itu menatapnya sendu, menuntut hal yang lebih berani dari sekedar tadi. Namun Willy bergeming. Lelaki itu nampak sedang mengancingkan kembali kemejanya yang telah berantakan.
Fiska dengan kemarahan yang tidak bisa disembunyikannya menghampiri Willy, kembali memeluk Willy dari belakang untuk segera membalasnya. Namun Willy segera menyentak lengan gadis itu sedikit keras, mengisyaratkan ia sedang tidak ingin melanjutkan permainan.
"Sorry Fis. Aku harus pulang sekarang." ujarnya datar setelah ia memasangkan kembali jam tangannya yang mahal.
Fiska memberengut menatap lelaki itu tidak rela. Ia sudah benar-benar ingin menikmati hari bersama Willy, namun tiba-tiba lelaki itu malah membuatnya kesal setengah mati. Willy tidak memperdulikan teriakan gadis itu yang menyuruhnya untuk segera kembali. Kakinya tetap melangkah menuju lift kemudian menuju mobilnya yang masih terparkir rapi, meninggalkan Fiska yang sudah frustasi.
...****************...
Di dalam mobil dalam perjalanan pulang, Willy mengutuk dirinya sendiri. Mengapa tiba-tiba wajah perempuan yang dibencinya malah bergentayangan dalam pikirannya. Mengganggu semua kenikmatan yang sedang direguknya bersama Fiska barusan. Willy mengerang pelan. Belum lagi menjadi istri, gadis itu sudah membuatnya kesal setengah mati.
Kau benar-benar harus membayar mahal semua kekacauan ini, gadis sialan. Ia mengumpat didalam hati.
Tidak berapa lama kemudian, mobilnya sampai di halaman rumah mereka yang luas. Dilihatnya Lintang sedang menyiram tanaman milik ibunya. Tanpa basa basi dihampiri gadis itu kemudian tanpa sempat Lintang bisa mencegah, tubuhnya sudah ditarik dibawa paksa oleh Willy ke belakang taman.
Lintang tidak mengerti apa yang sedang dilakukan pria ini. Tanpa alasan yang jelas, ia dengan kasar telah menarik Lintang untuk ikut ke belakang taman meninggalkan pekerjaannya yang bahkan belum selesai ia kerjakan. Lintang menatap takut mata yang sedang menatapnya tajam itu namun ia butuh penjelasan akan perlakuan dari Willy barusan.
"Ada apa lagi Tuan? Apa yang saya lakukan sampai Anda memperlakukan saya seperti ini?" tanya Lintang pelan.
Willy menatap gadis yang sedang tidak berdaya itu dengan penuh kebencian.
"Apa rencanamu sebenarnya?!" bentak Willy tepat di depan Lintang.
"Aa-aku tidak mengerti maksudmu, Tuan." sahut Lintang bingung. Jujur ia benar-benar tidak tahu salah apa yang telah dilakukannya pada lelaki ini.
"Kau berpura-pura? Kau ingin menguasai harta keluargaku karena itu kau ingin aku menikahimu bukan?" ujar Willy dengan teriakannya yang terdengar begitu mengerikan.
Lintang tersentak, ditatapnya Willy kemudian ia menggeleng pelan. Ia tidak bisa membantah apa pun dari bibir lelaki ini. Namun, ia juga tidak ingin membiarkan Willy terus-terusan berprasangka buruk terhadap sesuatu yang bahkan tidak pernah di rencanakan nya. Tapi, untuk sesaat tidak ada yang keluar dari bibir mungil Lintang. Ia hanya menatap pilu Willy didepannya.
"Terserah apa maumu Tuan, lakukan apa pun asal kau tidak membatalkan pernikahan ini." ujarnya penuh kegetiran. Lintang hanya ingin menuntaskan keinginan kakek yang sudah begitu baik padanya. Ia tidak ingin mengecewakan kakek sekalipun pria tua itu telah tiada. Ia telah berjanji dan tidak ingin mengingkari. Meski ia tahu, awal dari penderitaannya akan segera dimulai namun ia tetap akan mewujudkan permintaan terakhir orang yang sangat disayanginya itu.
Willy mengepalkan tangannya kuat. Tidak menyangka, di tengah rasa takut dan gemetar yang begitu kentara, Lintang bahkan menantang dirinya untuk tetap melangsungkan pernikahan terkutuk itu. Saat Lintang hendak berbalik, Willy menyentak hebat lengan gadis itu hingga mereka akhirnya kembali berhadapan. Tanpa di duga, Willy meraup bibir Lintang dengan bibirnya sendiri. Memberi pelajaran dengan ******* bibir basah itu dengan kasar membuat Lintang mendorong kuat Willy hingga pria itu menjauh darinya.
"Kenapa? bukankah kau menginginkan pernikahan ini terjadi? Jadi biarkan aku menikmati apa yang menjadi hak ku!" ujar Willy penuh kepuasan saat dilihatnya Lintang mulai tak kuasa menahan airmata agar tidak tumpah.
"Anda keterlaluan, Tuan." sahut Lintang terbata-bata kemudian ia berlari menuju rumah mungil di belakang bangunan utama. Ia masuk kemudian mengunci pintu. Tubuhnya lemas terasa tak ada tenaga untuk segera menghempaskan diri di atas ranjang. Lintang menangis mengingat perlakukan kasar Willy padanya. Menyesali diri yang tidak bisa berbuat apa-apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
lovely
alibi karena amana6 kakek buat apa klo menderita cm ada di novel doank cewek bodoh 🥵
2022-12-15
0
Alya Yuni
Cantik tpi syngnya jdi prmpuan pelacur
2022-07-11
0
Juan Sastra
benci kok di sosor,,
2022-05-11
1