Dia Pembantuku, Dia (Bukan) Istriku.
William menghisap dalam rokok yang sedang ia pegang di sela jarinya. Pandangannya menerawang jauh menatap lurus ke depan. Ada yang mengganggu pikirannya saat ini. Beberapa jam lalu, teleponnya berdering. Ayahnya menelpon dan mengabarkan kakeknya sedang dalam kondisi kritis di rumah sakit terbesar di Jakarta.
William sangat menyayangi Franky Dwianuarta, kakeknya yang telah berusia tua itu. Maka tanpa basa basi ia mengiyakan untuk segera pulang besok pagi di penerbangan pertama.
William juga harus meninggalkan perusahaan mereka yang berada di Perancis dan sementara waktu menyerahkan kepada bawahannya. Beberapa kali William terlihat sibuk dengan ponselnya hanya untuk memantau perkembangan kesehatan kakek yang belum ada tanda- tanda akan membaik hingga sekarang.
Franky Dwianuarta adalah kakek sekaligus pendiri dari perusahaan tekstil terbesar di Indonesia dan saat ini cabangnya sudah tersebar di luar negeri. William, sedari kecil sudah sangat dekat dengan Franky dibanding dengan sepupunya yang lain.
Maka tidak heran jika saat ini ia terlihat sangat cemas menantikan kabar perkembangan sang kakek dari siapa saja yang sedang menjaganya di rumah sakit.
"Kau tenang saja, Kakek pasti bisa melewati masa kritisnya." ujar Riky Dwianuarta, Ayahnya sekaligus anak pertama dari kakeknya saat mereka terlibat pembicaraan di telepon tadi.
"Kenapa tidak ada yang memberiku kabar dari kemarin, Pa? Aku sangat mengkhawatirkan Kakek sekarang." William meremas rambutnya kuat. Pantas saja tidak ada lagi telepon atau panggilan video dari kakeknya hampir satu minggu belakangan ini. Biasanya, kakeknya rutin akan menelpon cucu kesayangannya itu.
"Tidak apa, Will. Kakek sempat berpesan untuk tidak mengabarimu dulu kemarin. Dan sekarang kami rasa adalah waktu yang pas untuk mengabarimu. Will, apa kau akan melakukan apapun yang Kakekmu minta nanti?" tanya ayahnya.
"Tentu saja, Pa. Aku akan melakukan apapun demi Kakek." sahut William mantap. Ayahnya terdengar menghembuskan nafas lega saat mendengar jawaban tanpa keraguan itu dari anaknya.
Jadilah besok hari keberangkatan William ke Indonesia dan ia tidak akan pernah menyangka permintaan apa yang diinginkan oleh kakeknya nanti. Sebuah permintaan yang akan mengubah hidupnya juga seluruh hidupnya dan setelah hari ini ia dipastikan tidak akan pernah kembali lagi ke Perancis.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pukul lima sore akhirnya William tiba di bandara Soekarno Hatta setelah menempuh enam belas jam perjalanan dari Perancis ke Indonesia. Sudah hampir lima tahun William tidak pulang ke Indonesia. Usianya 23 tahun saat ia menjejakkan kaki di Perancis saat itu setelah ia menyelesaikan perkuliahannya di Indonesia pada beberapa tahun yang lalu.
William langsung dipercaya untuk memimpin perusahaan keluarga besarnya di Perancis dengan bimbingan dari pamannya yang juga mengelola bisnis itu. Kini di usianya yang telah memasuki dua puluh delapan tahun, ia telah matang dalam segala hal termasuk masalah finansial dan juga jabatan yang tidak tanggung-tanggung.
William langsung dihampiri pak Tejo, supir keluarga besar mereka setelah ia sampai di bandara. Di dalam mobil William sempat menanyakan keadaan sang kakek saat ini dan ia benar-benar tidak sabar untuk segera tiba di rumah sakit menemui kakeknya.
"Tuan besar masih seperti kemarin, Den. Tapi, beliau seringkali mengigau, menyebut nama Aden berulang kali." ujar Tejo dengan sopan. William menarik nafas panjang. Ia benar-benar khawatir pada kakeknya. William tidak ingin kehilangan kakeknya untuk saat ini. Ia belum siap.
"Kita langsung ke rumah sakit saja, Pak." putus William akhirnya tanpa bisa dibantah oleh sopirnya itu.
Mobil melaju membelah jalanan kota Jakarta yang tidak terlalu macet sore itu. Di dalam mobil, pak Tejo diam-diam memperhatikan cucu kesayangan majikannya ini penuh kekaguman. Pak Tejo sudah sangat lama menjadi sopir keluarga Franky Dwianuarta.
Tejo ingat, dulu saat William masih kecil tuan besar pemilik Dwianuarta Group itu sangat menyayangi William. William adalah raja kecil yang paling dicintai oleh tuan besar hingga saat ini dibanding dengan cucu-cucunya yang lain.
Kini, tuan muda itu telah tumbuh dewasa, gagah dan berkharisma. Meski tidak sombong, namun Tejo tahu bahwa William bukan pemuda yang suka berbicara dengan sembarang orang. Ia tidak akan membicarakan hal-hal yang tidak penting dan membuang waktu. Jadi saat ini, ketika ia melihat tuan muda sedang dilanda kecemasan yang luar biasa dari balik kaca spion, ia mengerti itu benar-benar perasaan yang tidak dibuat-buat.
Mobil akhirnya tiba di parkiran rumah sakit tepatnya di basemen. William keluar dari pintu dan segera menuju lift untuk segera sampai di ruangan VIP tempat kakeknya dirawat. Di sana, saat ia datang ternyata telah menunggu ayah, ibu, dan saudara-saudaranya yang lain. Sang kakek masih terpejam dengan banyak sekali alat medis di tubuhnya.
William menghampiri kakeknya, ia duduk dengan lunglai lalu meraih jemari sang kakek dan menggenggamnya. Tiba-tiba jari itu bergerak pelan, membuat semua yang ada di ruangan itu dipenuhi dengan harapan. Sungguh sebuah keajaiban, selama hampir satu minggu tidak ada pergerakan apapun kecuali nafas yang masih bergerak naik turun yang menandakan bahwa kakek masih hidup.
Namun, setelah kedatangan William hari ini, keajaiban itu terjadi.
Franky ternyata memang telah menunggu kedatangan cucu kesayangannya itu. Detik berikutnya, semua orang dibuat terpana ketika mata yang sudah dipenuhi kerut itu perlahan bergerak dan terbuka. William adalah orang yang paling bahagia melihat itu. Ia segera mendekati kakeknya.
"Willy pulang, Kek, Kakek harus sembuh." ujar william terbata-bata. Franky menoleh pelan, menatap cucu kesayangannya lalu tersenyum.
"Cucuku, akhirnya kau datang." ujar Franky pelan. "Cucuku, aku mempunyai satu permintaan padamu." ujar Franky lagi.
"Katakan, Kek, aku janji akan mewujudkannya untuk Kakek." sahut William dengan terus menggenggam jari kakeknya.
"Kau berjanji akan mewujudkannya?" Tanya Franky lagi.
William menatap kakeknya penuh keyakinan. William tentu saja akan melakukan apapun demi kakek. Maka tanpa keraguan ia mengangguk dan akan menyanggupi apapun yang menjadi permintaan sang kakek tercinta .
Tatapan Franky beralih pada Ricky, anaknya yang juga ayah dari William. Seolah mengerti dengan isyarat itu, Ricky membuka sesuatu dari laci di dalam ruangan tersebut. Ia meraih sebuah foto lalu menyerahkan kepada Franky yang segera menunjukkan foto itu pada William. William tidak mengerti namun akhirnya ia melihat seseorang yang dikenalnya dari sana.
"Ini kakek Suharja?" tanya William pada kakeknya. Ia menunjuk satu wajah yang sempat ia kenal dulu waktu dirinya masih kecil. Franky mengangguk. Suharja adalah teman baik Franky sedari kecil. Lelaki yang sudah lebih dulu meninggalkannya itu adalah sahabat karibnya dari keluarga sederhana. Persahabatan mereka sangat erat hingga akhir hayat.
Dan Franky masih ingat waktu itu, Suharja telah mengorbankan nyawanya dengan menghalangi peluru yang harusnya mengenai tubuh Franky hingga mengenai tubuh Suharja sendiri. Dan sejak saat itu, Franky berjanji akan membuat hubungan persahabatan mereka kekal hingga ke anak cucunya nanti.
"Menikahlah dengan Lintang. Cucu sahabat Kakek." Suara itu pelan tapi syarat akan ketegasan dan itu adalah perintah yang tidak bisa dibantah. William lemas seketika. Tubuhnya segera terduduk di sebuah kursi tepat di samping pembaringan Kakeknya saat ini. Semua orang di dalam ruangan itu menatap iba pada William. Tapi mereka tidak bisa membantu. Mereka tahu keputusan Franky, adalah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat.
"Kakek ... " ujar William lirih. Ia berharap untuk sekali ini bisa merubah keputusan kakeknya. Untuk sekali ini saja bisa menolak permintaan kakeknya.
"Berjanjilah. Agar Kakek tenang. Kau tidak boleh menolak." Suara Kakek yang tegas itu tidak bisa lagi dibantah oleh Willy. Ia bahkan tidak menyangka bahwa kakeknya akan meminta hal ini padanya. Sesuatu yang jauh di luar dugaannya sebelum sampai ke Indonesia hari ini.
Maka dengan terpaksa dan demi menghormati keputusan dan permintaan terakhir kakeknya, William akhirnya mengangguk dan menyetujui itu di hadapan semua orang yang berada di dalam ruangan itu juga. Bersamaan dengan itu, garis lurus di layar monitor menjadi penanda akhir dari kehidupan pendiri Dwianuarta Group tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Dewi Soraya
eh klo g diselametin kakekny lintang kakekmu dh meninggal ni ko mlh bls dendam m lintang bkne trm ksh
2022-09-26
1
fina pratiwi
ada visual nya gak yaa Thor...
biar tambah greget gitu baca nya
2022-07-31
0
Cantika Wijaya
ribet amat tu nama ny anj😂
2022-02-22
2