“Lalalalala…”
Suara senandung lembut mengalun dari arah dapur. Yaya, gadis muda itu, tampak sibuk menyiapkan makan malam. Cahaya lampu kuning di dapur membuat bayangan tubuhnya menari-nari di dinding, menambah nuansa hangat dalam rumah tua itu.
Di ruang makan, Arya duduk diam, kedua alisnya bertaut rapat. Tatapannya tak lepas dari sosok Yaya yang bergerak cekatan. Perempuan itu… terlalu muda untuk menjadi istri kakeknya.
Apa yang dia inginkan dari kakek? Harta? Tapi kakek hanya punya rumah tua ini, dan sepetak kebun kecil, dan uang pensiunan yang pas-pasan. Nggak masuk akal kalau gadis secantik itu menikah karena materi.
Ada banyak pertanyaan menggelayuti benaknya. Semua belum terjawab.
“Mas Arya…”
Suaranya lembut, membuyarkan lamunan. Arya mendongak sedikit gugup.
“Eh, iya?” sahutnya cepat.
Yaya menoleh dari dapur, tersenyum sambil mengangkat spatula. “Mas lebih suka ayamnya digoreng kering, atau agak basah?”
Arya mengangguk pelan, berusaha bersikap biasa. “Hm… kering aja, ya.”
“Baiklah,” jawab Yaya ceria, kembali sibuk dengan wajan.
Terdengar suara gemuruh dari minyak panas yang menyentuh potongan ayam. Aroma harum langsung menyebar ke seluruh penjuru rumah, membuat perut Arya bergejolak minta jatah.
Krukuukkk...
Arya menelan ludah. Suara perutnya membuatnya malu. Baru ingat terakhir makan saat baru turun dari kereta, itu pun hanya beberapa gorengan dan es teh manis.
Hebat juga si kakek. Bisa dapat istri muda, cantik, bisa masak, dan… bohay. Tapi kenapa aku disuruh datang kemari? Kemarin katanya sakit, tapi malam-malam malah main catur bareng sampai larut. Aneh sekali.
Arya mengusap wajahnya kasar. Ia mulai merasa seperti orang yang dijebak ke dalam sinetron ikan terbang.
Tapi anehnya, yang tumbuh di hatinya bukan rasa benci, melainkan rasa penasaran yang semakin kuat. Dilihat dari penampilannya Yaya bukanlah gadis sembarangan.
Ia tampak lebih seperti gadis kota—kulitnya halus terawat, gaya pakaian modern elegan—beda sama gadis kampung yang sederhana. Itu kesan pertama Arya saat melihat Yaya.
Di tengah segala kecurigaannya, Yaya datang membawa nampan berisi nasi hangat, ayam goreng renyah, sambal merah yang pedas, dan lalapan segar.
Dengan gerakan hati-hati, ia menyajikannya di depan Arya, bahkan menambahkan sentuhan Detail dengan menaruh serbet kecil di sisi piring. Sajian itu tampak sederhana namun penuh perhatian.
“Silakan makan, Mas, kalau dingin gak enak,” ucapnya hangat.
Arya menatapnya sejenak. Lalu bergumam, “Te—terima kasih…”
Namun benaknya belum bisa tenang.
Arya menyuap nasi perlahan, tapi tidak benar-benar menikmati rasa ayam goreng yang sedari tadi menggoda hidungnya. Ia makan dengan canggung, sesekali melirik gadis di seberangnya.
Yaya makan dengan garpu sendok, gerakannya anggun, seperti orang yang telah diajarkan etika makan sejak kecil. Tidak ada suara berisik dari sendok yang menyentuh piring, cara makannya rapi.
Pemandangan itu membuat Arya tiba-tiba teringat seseorang.
Desy.
Arya ingat, dulu Desy suka makan dengan Lahap. Kadang pakai tangan. Arya ingat, biasa mereka duduk berdempetan di bangku plastik warung pecel, di pinggir jalan dekat kampus.
Desy selalu tertawa di tengah makan malam, sampai nasi dari mulutnya muncrat kewajah Arya. Sementara sekarang…
Arya duduk berhadapan dengan gadis asing yang cara makanya seperti putri keraton. Suasananya makan terlalu sunyi. Arya tanpa sadar menusuk-nusuk ayam goreng di piringnya.
“Mas Arya nggak suka makanannya?” suara Yaya terdengar lembut, tapi mata gadis itu menatap lurus ke arahnya.
Arya langsung menggeleng, tergagap. “Nggak, ini enak kok. Enak banget malah.”
Alis Yaya sedikit naik. Lalu wajahnya merengut.
“Kalau enak, kenapa nggak digigit? Habiskan. Nggak baik main-main sama makanan.”
Glek.
Arya tercekat. Sendoknya hampir jatuh dari tangan.
“Galak juga…” batinnya, terpaksa mengunyah cepat. Tapi sudut bibirnya justru terangkat sedikit. “…tapi tetap imut.”
Ia menahan senyum sambil pura-pura sibuk dengan nasi. Perempuan ini aneh—berani menegur, tapi tidak menyebalkan. Bikin Arya makin penasaran.
Arya sudah setengah menghabiskan ayam gorengnya, tapi pikirannya belum juga bisa menerima kenyataan: perempuan muda ini adalah istri kakeknya sendiri.
Ia meletakkan sendok, lalu meneguk air putih.
“Boleh nanya satu hal, nggak?” katanya tiba-tiba.
Yaya mengangkat wajah. “Tanya aja, Mas. Nggak usah izin segala, kelihatannya kita seumuran.”
Arya terus menatapnya, dan mulai bertanya, “Gini ya... kamu tuh beneran nikah sama Kakekku, kakek Abi yang sudah 70 tahun?”
Yaya tersenyum jahil. “Kamu gak percaya ya?”
Arya mengangguk pelan. “Gimana ya… bukannya mau ngejek, tapi... kamu tuh muda, cantik, pinter masak. Sementara kakek? Ya… beliau tuh ya... kakek-kakek banget.”
Yaya terkekeh. “Kakek-kakek banget, tuh gimana?”
“Ya bangkotan. Giginya palsu, jalannya suka lupa bawa tongkat. Kadang lupa pakai celana kalau ke luar rumah,” Arya nyengir, setengah menggoda.
Yaya tertawa, tapi ekspresinya tetap tenang. "Mas Arya pikir aku ini cewek mata duitan, ya?”
Arya mengangkat alis, pura-pura polos. “Aku nggak bilang gitu, tapi… ya, orang-orang pasti mikirnya ke sana, sih, kok mau cewek muda nikah sama kakek-kakek.”
Yaya menatapnya sebentar, lalu berkata pelan. “Aku nggak nyari harta, Mas. Yang aku cari cuma... tempat yang mau nerima aku apa adanya.”
Arya terdiam. Jawaban itu nggak seperti gombalan. Nada suara Yaya berubah, agak berat… seperti menyimpan sebuah luka.
Tapi Arya belum puas. Ia berusaha tetap santai. "Tapi kamu beneran suka? Maksudku, suka beneran, sama Kakek Abi beneran cinta? Bukan cuma karena kasihan doang?”
Yaya terkikik. “Kakekmu itu orang baik. Dan selama ini… cuma dia yang ngelihat aku bukan dari apa yang aku bawa, tapi dari apa yang aku tahan.”
Arya mengerutkan dahi. “Apa yang kamu tahan?”
Yaya belum sempat menjawab pertanyaan Arya ketika suara berat dari depan rumah terdengar lantang.
“Assalamualaikum....”
Arya dan Yaya refleks menoleh ke arah pintu. Dan langsung menyambut kepulangan kakek Abi.
“Waalaikumsalam, Kek,” sapa Arya dan Yaya bersamaan.
“Lho, kamu udah sampai aja,” ujar Kakek Abi, wajahnya langsung sumringah saat melihat cucunya. “Gimana perjalanan kesini? Lancar?”
“Lumayan... agak ngebul di atas truk,” jawab Arya, menahan tawa.
Kakek Abi tertawa. “Ah, pengalaman pertama kesini sendirian memang harus berkesan.”
“Yeay kakek bawa mangga madu ya,” seru Yaya riang. Ia langsung mengambil kantong plastik berisi mangga, matanya berbinar seperti anak kecil.
“Iya. Buat neng Yaya yang suka asem-asem manis,” jawab Kakek Abi sambil melirik nakal ke arah Yaya.
Arya menyipitkan mata. Tatapan mereka… nada bicara mereka… seolah sudah tinggal bersama bertahun-tahun. Tapi baginya, semua ini masih absurd.
Terlalu absurd.
“Kakek, kenapa nggak cerita ke Ibuk kalau udah kawin sama Yaya?!” ucap Arya, nada kesalnya lepas begitu saja,
Suasana mendadak beku.
Kakek Abi langsung tersedak. “Uhuk! Uhuk!”
Yaya buru-buru meletakkan mangga dan mengambil gelas berisi air putih, menyodorkannya ke Kakek Abi dengan panik. “Kek! Pelan-pelan minumnya!”
Arya mendekat juga, panik tapi masih dengan alis berkerut kesal. “Duh, Kakek… maaf. Aku nggak bermaksud—”
Baru saja Kakek Abi meneguk air dan mengatur napasnya, pria tua itu malah mendongak… lalu tiba-tiba berteriak...
“Alhamdulillah!”
Arya terbelalak.
Yaya menunduk dan mundur beberapa langkah.
“Alhamdulillah kalau Neng Yaya mau nikah sama Kakek,” lanjut Kakek Abi dengan suara bergetar, matanya berkaca-kaca. “Akhirnya cucuku sendiri yang restui!”
Arya membatu. Rahangnya mengeras.
“Lho?! Siapa yang ngerestuin?!” teriaknya reflek.
Yaya sudah tak tahan, ia langsung tertawa keras-keras.
Sementara itu, Kakek Abi malah mengangkat tangan ke langit-langit rumah, senyum lebarnya penuh rasa syukur. “Mimpi apa aku semalam ya Allah… cucuku sendiri yang ngegas, supaya kakeknya kawin lagi!”
Arya menghela napas panjang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
#TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA ❤️❤️❤️
**Jangan lupa meninggalkan jejak kebaikan dengan Like, Subscribe, dan Vote ya...~ biar Author makin semangat menulis cerita ini, bentuk dukungan kalian adalah penyemangat ku...😘😘😘**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Dewi Payang
Aku kok curiga.... sepertinya Yaya bukan isteri kakek, tapi calon isteri buat Arya. benar gak tebakanku kak🤭🤭🤭🤭
2025-09-12
1
Lonafx
sibuk banget kamu Arya sama pikiranmu sendiri tentang si Yaya inih😆 masih syokk yaa .. kalau emang dia istri kakekmu, brrti kakekmu emng gak kaleng-kaleng😆
2025-10-09
0
☠ᵏᵋᶜᶟˢ⍣⃟ₛ𝔸𝕥𝕙𝕖𝕟𝕒 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ
wkwkwk km klah pamor ya, kakekmu yg udh berumur aj bs dpetin cwe bening gtu, lah km, udh ganteng muda mlh ditinggal nkh, di selingkuhi pula😂😂😂
2025-08-21
0