Pagi ini langit terasa redup, karena sang raja matahari belum mau muncul ke peraduan untuk membawa sinar terangnya. Keberadaannya pagi ini tergantikan dengan awan-awan tebal yang sedang sibuk menurunkan rintik-rintik hujan.
Terlihat beberapa siswa masuk kedalam gerbang sekolah dengan langkah panjang setengah berlari, menghindari rintik hujan yang akan membasahi tubuh mereka. Terlihat pula Alika baru datang menyusuri lorong kelas. Ia harus menempuh 100 meter dari pintu gerbang menuju kelasnya.
Barisan kelas IPA ada di ujung timur, sedangkan untuk menembusnya ia harus melewati lima ruang kelas IPS yang berjajar.
"Bil ..." Dion menepuk bahu Bilmar yang sedang asik menatap permainan kartu Nino dengan beberapa teman diluar kelasnya. Sebelum pelajaran dimulai, Bilmar dan Dion akan menyambangi Nino, walau mereka berbeda kelas dan jurusan, tapi mereka sudah bersahabat dari kelas satu SMA, di saat mereka belum dipecah dengan bebagai jurusan.
Bilmar menoleh. "Apaan?" tanyanya.
Dion membawa arah mata Bilmar kepada langkah kaki wanita yang sejak kemarin ia fikirkan sampai ke alam tidur. Terlihat Alika sedang berjalan menuju kelas, dan sebentar lagi melewati mereka. Alika terlihat ragu-ragu dalam melangkah, bukan karena ia takut berpapasan dengan Bilmar. Tapi ia sedikit risih dengan ukuran rok yang saat ini tengah ia pakai.
Rok abu-abu yang terlihat sudah usang, pudar dan kekecilan. Panjangnya saja tidak sampai selutut. Terdengar banyak siswa laki-laki yang memandang takjub.
"Wah putih, bro!"
"...Uhuy Alika, paha lo mulus banget!"
Serentetan ledekan dari pada cowok-cowok yang tidak sengaja menatap Alika. Alika ingin menghajar mulut mereka, namun entah mengapa perasaannya sedih karena kejadian dua hari lalu masih membekas dalam ingatannya, selama dirumah ia terus berfikir. Apa mungkin ada yang tidak senang dengannya?
Mereka tidak menyangka Alika akan seberani itu memakai rok yang memperlihatkan kedua pahanya secara bebas. Alika malu diperlakukan seperti itu, tapi mau bagaimana lagi, ia tidak punya pilihan. Mau meminta rok baru kepada orang tuanya, sepertinya tidak mungkin.
Ia tidak mau menyusahkan Mama dan Papa yang bekerja dengan gaji pas-pasan. Dengan segala keterpaksaan, rok yang sudah mengecil bekas dua tahun lalu, ia gunakan lagi saat ini.
Ini semua karena ulah Bilmar Artanegara, membuat Alika susah dan malu. Bilmar dan Dion tercengang melihat Alika yang sebentar lagi akan sampai dan bertatap muka dengan mereka.
"Si pendek udah gila kali ya, masa rok kekecilan kayak gitu masih dipakai?" decak Bilmar tanpa tahu alasan Alika mengapa memakainya.
"Astaga, bening banget." ucap Dion dengan mulut menganga.
Bilmar mendelik, ketika mendengar ucapan itu mencelos dari bibir membleh Dion.
"Eh, item. Lo ngomong apa tadi?" tanya Bilmar sambil melolongkan telapak tangannya untuk masuk kedalam lengan baju. Mengibas-ngibas kan di pelataran ketiak yang berbulu, lalu ia julur kan lagi telapak tangan itu untuk menyapu wajah Dion.
"Anjim, bau bangkai." Dion menepis telapak tangan Bilmar untuk menjauh dari wajahnya. Lelaki itu terbatuk-batuk, berakting seolah-olah ingin mati karena habis menghirup racun berbahaya.
"Enak aja lo, ketek gue wangi, pakai deodorant! Emang elo pake bubuk MBK punya emak lo, Ck!" Bilmar berdecak tawa.
Seketika tawanya terhenti ketika langkah Alika sudah sejajar dengan tubuhnya dan Dion. Bilmar fikir Alika akan cemberut atau membuang muka, karena ia sudah tega meninggalkannya kemarin tanpa membantunya. Namun Bilmar salah, wajah Alika masih terlihat sedih, ia memilih menunduk dan terus berjalan melewati Bilmar. Alika tidak memperlihatkan raut amarah apapun di wajahnya.
"Kasian gue lihatnya, lo sih kejam banget, Bil!" lirih Dion.
"Eh kurap lo mau kemana?" Bilmar menarik kerah baju Dion yang begitu saja ingin melangkah untuk meninggalkannya.
"Mau susulin Alika, gue mau minta maaf, Bil."
"Eh gila lo ya, nanti dia tau!"
"Eh iya-iya." Dion tersadar dan akhirnya tersenyum bodoh.
"Heran gue, begoo kayak begini kok bisa sih masuk IPA." decak Bilmar menoyor kepala Dion sesaat sebelum ia berlalu dari sana.
"Nin, gue balik ke kelas dulu ya."
Nino mendongak menatap Bilmar. "Nino begoo! Nama orang lo kurang-kurangin! Lo fikir gue Nina."
"Bilmar emang ****, Nin." sahut Dion lalu berlari meninggalkan mereka. Dion sepertinya mempunyai tujuh nyawa seperti kucing, ia berani meledek Bilmar dan Nino.
"Eh Monyett!" seru Bilmar dan Nino bersamaan. Dion terus berlari menuju kelas sesekali berbalik menjulurkan lidah kepada dua sahabatnya itu.
"Pulang sekolah kita sekap tuh anak." decak Nino.
"Telanjangin sekalian, masukin ke gudang. Biar abis diperkaos ama setan."
Gelak tawa Nino dan Bilmar pun bersautan, menggema nyaring di pelataran ruang kelas IPS. Bilmar pun akhirnya pamit meninggalkan Nino yang masih asik bermain kartu, untuk kembali menuju kelasnya.
****
"Al, gue ijin ke toilet ya." Alika yang sedang menulis, kemudian menoleh ke arah Fandi yang sudah berdiri disamping mejanya.
"Perasaan lo udah ijin ke toilet lima menit yang lalu deh, lo nih beser atau alasan aja? Mau ke kantin kan, Lo?" Alika mendelik tajam, menjulurkan penggaris besi ke arah dagu Fandi. Memang bel jam istirahat kedua belum berbunyi, rasanya perut lelaki itu tidak sabar menunggu untuk di isi.
Fandi terkesiap, ia menatap takut wajah Alika yang berubah seperti seringai serigala betina. Yang sekali raung, habislah pakaian Fandi, di cakar-cakar olehnya.
"Tapi beneran kok, Al. Gue tuh kebelet." Fandi tetap memaksa. Sejatinya ia memang ingin ke kantin saat ini juga. Sedari tadi ia sudah resah, terus membayangi bakmie ayam dengan saus sambal yang banyak.
"Duduk sana! Gue enggak ijinin lo ke toilet!" tukas Alika.
Alika kembali membuang wajahnya kedalam buku untuk lanjut mengerjakan tugas. Karena selama dua jam ini, Guru-guru sedang rapat dengan Kepala Sekolah, maka dari itu sebagai Ketua Kelas, Alika harus bisa menertibkan para teman-temannya selama ditinggal oleh Wali Kelasnya.
Semua teman-teman yang mendengar perseteruan itu sedikit tertawa karena Fandi tidak bisa lagi membodohi Alika. Ia pun kembali duduk di kursinya dengan mulut mengumpat, ia memaki Alika habis-habisan didalam hatinya.
"Al ... Al." Alika kembali menautkan alisnya, seperti mendengar bisikan gaib yang memanggil namanya entah dari mana. Namun ia tidak memperdulikan, Alika kembali sibuk menulis.
"Al ..." bisikan itu kembali terdengar, dan lebih nyaring dibanding sebelumnya.
Alika pun menoleh dan mendapati Dion yang tengah berbisik memanggil namanya. Alika mengangkat dagunya dan memicingkan kedua mata.
"Apaan? Lo mau ijin ke toilet juga?" decak Alika.
Dengan gelengan kepala, Dion menjawab. "Enggak, Al. Bukan itu."
"Mau nyontek?" tanya Alika lagi.
Dion mencebik. "Bukan!"
Lalu
Dion memundurkan tubuhnya, membawa arah mata Alika untuk menatap jelas kearah Bilmar, yang sedang duduk tepat di sebelahnya. Terlihat lelaki itu tengah menelungkup kan kepalanya di atas meja. Satu tangannya memeluk perut.
"Bilmar sakit, Al. Maag nya kambuh."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ𝕸y💞 |ㄚ卂卄 ʰⁱᵃᵗᵘˢ
nah iya tuh ngalamin punya temen kaya gitu , ijinnya ke toilet tau nya jajan 😂
2023-10-11
8
clararine
itu mah modus
2021-10-11
1
Laras Kasih
ngakak obrolan cowo 😅😅😅 diperkosa ama setan lagi, iyuhh..si setan gak doyan kaleee 😆
2021-02-04
2