Bel berbunyi menandakan waktu bagi semua murid SMP Negeri 1 untuk istirahat. Suasana kelas F terkini nampak riuh. Mereka buru-buru merapikan alat tempur yang sedari tadi menemani mereka menghadapi peperangan dengan mata pelajaran Fisika.
“Senja, kantin yuk," ajak Ayu.
“Pesenin baksonya Pak No ya, aku kebelet nih, mau toilet bentar," pinta Senja.
“Ellah kamu tu ya, ada apa sih di toilet, tiap istirahat mesti ngapelin toilet," timpal Ucik.
“Namanya juga kebelet gimana sih," ucap Senja yang langsung ngacir ke toilet.
“Heran deh sama tuh anak, yang namanya istirahat semua juga pada nyerbu kantin lha ni bocah malah ngapel di toilet," kini Ifa yang bersuara saat ketiganya mulai beranjak dari bangku masing-masing.
Toilet
“Akhirnya, lega nih perut," gumam Senja sambil merapikan seragamnya.
Setelah dirasa rapi, Senja segera mengayunkan kakinya untuk menyusul teman-temannya yang sudah lebih dulu ke kantin.
Bruk!
“Aawwwhh…..!”
Senja POV
“Hey, ngapain kamu!” kata seseorang yang nampak menjulang sekali di hadapanku.
Dan, ya ampun, kudu banget apa aku berpose nyium sepatu kayak gini, mana enggak pergi-pergi lagi tuh sepatu dari depan muka, enggak tahu apa kalau ini mau bangun tapi malu.
“Hey…,” suara itu lagi.
Dan aku masih setia tengkurep biar muka aku gak kelihatan. Eh, eh, eh, kok pundak aku ditarik!? Oh God ngapain pakai dibantu bangun segala sih, enggak ngerti banget kalau dari tadi aku stay ndlosor biar ni muka enggak kelihatan.
“Kamu nggak apa-apa kan, enggak pingsan kan?!” tanyanya.
Ampun deh. Nunduk aja wes. Karena dia nggak pergi juga, akhirnya aku buka suara . “Enggak Kak, nih melek, bisa duduk bisa bicara juga," jawabku setelah dibantu duduk namun aku tetap menunduk.
“Kamu ngapain tadi nyium sepatu aku segala?" tanyanya kalem.
Dan astaga, enggak ada apa ya ilmu biar bisa mendadak ngilang gitu. Malu ini, malu saudara-saudara. Lagian nih, mana ada orang yang sengaja mau nyium sepatu. Ini insiden kakak, insiden.
“Emmm….” Aku tak mampu menjawab, hanya mampu merapalkan doa dalam hati agar ia segera pergi.
“Ada yang sakit nggak, perlu ke UKS nggak?” Kakak ini berusaha mengamati setiap bagian tubuhku.
Yakin deh, muka sampek ke kuping bener-bener panas. Merah padam pasti nih muka. “Nggak Kak, aku permisi dulu ya." Aku segera berdiri dan mengambil ancang-ancang untuk segera berlari.
“Awas!”
Bruk…!
Dan apa lagi ini Tuhan. Ini posenya, astaga. Nggeblak saya, ada yang tahu nggeblak nggak? Nggeblak itu telentang. Tadi jatuh tengkurep sekarang jatuh telentang. Lengkap sudah. Apa kabar ini muka. Gimana cara ngumpetinnya. Astaga, kok pusing ya, banyak kunang ya, astaghfirullah.
Senja POV End
“Hey, hey…,” korban pertama Senja menepuk-nepuk pipinya.
“Kok bisa sih Ga?” tanya korban Senja yang kedua.
“Apanya yang kok bisa sih Bambang.”
Kedua korban tabrakan beruntun yang Senja alami tengah berdebat. Bambang adalah korban yang kedua sedangkan Arga adalah korban pertama.
“Bawa ke UKS ya, bantuin," pinta Arga pada Bambang.
“Aduh, masih kebelet ini, kamu aja bisa kan ngangkatnya, kurus gini," tolak Bambang sambil ngacir memasuki toilet.
“Arghh, anak siapa sih ini," gerutu Arga sambil mengangkat tubuh kecil Senja. Dia membopong tubuh kurus Senja menuju UKS.
Arga POV
“Yang di dalem bukain pintu dong, ada yang pingsan nih!" teriakku di depan pintu UKS. Saat menoleh di sekitarku, ternyata tak ada orang lain untuk sekedar aku mintai tolong membukakan pintu.
Brak!!
Aku mendorong pintu UKS ini menggunakan kaki daripada harus terus berdiri di luar sambil menggendong bocah ini.
“Ya ampun, kosong lagi. Kudu diapain nih bocah biar sadar. Nama nggak ada bet masih kosong, mau diapain ini," aku hanya mampu menggerutu tak jelas seorang diri sesaat setelah membaringkan tubuh bocah ini.
Cklek
Alhamdulillah, ada yang masuk. Setelah aku lihat, ternyata Bambang yang masuk. Pupus sudah harapanku untuk bisa segera meninggalkan ruangan ini.
“Eh, Si Bambang, tanggungjawab ini, sadarin Si Bocah, aku mau ke kantin keburu bel masuk," ucapku berlagak hendak pergi meninggalkan Bambang.
“Eh, eh, nggak ada. Wong aku yang ditabrak, dia yang jatuh dia yang pingsan, kok aku yang suruh tanggung jawab," panik Bambang.
“Tapi gimana, nama enggak tahu, kelas nggak tahu, enggak sadar-sadar pula."
“Aku coba keluar bentar deh, panggil Mbak Siti, tadi pas mau ke toilet aku kayak lihat dia di deket KOPSIS," terang Bambang. Mbak Siti adalah petugas UKS.
“Oke deh," jawabku setuju.
“Eh Bang, beliin roti kek, apa kek di kantin, laper nih, ntar aku ganti.”
“Berapa?” tanya Bambang.
“Dua deh, kali aja nih bocah belum makan," jawabku.
Bambang mengacungkan jempolnya sebelum berlalu meninggalkan aku dan bocah kecil ini.
Bocah kecil yang manis. Masih kecil kok kelihatan manis ya. Aku hanya terkekeh geli dengan pikiranku. Nggak mungkin kan aku tertarik sama bocah yang ya…, masih rata semua, hehehe.
Cklek
Terdengar suara pintu terbuka bersamaan dengan nyaringnya bunyi bel.
“Siapa Ga yang pingsan?” tanya mbak Siti kepadaku.
“Nggak tahu ini Mbak, tadi nemu di depan toilet."
“Nemu gimana sih?” tanya mbak Siti sambil membuka tutup alcohol dan menuangkan sedikit di kapas yang ada di tangannya.
“Iya, pas di depan toilet dia jatuh persis di depanku. Udah aku tawarin tuh nganter ke UKS, katanya nggak usah. Abis itu dia buru-buru bangun terus kayak mau lari, eh ternyata pas di belokan toilet muncul Si Bambang. Nggak tahu karena nabrak Bambang atau apa dia malah jatuh lagi. Kayaknya pingsan gara-gara kepalanya ke pentok lantai deh”, terang aku panjang lebar kepada mbak Siti sambil memperhatikan apa yang dia lakukan pada bocah kecil ini.
“Ga, tolong lepasin sepatunya ya," titah mbak Siti.
Tanpa banyak bicara, aku langsung melaksanakan perintah mbak Siti. Saat hendak mencopot sepatu kirinya, ternyata talinya sudah terlepas. Aku terkikik geli melihat anak kelas VII belum bisa mengikat tapi sepatu dengan benar. “Dasar bocah."
“Apa Ga?” tanya mbak Siti yang mungkin masih mendengar gumamanku.
“Ini Mbak, Si Bocah, ngikat tali sepatu aja nggak bener," ucapku masih terkekeh.
Mbak Siti melihat sekilas. Kemudian ikut tertawa.
“Apaan Mbak?” tanya ku kepada mbak Siti saat berhasil menanggalkan kedua sepatu anak ini.
“Kayaknya Si Adik jatuh gara-gara tali sepatu ini," kata mbak Siti.
“Hahahaha….!” Tawaku pecah. Benar-benar bocah.
“Dih, biasa aja boy ketawanya. Kalau tiba-tiba naksir tahu rasa kamu," ucap mbak Siti dengan nada meremehkan. Dan kicep, hilang sudah tawaku.
“Nggak bakal deh Mbak aku bisa demen sama bocah yang…,”
“Et, jangan ngomong macem-macem. Dia dalam proses menjadi gadis. Kalian cuma beda 2 tahun loh. Dan dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, bocah ini akan…”
“Awwsss….” rintihan bocah ini menghentikan rentetan pidato mbak Siti.
“Eh, dah bangun kamu, gimana pusing," tanya mbak Siti.
“Aku tadi pingsan ya?" bukannya menjawab pertanyaan mbak Siti bocah ini malah balik nanya.
“Iya, udah rebahan aja dulu," jawab mbak Siti dengan sabar.
“Tadi aku ke sininya gimana ya?” tanya bocah itu lagi.
“Tadi kamu jalan sendiri," jawabku tiba-tiba.
“Eh?!” kagetnya. Dan dia melotot. Blush, ya ampun merah padam gitu mukanya. Mungkin dia baru sadar kalau aku orang yang sepatunya tadi dia cium.
“Bentar ya, aku beliin teh anget," pamit mbak Siti.
“Kamu namanya siapa Dik, kelas apa? Biar aku ijinkan sekalian aku balik ke kelas." Aku bicara sambil menahan tawa melihat wajahnya. Ya ampun, kok bisa lucu gitu sih. “Hey!?”
“Gimana Kak?” tanyanya polos.
“Ehm, kamu namanya siapa, kelas apa, aku ijinkan sekalian ini mau balik ke kelas," ulangku sekali lagi.
“Eh, anu Kak. Namaku Senja, kelas VII F," jawabnya sambil menunduk. Eh tapi itu nunduknya kok kayak takut-takut gitu ya? Gemes jadinya.
“Oke deh, nanti sekalian aku panggilin temen kamu." Kemudian aku beranjak meninggalkan ruang UKS. Saat tanganku hendak menarik handle pintu aku teringat sesuatu, ”lain kali kalau ngiket tali sepatu yang bener ya, biar nggak banyak makan korban." Aku memutar kenop dan segera keluar setelah pintu terbuka. Saat pintu aku tutup, mbak Siti nampak berjalan dengan segelas teh di tangannya.
“Mbak balik dulu ya," pamitku.
“Sekalian ijinin Adik yang di dalam kan?” tanya mbak Siti.
“Iya Mbak, permisi," jawabku sambil sedikit menunduk sebagai tanda hormat. Karena bagaimanapun juga mbak Siti usianya di atas ku, jadi aku harus hormat kepadanya.
Saat lewat jendela UKS, tak sengaja aku menoleh dan mendapati Senja duduk dengan kedua tangan yang menangkup wajahnya yang merah padam. Dasar bocah.
TBC
Hai, aku belum tahu gimana respon reader.
Pokoknya aku fokus nulis aja.
Berharap sih kalian menikmati.
Happy reading.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Nyai iia
👍👍👍👍 hadir
2021-03-28
0
Egha
kisah ABG gini nich..lucu
2021-03-18
1
Fira Ummu Arfi
lanjuttttttt bacaaaa
2021-03-12
1