Senja
Seorang remaja tengah duduk seorang diri, di bawah pohon kersen di persimpangan jalan menuju rumahnya. Sesekali dia menengok ke arah timur, berharap ada kendaraan yang akan membawanya ke arah barat. Setelah sekian waktu menunggu, tak ada satupun angkutan yang lewat.
"Telat ini pasti. Ah biarin! Sudah dibilang nggak mau sekolah di sana, masih tetep aja dipaksa. Padahal kan aku lumayan pinter hanya untuk dapat masuk di salah satu SMP Negeri favorit di kota. Semua emang nggak ada yang mau ngertiin aku," gerutunya seorang diri.
Senja adalah anak bungsu dari 4 bersaudara. Usianya terpaut jauh dengan ketiga kakaknya. Dia masih duduk di kelas 1 SMP sedangkan kakak ketiganya saja sudah berumah tangga. Ayahnya adalah seorang guru, dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Memiliki ayah seorang guru adalah beban bagi anak di daerah pinggiran seperti Senja. Bagaimana tidak, ketika seorang anak guru punya prestasi bagus di sekolah sering kali diremehkan, kata faktor X karena anak guru pasti dikasih nilai bagus, nggak mungkin kan nilainya jelek. Namun ketika prestasinya tak bagus, pasti di cemooh, bikin malu. Nggak kasihan sama orang tuanya yang guru apa, kelakuan enggak bener, prestasi enggak ada, dan sebagainya.
Ya kurang lebih seperti itulah yang dirasakan Senja kecil.
"Astaghfirullah Senja...!" sapaan yang lebih mirip bentakan itu membuyarkan lamunan Senja. Dia tak kaget saat tahu siapa yang barusan membentaknya. Bukannya, takut dia malah nyengir dan memamerkan deretan giginya yang kurang rata.
"Eh Mas, anterin yuk, hampir telat nih," ucap Senja sambil nangkring di jok belakang motor laki-laki yang dipanggilnya mas tadi.
"Astaghfirullah, sampai kapan kamu mau gini terus Dik, ya kalau Mas bisa nganter, kalau nggak kamu mau gimana? Nggak malu apa kalau kamu sampai telat," omel laki-laki itu sambil mulai melajukan motornya. Dengan kecepatan tinggi, motor itu melesat mengantarkan Senja menuju sekolahnya.
Trek pegunungan yang akrab dengan tikungan, tanjakan, dan turunan membuat Senja harus berpegangan erat pada jaket kakaknya. Disela kencangnya ia mengendarai motor, laki-laki itu masih sempat-sempatnya mengomeli sang adik. Bukan mengomeli, namun lebih tepatnya menasehati sang adik agar lekas merubah kelakuannya.
Namun Senja kecil tak merasakan gentar sedikitpun. Dia masih santai sambil sesekali nyengir karena merasa begitu tersindir. Dia tahu kesalahannya, namun mengaku atau mendebat pun rasanya percuma.
Laki-laki itu adalah Atma, kakak ketiga Senja. Usia Atma dan Senja terpaut 15 tahun, dan kini Atma adalah seorang guru di sebuah sekolah menengah pertama di daerahnya.
Atma adalah orang pertama di keluarga Senja yang berhasil menjadi guru seperti ayahnya, setelah kakaknya yang lain menggeluti profesi lain meskipun keduanya kuliah di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.
Dan Senja?
Entahlah, takdir akan membawa nasib seperti apa untuk dirinya. Tak tahu kelak dia akan jadi apa. Karena hingga kini dia hanya sibuk belajar. Bukan belajar tentang apa yang menjadi tujuan hidupnya, tapi mempelajari semua yang membuat nilainya tidak sempurna.
Jadi Senja bukan belajar untuk bisa tapi belajar untuk mendapatkan nilai yang sempurna. Artinya adalah dia sama sekali tak memiliki fokus sehingga dia tak tahu apa tujuan dia belajar selama ini selain mendapatkan nilai bagus demi tidak mempermalukan ayah dan kakaknya yang berprofesi sebagai guru.
Senja POV
"Cahaya, kamu ini mau sekolah enggak sih?!"
Oh Tuhan, apa dosa hamba, dibentak-bentak mulu perasaan. Eh, kok motornya tenang banget. Astaga?! Dah berhenti ternyata.
Aku pun segera turun dan memamerkan deretan gigi ku yang sedikit tak rapi kepada kakakku.
"Ay! Ya ampun...!"
"Nyebut Mas nyebut," kataku pada mas Atma yang giat sekali mengomeliku sejak tadi.
"Iya, Mas nyebut. Astaghfirullah hal adziiimmmm..... Dosa apa aku ini punya adik kayak gini Ya Alloh," ucap Mas Atma sambil mengelus dadanya.
"Hehehe, salim Mas." Aku mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan kakakku ini.
"Assalamualaikum." Aku mencium punggung tangannya kemudian. Mencium tangan yang lebih tua adalah salah satu kebiasaan di dalam keluargaku.
"Wa'alaikum salam, hati-hati kamu, belajar yang bener," ucap Mas Atma.
Bagaimanapun juga, dia tetap menyayangiku. Dia adalah kakakku yang kini paling dekat denganku. Aku mengacungkan kedua jempol kemudian dan segera ngacir berlari melewati gerbang karena tepat saat ini bel masuk tengah berbunyi.
Dan beginilah aku memulai hari. Meskipun aku sering kali nyaris atau telat tiba di sekolah, aku bukankah jajaran murid nakal atau bermasalah. Bahkan aku masuk ke dalam jajaran murid berprestasi. Terbukti dengan kelas yang aku duduki kini. Aku merupakan bagian dari kelas F, dimana dari 6 kelas di kelas VII, kelas F merupakan kumpulan anak yang pada saat seleksi penerimaan siswa baru menduduki peringkat 1-30.
Dan tahukah kalian aku peringkat berapa?
Aku peringkat 5. Boleh dong bangga. Well, bagaimana hariku selanjutnya? Adakah yang ingin bersama-sama menulis warna?
TBC
HELLO reader.
Author masih newbie nih.
Mohon dukungannya ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Evy Juliana Nst
aku mampir thor....
baru aja baca ternyata asik juga...☺☺☺
2021-04-18
1
Bayangan Ilusi
Salam dari Pengagum Rahasia Senja Thorr🥰
Mari saling dukung🤗
2021-04-16
0
zien
aku hadir disini 👍😘 semangat terus 💪😊 semoga sukses selalu 😀😘 salam dari JODOHKU YANG LUAR BIASA 😊😘
2021-03-21
0