Sungguh, kehidupan ini mustahil untuk dijalani. Terlalu sulit untuk menerima semua yang terjadi namun, apa yang bisa dilakukan. Hujan yang jatuh ke bumi tidak akan pernah naik ke atas lagi, air mata menyisakkan kepedihan tidak mungkin dapat terangkat kembali melainkan terulang kembali.
Keadaan di taman bagian barat Istana Soques begitu mencengkam. Queena, Sang Ratu merasa begitu direndahkan oleh seorang gadis, bahkan Queena belum atau tidak mengenalnya, sakit seperti apa lagi yang harus diterima Queena sedangkan pria yang kini disanjung dengan sebutan Raja mengarahkan tangannya tepat di wajah Ratu.
"Aku harus menghentikan dirimu, sebelum kau menghentikan semuanya." Ucap Queena dengan wajah yang semakin dingin serta sorot mata seperti iblis khas keluarga Molfza atau bisa disebut Queena lah yang kini mendapatkan pewaris kekuatan yang luar biasa.
"Jangan membuat diriku harus menggunakan kekerasan, Queena." Balas Vianze dengan tatapan suram dan menentang ucapan Queena.
Queena tidak bisa melakukan apapun lagi, posisinya sebagai Ratu seperti mainan pada umumnya.
"Seperti kataku sebelumnya, aku tidak akan membiarkanmu melukai siapapun,"
"Dan jika kau ingin menghukum seseorang... Hukumlah aku."
Queena terus melindungi semua orang.
"Ku harap kau tidak menyesalinya." Singkat Vianze dan langsung merangkuh serta membawa tubuh Fenith meninggalkan tempat itu.
Sungguh kondisi yang sangat luar biasa di pikiran orang lain, Sang Ratu Soques dengan semudah itu dijatuhkan. Kini tinggal Queena yang tengah berdiri di taman dengan kondisi kacau, darah yang mengenai kerah gaunnya dan terus mengalir, iris matanya yang terus memperlihatkan setajam-tajam mata iblis. Kini Queena kembali bergerak dengan membungkukkan tubuhnya ingin meraih sarung pedangnya.
Sreet~
Kertia membantu Ratu mengambilkan sarung pedang yang tergeletak.
"Yang Mulia aku berjanji akan-"
Kertia terkejut melihat linangan air mata mulai membasahi kedua pipi Queena.
"Ra- Ratu!"
"Lupakan, jangan memberi tahu orang tentang ini, Kertia." Ucap Queena dengan lirih.
Riena tidak tahu ingin mengatakan apa, kini dia membantu Queena untuk membawanya menuju kamar.
"Gawat, aku tidak bisa menahan lebih lama." Batin Queena.
Sesampainya di depan kamar Queena, dia memerintahkan Riena untuk segera pergi dan untuk menenangkan dirinya, namun Riena sempat menolak dengan keras karena menurutnya kejadian hari ini bermula darinya.
Dak~
"Uhuk! Uhuk!"
"Uhuk Uhuk!!"
Queena menekan dadanya berusaha menahan sakit, ini sudah menjadi hal yang lumrah bagi Queena.
"Reolius!"
Swuuuush!~
Pedang yang besar hampir seukuran tubuh Queena mengeluarkan asap-asap hitam yang lumayan besar, dan tampaklah seorang pria bertubuh besar dengan wajah yang liar dan ganas.
"Aku bisa membunuhnya jika kau memerintahkanku, Queena." Ucap Reolius.
"Aku membutuhkan pertolonganmu." Ucap Queena dengan ekspresi menahan sakit.
Reolius, adalah Roh Pedang Kutukkan yang khusus lahir dari sihir dan darah Queena, yang mengabdi penuh pada Queena. Kini Queena memanggilnya untuk memulihkan kondisi tubuh Queena seperti semula, namun bukan berarti semua sihir yang direnggut oleh Vianze dapat kembali. Reolius hanya memulihkan tubuh Queena seperti dasar dan apa adanya saja tanpa sihir. Ini sudah menjadi hal yang lumrah bagi Queena memanggil Reolius disaat seperti ini.
"Queena kau tahu bukan, hal ini tidak akan bisa membuat dirimu lebih baik, melainkan hanya meredakan rasa sakit itu," ucap Reolius dengan nada khawatir. "Dan juga kau seharusnya memanggilku, bukan menjadikan dirimu seperti ini."
Reolius terus berbicara tanpa henti menasihati Queena, Reolius sudah menganggap Queena sebagai teman dekat sendiri padahal Queena adalah seorang Ratu, tapi mungkin bukan Ratu 'sungguhan'.
"Baiklah, sudah selesai," Reolius mulai berdiri kembali. "Aku akan-"
"Terima kasih, Reolius." Ucap Queena dengan sedikit senyuman tipis.
Reolius menundukkan kepalanya hormat dan langsung lenyap. Di sisi lain, kini tubuh Queena jauh lebih baik. Hanya pada Reolius Queena memperlihatkan senyuman tipisnya. Queena ingin beristirahat sejenak, nyeri di dalam tubuhnya masih bergejolak. Mungkin setelah ini Queena akan menghadapi hal yang lebih sulit lagi.
...👑👑👑👑...
"Fenith, apa kau merasa lebih baik?" Tanya Vianze dengan khawatir.
"Hm! Aku baik-baik saja semenjak Kak Vianze ada disini." Balas Fenith dengan senyuman lebarnya.
Vianze mengelus pucuk kepala Fenith dengan kasih sayang.
"Adu- duh!"
"Eh? Fenith?"
"Masih terasa nyeri sedikit, hehehe." Ucap Fenith dengan kebohongan licik. Fenith dapat melihat urat-urat kekesalan Vianze dengan jelas.
"Queena! Dia berbuat sejauh ini!" Batin Vianze dengan penuh amarah.
Vianze bangkit dari sisi ranjang Fenith dengan wajah kesal, namun tertahan oleh pegangan seseorang.
"Tunggu! Kemana Kakak pergi?" Tanya Fenith dengan wajah polosnya. Vianze tidak ingin membuat Fenith merasa terbebani jadi Vianze hanya berusaha membuat Fenith merasa baikkan.
"Tenanglah, aku akan kembali." Balas kakaknya dengan lembut, lain di hati.
Vianze langsung meninggalkan kamar dan bergegas keluar ingin menemui seseorang, kini emosi Vianze tidak dapat tertahan lagi. Kertia yang mengikuti dari belakang begitu khawatir dia sudah menduga bahwa saat ini Rajanya ingin menuju kamar Sang Ratu, Kertia bingung ingin berekspresi seperti apa, namun yang dia yakini adalah, selanjutnya mungkin akan jauh lebih parah dari yang sebelumnya.
Dari koridor yang mereka lewati Kertia sudah menduga bahwa ini adalah jalan menuju kamar Ratu. Semakin dekat jaraknya semakin memuncak pula emosi Vianze yang tertahan.
Tok! Tok! Tok!
Queena mendengar suara ketukkan di depan pintu kamarnya, Queea sempat berfikir bahwa itu adalah Riena. Karena telah usai mengganti gaun Queena memutuskan untuk langsung membukakan pintu untuk Riena.
Cklek!
Sreeet!
"Ikut aku!"
"Vian-"
"Panggil aku Yang Mulia." Sorot matanya sangat tajam, perkataan barusan seperti perintah yang mutlak harus dilakukan.
Baru saja membukakan pintu, Vianze langsung menarik lengan kanan Queena dengan kuat, jujur saat ini lengannya terasa sangat sakit tapi Queena berusaha menahannya sekuat mungkin, Kertia menatap wajah Queena yang dingin namun dia dapat merasakan cengkraman kuat yang dibuat oleh Vianze itu sangat sakit.
Queena tetap diam selama Vianze menarik paksa lengannya, karena gaun yang begitu besar panjang dan tebal membuat pergerakan Queena sedikit terhalang, Kertia langsung berinsiatif untuk membantu Queena untuk mengangkat gaun bagian bawah untuk mencegah kaki Queena tersandung.
"Vianze ingin membawaku ke mana?" Batin Queena.
Tak lama kemudian mereka sampai di depan kamar Fenith, Vianze membuka kamar Fenith dengan pelan namun tetap menarik paksa lengan Queena untuk masuk ke kamar Fenith, dan kini di hadapan Fenith berdiri seorang Ratu dengan gaun serta penampilan yang cantik luar biasa.
"Kakak?" Fenith memasang wajah polosnya, walaupun memang dengan kebingungan, mengapa Kakaknya membawa Ratu Queena ke kamarnya.
"Minta maaflah pada Fenith... Queena." Ujar Vianze
"Apa!?"
Semua orang yang ada di ruangan pribadi Fenith tidak berkutik ataupun mengeluarkan satu kata pun, dan tak percaya bahwa Vianze akan mengatakan hal itu pada Queena. Karena kejadian di taman saat sore tadi, Queena harus meminta maaf pada Fenith secara langsung. Bukan hanya yang lain, Queena juga terkejut bukan main.
"Mengapa kau hanya diam?" Vianze mengeluarkan suara berat dengan tatapan tidak suka.
"Anu- itu, Kak bukankah itu berlebihan." Fenith mulai berakting dengan ucapan polosnya.
"Diamlah Fenith," Vianze menengahi. "Apa aku harus mengatakan untuk yang kedua kalinya?" Kini Vianze mengucapkan kembali kata-kata tajamnya.
"..........."
Queena masih terdiam menatap ke arah Fenith dengan tatapan tajam dan dingin lalu berganti ke arah Vianze.
"Maaf," singkat Queena. "Aku tidak akan melakukannya." Kini Queena mengeluarkan suara. Dan tidak menyetujui permintaan Vianze.
"Kau!-"
"Karena aku tidak melakukannya." Cegat Queena, mungkin ini adalah hal yang paling langka bahwa untuk pertama kalinya dia mencegah pembicaraan orang lain.
Vianze melangkahkan kakinya mendekati Queena dan langsung mencengkram kuat lengan atas Queena.
"Minta maaflah." Kini ucapan Vianze lebih berat dan tertumpuk rasa benci.
"Anda tidak percaya padaku?" Tanya Queena menatap iris mata Vianze yang cukup dekat dengannya.
"Sejak kapan aku mempercayai dirimu."
Kraaak!
Segumpal harapan hancur, segumpal kepercayaan hancur, segumpal perasaan hancur. Semuanya hancur dengan sempurna, tidak ada lagi ruang yang tersisa, melainkan sakit hati yang begitu dalam.
Queena tetap menatap Vianze dengan tatapan dingin dan datar serta menghembuskan nafas setenang mungkin lalu menatap kembali Vianze yang berjarak satu meter di wajahnya.
"Benar... aku yang melakukannya."
Namun, Dengan tatapan dengan jauh lebih dingin... Dari sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Mi
dihhh dari awal baca sampe ini nyeri uyyy sakit juga ini hati nyesek, raja sialan
2021-05-12
1
NonaHana
Like 👍 sampai sini dulu, ntar di sambung
Mampir di ceritaku juga ya
MY LOVE UNDERCOVER
Thanks 🙏😊
2020-12-04
1
Caramelatte
eyoo kakak aim kambekk yuhuuuu mangattzzz
2020-11-29
1