"Riena, apa kau melihatnya?" Ucap Queena yang sedang membongkar kamarnya mencari pedang miliknya.
"Hmm... kurasa aku meletakkannya di bawah ranjang, entah mengapa tidak ada." Jawab Riena dengan rasa bersalah.
Queena mencoba untuk menasihati Riena agar tidak terus menerus menyalahkan dirinya sendiri. Queena juga bingung, benda yang sangat penting sama sekali tidak pernah dia tinggalkan di manapun, secara tiba-tiba hilang, karena hanya dirinya yang dapat menggunakan benda itu, benda kutukkan khusus untuk Queena, benda yang terlahir dari darah serta sihirnya.
"Huft... kurasa aku harus berlatih menggunakan yang lain," gumam Queena. "Riena, aku akan menuju ruangan peralatan dan tolong kau terus mencarinya, minta bantuan pada Kertia karena benda itu sangat berbahaya, saat ini masih bisa dibilang aman selama sarungnya masing terpasang,"
"Jadi ku serahkan padamu dan juga Kertia." Tambahnya, Queena langsung meninggalkan kamarnya dan menuju ruang peralatan.
Sejujurnya, saat ini Queena sangat marah, benda kesayangannya hilang dari kamarnya sendiri, entah siapa yang benyali besar untuk memasuki kamar Sang Ratu. Saat ini yang dia khawatirkan adalah jika benda berbahaya itu terlepas dari sarungnya dan membuat pemegangnya dalam masalah. Saat melintasi beberapa lantai dan panjangnya koridor akhirnya Queena sampai di ruangan peralatan, ruangan dengan dua daun pintu yang besar berlapis baja sangat cocok untuk khusus ruangan peralatan. Tapi disaat ingin membukanya pintu itu sama sekali tidak terbuka atau bergerak sedikit pun, Queena yakin bahwa pintu itu tidak terkunci namun karena dilapisi dengan baja dan beberapa hiasan dari besi berat.
"Kurasa aku tidak akan bisa membukanya kalau dengan cara yang seperti ini." Gumam Queena.
Disisi lain, Vianze berjalan di koridor dengan langkah besar dengan ekspresi tidak menyenangkan.
"Dasar Kertia! Dia lebih mementingkan yang lain dari pada diriku!"
♤Sebelumnya♤
"Tidaaaaak!"
"Tapi Yang Mulia, ini merupakan hal yang berbahaya."
"Hmm... Benar juga, tapi kau juga harus membantuku!"
"Membantu menandatangi undangan? Maaf aku menolaknya dan memutuskan untuk membantu Ratu."
♤Sekarang♤
"Hmph! Dasar Kertia, memangnya apa yang sedang ia bantu." Ucap Vianze sambil
menaruh kedua tangannya di belakang kepala dan berjalan dengan santai di koridor dan menatapi setiap balkon besar yang ada.
BRUUUAK!
"Woa?! Suara apa itu?!" Vianze yang sedang asik berjalan santai mendengar suara dentuman yang keras, dia juga merasa bahwa suara itu berasal dari lantai yang sama. Vianze memutuskan untuk mendatangi arah suara itu dengan cepat.
♤Di Ruangan Peralatan♤
"Akhirnya terbuka juga." Queena langsung memasuki ruangan gelap itu, Queena mengangkat telapak tangannya ke atas dan berencana ingin membuat cahaya dari sihirnya tapi Queena langsung mengurungkan niat untuk melakukannya.
Queena langsung mencari benda yang cocok di ruangan redup itu, cukup sulit untuk mencari sesuatu di tempat redup seperti ini.
Vianze akhirnya tiba di tempat, tapi apa yang dilihatnya begitu luar biasa, Vianze melihat pintu ruangan peralatan hancur seperti ada suatu tabrakan yang sangat kuat, Vianze menajamkan pandangannya ke arah ruangan itu, Vianze mengeluarkan pedangnya untuk berjaga jaga dan mulai memasuki ruangan itu.
"Whoa!"
Bruk!
"Suara itu?!"
"Queena!"
"Huh?" Queena menoleh karena merasa ada yang memanggilnya.
Vianze melihat sosok gadis dengan rambut merah yang elegan sedang tertindih barang barang yang jatuh menimpanya, Vianze dengan sontak mendekat dan memberikan bantuan, namun Queena tidak menganggap pria itu ada dan bangkit dengan sendirinya, kini yang perlu dia lakukan hanya mencari benda yang cocok dengannya. Vianze langsung tercengang atas perlakuan Queena, dan memutuskan hanya mengamati dari belakang.
"Jadi kau yang merusak pintunya?" Tanya Vianze yang bersandar di pinggir pintu.
"............."
"Kenapa kau tidak membuat cahaya, bukankah disini lumayan gelap."
"............."
"Gadis ini dingin sekali." Batin Vianze.
Wuuuung~
Queena melihat keadaan ruangan menjadi lebih terang, kini Queena dapat melihat dengan jelas.
"Dengan begini lebih terang bukan." Ucap Vianze dengan sedikit sombong.
"..........." Tapi tetap nihil mendapat jawaban dari Queena.
Queena terus mencari benda yang cocok dengannya, Vianze bingung sebenarnya untuk apa Queena mencari benda itu padahal setahu Vianze Queena memiliki benda itu sendiri, benda yang hanya dapat dia gunakan sendiri. Setelah beberapa menit akhirnya Queena menemukan benda yang cocok dengannya, mungkin akan terlalu beresiko.
"Jadi kau su-" Ucapan Vianze terpotong karena sesuatu yang menarik perhatiannya. "WHOOAA! I-itukan ukuran yang besar, dan bagaimana kau bisa mengangkatnya semudah itu!?"
Queena tidak mengubris ucapan Vianze, dia hanya menyeret benda itu keluar dari ruang peralatan sebagai latihan, sejujurnya Queena juga menganggap bahwa benda yang dia angkat sangat berat, tapi saat ini hanya itu yang bisa dia lakukan.
...👑👑👑👑...
TRAAANG!
DUAAAK!
Queena sedang melatih fisiknya menggunakan benda yang dia bawa dari ruang peralatan memang sangat luar biasa seorang perempuan dengan gaun hijau menebas hembusan angin menggunakan benda panjang besarnya, Riena begitu khawatir pada Ratunya, Riena merasa tubuh Ratu begitu tidak stabil namun Queena tetap melanjutkan latihannya.
"Ratu, tolong istirahatlah sebentar." Riena berusaha mengajak Queena untuk beristirahat sejenak.
Matahari masih menunjukkan ketinggian di langit, hari masih siang, Queena terus melayangkan benda panjang dengan kekuatan fisik yang luar biasa. Di sisi lain Riena duduk di pinggir taman sambil melihat Ratunya yang terus berlatih. Riena juga sebenarnya bingung mengapa Queena tiba-tiba ingin melatih fisiknya dibandingkan sihirnya.
♤Di Sisi Lain, Taman Istana Bagian Barat♤
"Woaaaa sangat bagus, aku tidak menyangka bahwa Nona bisa mendapatkan benda luar biasa ini." Ucap pelayan itu.
"Hmph... tentu saja, lagipula ini kan Istana Kak Vianze bukan milik perempuan itu." Ucap gadis itu dengan percaya diri.
Gadis dengan pakaian cantik berwarna pink itu memegang sebuah benda yang panjang serta memiliki sarung dengan motif yang bagus.
"Hmm... mungkin akan lebih baik jika aku menggunakannya." Ucap gadis itu.
CRUAAAK!
♤Di Tempat Queena Berada♤
Deg!
Queena mematung sejenak, dia seperti merasakan ada yang aneh dalam dirinya, Queena menatap langit.
"Oh, tidak."
Queena menjatuhkan benda yang dari tadi dia pegang, yaitu pedang berukuran besar dan langsung berlari tergesa-gesa, dia merasakan sesuatu pada benda yang sangat penting, Queena juga dapat memprediksi di mana benda itu berada, saat benda itu bereaksi Queena selalu dapat merasakannya dengan kuat, Riena tentu saja ikut berlari mengikuti Ratunya, Riena terus berteriak dan memanggil Ratu, namun Queena sama sekali tidak mendengarnya dan terus berlari. Riena seperti merasakan bahwa saat ini Ratunya begitu panik. Saat menelusuri panjang dan luasnya Istana, akhirya Queena sampai di taman barat, di mana dia merasakan bahwa, pedang kutukkan miliknya berada di tempat ini, namun sayang, apa yang diprediksikan oleh Queena terjawab dengan benar, pedang terkutuk tanpa sarung dan jatuh di tangan orang asing, akan membuat orang itu dalam bahaya, begitu juga saat Queena melihat pedangnya terbuka dari sarungnya, tapi dengan bercakkan darah.
Queena langsung mendekati gadis dan pedangnya itu, Queena menarik paksa pedangnya saat ingin menggila, Queena menatap dengan wajah dingin datarnya pada gadis yang ada di depannya meringis kesakitan.
"Kau mengambilnya bukan?" Tanya Queena dengan tatapan semakin dingin, gadis yang terluka itu merasa bahwa saat ini Ratu yang ada di hadapannya sedang marah besar. "Kau-" Ucapan Queena terpotong.
"Apa yang terjadi?!" Teriak pria yang muncul secara tiba-tiba bersama pelayan pribadi gadis itu. Mungkin pelayan gadis itu memberitahu pada Vianze apa yang terjadi di taman barat.
Vianze membesarkan matanya saat melihat Queena memegang pedang dengan bercakan darah dan mengarahkannya kehadapan gadis itu, yang kini memanggil Vianze dengan sebutan 'Kakak'. Vianze berjalan dengan tatapan kesal dan amarah sedangkan Queena hanya tetap memasang wajah datar dan dinginnya.
Plaak!
"Hah?" Lirih Riena yang melihat kejadian itu bukan hanya dirinya namun pelayan pelayan yang lain juga merasakan hal yang sama.
Queena tetap terdiam dan merasakan pipi kanannya begitu perih sehingga Queena tidak bisa menahan darah yang ingin keluar dari mulutnya, benar, Vianze menampar dengan keras di pipi Queena.
"APA YANG KAU LAKUKAN PADA FENITH?!" Bentak Vianze dengan emosi yang tinggi. "Kau bisa mendatangiku jika kau membenciku?!"
Vianze membentak dengan suara yang kuat, orang-orang yang di sekelilingnya sangat takut dengan bentakkan Vianze, Queena, gadis itu hanya terdiam dan tetap menatap iris mata Vianze dengan aliran darah segar dari dalam mulutnya. Riena tak menyangka bahwa Rajanya akan menyakiti Ratu, dan lebih parahnya lagi, Vianze menampar Queena yang tidak memiliki salah, melainkan Fenith yang begitu gegabah atas tindakkannya sendiri. Riena ingin mengeluarkan pendapat namun tangan kanannya digenggam erat oleh Kertia, pria yang statusnya sebagai bawahan Raja itu memberi sinyal pada Riena agar tidak ikut campur, Kertia juga merasakan hal yang sama dengan Riena, mustahil bagi Ratu Queena menyakiti orang lain.
Vianze meninggalkan dan melewati tubuh Queena yang masih diam dengan pedang yang ada di tangannya.
"Fenith, apa yang terjadi padamu? Lukamu begitu parah." Vianze melihat bagian depan tubuh Fenith tersayat, Vianze juga menduganya bahwa luka itu berasal dari Queena yang memegang pedangnya.
"Entahlah, aku menemukan pedang ini di taman dan ingin mengembalikannya ke pemiliknya, tapi entah kenapa Ratu langsung menyerangku." Ucapnya berbohong.
Mendengar penjelasan dari dari Fenith, emosi Vianze menjadi jadi, dia berfikir bahwa tamparan itu belum cukup untuk Queena, Queena juga tidak menyangka bahwa dirinya akan di fitnah seperti ini.
"TIDAK!"
"YANG MULIA RATU TIDAK MELAKUKAN ITU!" Riena langsung berteriak tanpa pikir panjang saat mendengar kebohongan yang dibuat oleh Fenith, Riena begitu kesal, Ratu yang menolongnya dan menjauhkan pedangnya dari Fenith, dan Fenith memfitnah Ratu tanpa merasa malu.
"Siapa yang menyuruhmu berbicara?" Ucap Vianze yang berapi api sambil melirikkan iris matanya mengarah pada Riena.
Vianze dengan sontak mengarahkan telapak tangannya ke Riena, Queena melebarkan kedua matanya dia merasa bahwa Vianze ingin melukai Riena dengan sihir, jika sihir yang Vianze keluarkan adalah sihir yang berasal dari tubuh Queena, Queena yakin nyawa Riena akan dalam bahaya. Vianze mengeluarkan sihir petir dan bersiap untuk melepasnya, dengan cepat Queena berlari ke hadapan Vianze dan menahan serangannya menggunakan sihirnya sendiri.
Wussh!
Queena melindungi Riena dan beberapa orang yang ada di sekitar Riena, agar tidak terkena oleh sihir berbahaya itu, Queena mengarahkan telapak tangannya berlawanan arah dengan Vianze, berusaha menahan serangannya, Vianze tentu saja terkejut dan ditambah iris merah mata Queena begitu tajam bagaikan mata iblis yang menatap mangsa.
"Ratu, apa yang Anda lakukan?!" Teriak Kertia yang sangat panik.
Syuuut~
"Apa yang kau lakukan Queena?" Tanya Vianze dengan tatapan dingin tak suka.
"Aku... tidak akan membiarkanmu melukai siapapun."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Je Moeljani
Annyeong👋👋👋
✓mampir
✓3 like
Sukses selalu buat kakak Author yang keren ini❤️❤️❤️
Jangan lupa dukung karyaku ya..
Gomawo🙏🙏🙏
From 'Hope for Happy Ending'
2021-02-12
1
NonaHana
Like👍
2020-12-04
1
Caramelatte
semangat thor!
Salam dari "Belong to Esme"
2020-11-23
1