Sepulang dari rumah tuan Andi, Yuda tidak langsung pulang ke rumah, saat itu menjelang istirahat makan siang, Yuda sudah menghubungi salah satu teman kuliahnya, mengajaknya bertemu sekalian makan siang, Yuda hendak menanyakan siapa tahu ada lowongan kerja untuknya di kantor temannya tersebut.
Tak lupa Yuda juga menghubungi Afifah, memberitahukan akan makan siang diluar, agar Afifah tidak mengkhawatirkan dirinya. Yuda sampai lebih dulu, mereka janjian di rumah makan padang yang dekat dengan kantor temannya, sambil menunggu temannya Yuda memilih shalat dzuhur terlebih dahulu di mushola yang disediakan rumah makan.
Ketika kembali temannya sudah duduk di meja ujung yang tampak sepi, cocok untuk ketenangan makan dan bicara. Setelah menyantap makanan, dan berbasa-basi, Yuda mengutarakan maksudnya, sayang di kantor temannya sedang tak ada lowongan pekerjaan untuk posisi yang sesuai dengan bidang Yuda.
Yuda pun pulang dengan kekecewaan. Jika ada pekerjaan lain yang lebih baik, mungkin Yuda akan lebih memilih pekerjaan itu, bukan ingin menghinakan sebuah pekerjaan, tapi pandangan orang-orang terhadap pekerja kantoran pastilah dipandang lebih.
Yuda pulang menjelang jam 3.00 dengan wajah lesu, Afifah menyambutnya dengan senyuman, kebiasaan Afifah yang sangat disukai Yuda adalah tak banyak bertanya jika melihat wajah suaminya muram atau lelah, yang dilakukan Afifah, menyuguhkan teh hijau hangat, duduk di samping suaminya, memijat lengan atau jika Yuda rebahan dipangkuan Afifah memijat ringan kepalanya
Sikap demikian membuat Yuda merasa tidak di teror dengan pertanyaan yang malah akan membuatnya makin mumet. Setelah merasa tenang, Yuda mulai memberitahu Afifah tentang interview tadi pagi, tentang keharusan tinggal disana dan tentang perasaannya merasa rendah diri jika hanya bekerja sebagai perawat orang sakit.
Afifah mulai memahami yang dirisaukan suaminya, setelah berfikir sejenak,
"Jika yang Mas risaukan soal dipandang rendah, adik sendiri tak pernah berfikir seperti itu, apapun pekerjaannya, asal halal, insya Alloh, Alloh meridhoi, apalagi ini membantu orang sakit,"
"Jika keharusan tinggal disana, adik serahkan keputusannya pada Mas, kemana pun Mas pegi, dimana pun Mas akan tinggal, insya Alloh adik akan setia mendampingi,"
"Bagaimana jika mas lebih sering lagi shalat istikhorohnya, meminta yang terbaik dari yang baik, atau bagaimana jika kita minta pendapat ibu dan bapak?"
Yuda menganggukan kepala sebagai tanda setuju atas usulan Afifah. Yang dimaksudkan ibu dan bapak adalah orangtua Yuda.
"Insya Alloh besok kita main ya ke rumah ibu dan bapak, sekalian mampir ke rumah mamah."
Rumah kedua orangtua Yuda dan Afifah masih berada dikampung yang sama, ketika berkunjung ke rumah orangtua Yuda pasti sekaligus ke rumah orangtua Afifah, begitupun sebaliknya, hanya saja Bapaknya Afifah sudah meninggal dunia tahun lalu.
¤¤ FH ¤¤
Pintu ada yang mengetuk saat waktu menunjukan pukul 17.15, Yuda yang sedang membantu Afifah menyiapkan makan malam merasa penasaran siapa yang bertamu pada jam segini. Yuda meninggalkan Afifah berjalan ke depan untuk membuka pintu, Yuda menyibakan gorden samping, tapi tak kelihatan tamu yang mengetuk pintu pun tak mengucapkan salam.
Yuda akhirnya membuka pintu dan kaget melihat Nindi tersenyum licik disana, pantas tak terlihat di jendela, rupanya sengaja berdirinya mepet ke tembok dan tak mengucapkan salam agar tak ketahuan jika Nindi yang datang bertamu. Yuda heran dari mana Nindi mengetahui tempat tinggalnya.
"Apa kabar, Mas? Aku kangen," bisik Nindi di telinga Yuda.
Yuda mundur beberapa langkah, tak suka dengan sikap Nindi, beruntung Afifah masih di dapur.
"Mau apa Kamu ke sini?" tanya Yuda ketus, tanpa mempersilahkan Nindi masuk.
"Ish,, Mas Aku ga disuruh masuk nih?" tanpa menghiraukan pertanyaan Yuda, Nindi merajuk mencoba bersikap manja. Dulu jika Nindi bersikap demikian, Yuda akan luluh.
Afifah yang penasaran siapa yang bertamu sore-sore, mematikan kompor dan menghampiri suaminya, alangkah kagetnya melihat siapa yang datang, tak menyangka jika Nindi bisa nekat datang ke rumahnya, Afifah pura-pura tak mengenal Nindi.
"Siapa yang datang, Sayang?" tanya Afifah memanasi Nindi, terlihat raut muka Nindi tak suka, meskipun bibirnya tersenyum
Yuda yang kaget, Afifah bersikap mesra, tertawa di dalam hati. Ia suka melihat Afifah bersikap tegas ketika cemburu.
"Hanya rekan kerja, Sayang," Yuda terlihat melingkarkan tangannya di pinggang ramping istrinya.
Muka Nindi makin ditekuk saat disebut hanya rekan kerja dan melihat kemesraan mantan pacarnya terhadap istrinya.
Nindi yang baru pertama melihat Afifah secara langsung, mengakui jika Afifah memang cantik, tapi Nindi merasa lebih unggul dalam cara berpakaian. Nindi berfikir akan mudah mendapatkan kembali Yuda jika melihat cara berpakaian istrinya yang kampungan serba tertutup, sementara dirinya selalu tampil seksi dan menggoda. Menurut Nindi, lelaki mana yang tak suka melihat tubuh seksi, padahal tak semua lelaki seperti itu.
"Perkenalkan mba Afifah, saya Nindi, kita baru bertemu langsung kali ini ya, biasanya kita hanya ngobrol lewat chat," Nindi memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan.
Afifah sebenarnya sudah tahu wajah Nindi, Ia pernah stalked akun logo biru milik Nindi, banyak poto-poto sensual yang tersebar disana.
"Oh iya mba, apa kabar?" Afifah menerima uluran tangan Nindi yang mengajaknya bersalaman.
"Baik mba," Nindi mulai kelihatan jengkel karena dari tadi hanya berdiri di depan pintu tanpa dipersilahkan masuk oleh yang punya rumah dan harus tetap menyaksikan bagaimana Yuda memeluk pinggang Afifah, dan sesekali mengecup puncak kepala Afifah.
"Ada perlu apa ya mba Nindi ke rumah saya?"
Afifah sengaja tidak mempersilahkan Nindi masuk, karena tak ingin rumah yang ditingalinya dimasuki wanita penggoda suaminya.
"Saya cuma ingin main dan berkenalan dengan mba Afifah," Nindi berbohong.
"Oh iya mba, saya terima perkenalannya, tapi maaf tidak bisa mengajak mba masuk, karena kami sedang siap-siap untuk makan malam keluar, kebetulan, Mas Yuda mengajak saya kencan,"
Untuk kata kencan, Afifah mengucapkannya dengan agak berbisik sambil tersipu malu, tapi penuh penegasan. Dalam hati Afifah memohon ampun karena telah berbohong, dan tidak menghormati tamu dengan baik, tapi tamu yang datang kali ini ada kemungkinan ingin menghancurkan rumah tangganya, Afifah hanya mencegah hal itu terjadi. Afifah bisa melihat tatapan memuja Nindi untuk suaminya. sekalem-kalemnya Afifah, Dia tetap wanita biasa yang tak suka suaminya digoda wanita lain.
Yuda yang mendengar perkataan Afifah, hanya tersenyum, menatap sang istri kemudian mengambil tangan istrinya dan di kecup mesra.
Nindi yang melihat hal itu makin dongkol, rencananya kali ini gagal, berniat memanas-manasi Afifah, malah dirinya sendiri yang kepanasan. Tanpa membuang waktu lagi, Nindi pamit dan berjalan dengan menghentak-hentakan kakinya.
Melihat itu Afifah dan Yuda hanya tersenyum, dan setelah pintu ditutup rapat dan dikunci, baru tawa keduanya meledak.
BERSAMBUNG
Mohon dukungan untuk Yuda dan Afifah, kritik dan saran tetap di tunggu, bangu like dan vote juga yaa
Selamat Membaca
Terima Kasih
Garut, 10 0kt 2020.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Neni Bunda Alif
dasar pelakor tidak tau malu
2022-05-19
0
Ardika Zuuly Rahmadani
Hai para pelakor, pergi kelaut aja sono
2021-09-11
1
Sugianti
hahaaaaaa baguuusss haruuus gitu kompak yaa menghadapi pelakorr semoga kedepannya dpt mengalahkan pelakor" lg
2021-07-10
1