Bab 4: Surat yang Tak Pernah Kukirimkan

Malam itu, aku tak langsung tidur. Setelah percakapan dingin kami yang terakhir, aku hanya duduk di pojok kamar. Sunyi merayapi setiap sudut ruangan, bahkan detik jam terdengar seperti bunyi palu yang mengetuk pelan jiwaku yang retak.

Satu sisi dari tempat tidur itu masih kosong. Arvan belum juga masuk. Entah di mana ia menghabiskan waktu. Entah bersama siapa.

Aku membuka laci meja kecil di sebelah tempat tidur, mengambil buku catatanku. Dulu aku suka menulis puisi. Sekarang, hanya bisa menuliskan perasaan karena bicara tak lagi mampu menyampaikan luka.

Dengan tangan gemetar, aku menulis surat. Bukan untuk dikirim, tapi untuk mencurahkan isi hati. Surat ini bukan untuk Arvan bukan pula untuk Ailuna. Surat ini untuk diriku sendiri yang terlalu lama diam.

“Untuk diriku yang bertahan,

Maaf... karena terlalu lama kamu memaksakan segalanya.

Maaf... karena terlalu sering kamu berpura-pura bahagia, meski sebenarnya setiap pagi kamu ingin menangis.

Kamu tahu bahwa kamu tak dipilih. Tapi kamu tetap bertahan dengan harapan suatu hari cinta itu tumbuh. Tapi tidak semua tanah bisa menumbuhkan benih, bukan?

Dirimu telah menjadi asing di rumahmu sendiri. Kau terbangun setiap hari dengan napas yang sesak oleh pengharapan kosong. Tapi tidak apa-apa. Kini saatnya kau berhenti menyiksa diri.

Kamu berhak dicintai. Kamu pantas dimiliki sepenuhnya, bukan setengah hati.

Saat kamu membaca surat ini suatu hari nanti, kuharap kamu sudah bebas. Bebas dari penjara batin yang kamu bangun sendiri karena berharap pada seseorang yang hatinya tak pernah tinggal.

Bangkitlah. Kau punya hidup. Dan hidup bukan untuk dijadikan pilihan cadangan.”

Surat itu selesai kutulis saat subuh menjelang. Kugulung perlahan dan kuselipkan ke dalam novel lama di rak. Biarlah tersimpan. Mungkin kelak aku akan membacanya kembali, untuk mengenang titik terendah dalam hidupku.

Pagi harinya, Arvan tidak ada di rumah. Mungkin pergi lebih pagi dari biasanya. Tidak meninggalkan pesan. Tidak meninggalkan bekas apa pun.

Aku sarapan sendiri. Tidak membuatkan kopi untuknya seperti biasa. Tidak menyiapkan baju kerjanya. Entah kenapa rasanya seperti mencabut sisa-sisa ketergantunganku padanya.

Siang itu, aku pergi ke kantor pengacara. Membawa akta nikah, kartu keluarga, dan fotokopi KTP. Ini bukan keputusan yang emosional. Ini keputusan logis dari perempuan yang mulai sadar bahwa dirinya berharga.

Pengacara perempuan itu menatapku dengan pandangan penuh empati.

“Sudah yakin, Bu?”

Aku mengangguk. “Sudah. Saya tidak ingin tinggal lebih lama dalam pernikahan yang hanya saya perjuangkan sendiri.”

“Kalau begitu kita mulai prosesnya.”

Tanganku menandatangani berkas tanpa ragu. Tidak ada getar di jemariku. Mungkin karena tangisku sudah habis semalam.

Saat malam tiba, aku duduk di balkon. Menatap lampu-lampu rumah tetangga. Rumah-rumah lain itu tampak hangat, penuh tawa. Sedangkan di rumah ini, hanya ada dingin yang tidak pernah mencair, bahkan oleh matahari.

Lalu, suara pintu terbuka. Arvan pulang. Wajahnya terkejut melihatku menatapnya tanpa air mata, tanpa marah.

“Kita bisa bicara?” katanya pelan.

Aku mengangguk. Tapi bukan untuk mendengar penjelasan. Aku hanya ingin menyampaikan satu hal:

“Aku sudah ke pengacara.”

Wajahnya langsung menegang. “Nay...”

“Sudah cukup,” potongku lembut, tapi tegas. “Aku lelah jadi perempuan yang pura-pura kuat hanya untuk mempertahankanmu.”

“Kalau aku minta waktu”

“Aku memberimu waktu dua tahun,” kataku sambil tersenyum pahit. “Dan kamu pakai waktu itu untuk mencintai perempuan lain di belakangku.”

Ia diam.

Aku bangkit dari kursi, berjalan melewatinya tanpa menyentuh. Tapi sebelum masuk kamar, aku menoleh sekali lagi.

“Aku mencintaimu, Van. Tapi mencintai bukan berarti memenjarakan diriku dalam ketidakpastian. Dan ini... adalah caraku menyelamatkan diriku sendiri.”

Dan malam itu, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku tidur dengan tenang. Bukan karena semuanya baik-baik saja. Tapi karena aku memilih diriku sendiri.

Terpopuler

Comments

Mamah dini

Mamah dini

mampir thor, kasian kmu nay , semoga kedepan nya kmu bisa bahagia sm orang yg benar2 mencintaimu menghargaimu dn melindungimu, semangat terus nay .

2025-07-22

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Pernikahan Tanpa Nama
2 Bab 2: Aku, Istrinya yang Tak Pernah Ia Lihat
3 Bab 3: Perempuan Bernama Ailuna
4 Bab 4: Surat yang Tak Pernah Kukirimkan
5 Bab 5: Aku yang Menyerah, Bukan Karena Tak Cinta
6 Bab 6 : Hujan di Hari Ulang Tahun
7 Bab 7 : Diam yang Penuh Luka
8 Bab 8 : Perempuan Itu
9 Bab 9 : Bukan Aku yang Ia Cari
10 Bab 10 : Rasa yang Tak Kunjung Pergi
11 Bab 11 : Mata yang Tak Pernah Bohong
12 Bab 12 : Luka yang Tidak Pernah Dipilih
13 Bab 13 : Teman Lama, Luka Baru
14 Bab 14 : Surat yang Tak Pernah Selesai
15 Bab 15 : Di Antara Dua Pilihan
16 Bab 16 : Jalan Pulang yang Berbeda
17 Bab 17 : Perempuan yang Menyembuhkan Dirinya Sendiri
18 Bab 18 : Tak Semua yang Hilang Harus Ditemukan Kembali
19 Bab 19 : Reuni yang Menyudahi Luka
20 Bab 20 : Perempuan yang Kembali Memilih Dirinya
21 Bab 21 : Aku Tak Lagi Menoleh ke Belakang
22 Bab 22 : Langkah yang Tak Lagi Menoleh
23 Bab 23 : Pelan-Pelan, Hatiku Belajar Menolak yang Menyakiti
24 Bab 24 : Luka Lama yang Mengetuk Pintu Kedamaian
25 Bab 25 : Ketika Luka Menemukan Tempatnya Sendiri
26 Bab 26 : Ketika Dunia Mulai Menatap Tanpa Bertanya
27 Bab 27: Ketika Luka Tak Lagi Membutuhkan Peluk
28 Bab 28 : Dia yang Datang Saat Aku Tak Lagi Menunggu
29 Bab 29 : Antara Bayangan yang Kembali dan Cahaya yang Mulai Menyapa
30 Bab 30 : Luka yang Tersingkap di Hadapan Dunia
31 Bab 31 : Aku yang Kau Ingat Setelah Terlambat
32 Bab 32 : Luka yang Tak Bisa Dibagi
33 Bab 33 : Ada yang Tumbuh, Tapi Bukan Lagi Cinta
34 Bab 34 – Bicara untuk Menyembuhkan Luka
35 Bab 35 : Satu Langkah untuk Diri Sendiri
36 Bab 36 : Ketika Masa Lalu Mulai Mengetuk Lagi
37 Bab 37 : Ketika Luka Menemukan Tempatnya Sendiri
38 Bab 38 : Bukan Luka yang Kupilih, Tapi Diri Sendiri
39 Bab 39 : Antara Rasa yang Baru dan Masa Lalu yang Tak Selesai
40 Bab 40 : Luka yang Kembali Menyeret, dan Arvan yang Tak Menyerah
41 Bab 41 : Di Antara Janji Baru dan Rasa yang Teruji
42 Bab 42 : Luka yang Tak Pernah Selesai
43 Bab 43 : Ketika Luka Tak Lagi Bisa Disembunyikan
44 Bab 44 : Rasa yang Belum Selesai, Luka yang Masih Menganga
45 Bab 45 : Hati yang Mulai Ragu, Tapi Masih Ingin Diselamatkan
46 Bab 46 : Lelaki dari Masa Lalu yang Membawa Janji Baru
47 Bab 47 : Tiket yang Tak Pernah Digunakan
48 Bab 48 : Di Antara Dua Pintu yang Terbuka
49 Bab 49 : Dilema Sebuah Awal Baru
50 Bab 50 : Pelan Tapi Pasti, Cinta Itu Menyembuhkan
51 Bab 51: Luka yang Belum Selesai
52 Bab 52 : Di Antara Pilihan dan Peluang Baru
53 Bab 53 : Bertumbuh Bersama Waktu
Episodes

Updated 53 Episodes

1
Bab 1: Pernikahan Tanpa Nama
2
Bab 2: Aku, Istrinya yang Tak Pernah Ia Lihat
3
Bab 3: Perempuan Bernama Ailuna
4
Bab 4: Surat yang Tak Pernah Kukirimkan
5
Bab 5: Aku yang Menyerah, Bukan Karena Tak Cinta
6
Bab 6 : Hujan di Hari Ulang Tahun
7
Bab 7 : Diam yang Penuh Luka
8
Bab 8 : Perempuan Itu
9
Bab 9 : Bukan Aku yang Ia Cari
10
Bab 10 : Rasa yang Tak Kunjung Pergi
11
Bab 11 : Mata yang Tak Pernah Bohong
12
Bab 12 : Luka yang Tidak Pernah Dipilih
13
Bab 13 : Teman Lama, Luka Baru
14
Bab 14 : Surat yang Tak Pernah Selesai
15
Bab 15 : Di Antara Dua Pilihan
16
Bab 16 : Jalan Pulang yang Berbeda
17
Bab 17 : Perempuan yang Menyembuhkan Dirinya Sendiri
18
Bab 18 : Tak Semua yang Hilang Harus Ditemukan Kembali
19
Bab 19 : Reuni yang Menyudahi Luka
20
Bab 20 : Perempuan yang Kembali Memilih Dirinya
21
Bab 21 : Aku Tak Lagi Menoleh ke Belakang
22
Bab 22 : Langkah yang Tak Lagi Menoleh
23
Bab 23 : Pelan-Pelan, Hatiku Belajar Menolak yang Menyakiti
24
Bab 24 : Luka Lama yang Mengetuk Pintu Kedamaian
25
Bab 25 : Ketika Luka Menemukan Tempatnya Sendiri
26
Bab 26 : Ketika Dunia Mulai Menatap Tanpa Bertanya
27
Bab 27: Ketika Luka Tak Lagi Membutuhkan Peluk
28
Bab 28 : Dia yang Datang Saat Aku Tak Lagi Menunggu
29
Bab 29 : Antara Bayangan yang Kembali dan Cahaya yang Mulai Menyapa
30
Bab 30 : Luka yang Tersingkap di Hadapan Dunia
31
Bab 31 : Aku yang Kau Ingat Setelah Terlambat
32
Bab 32 : Luka yang Tak Bisa Dibagi
33
Bab 33 : Ada yang Tumbuh, Tapi Bukan Lagi Cinta
34
Bab 34 – Bicara untuk Menyembuhkan Luka
35
Bab 35 : Satu Langkah untuk Diri Sendiri
36
Bab 36 : Ketika Masa Lalu Mulai Mengetuk Lagi
37
Bab 37 : Ketika Luka Menemukan Tempatnya Sendiri
38
Bab 38 : Bukan Luka yang Kupilih, Tapi Diri Sendiri
39
Bab 39 : Antara Rasa yang Baru dan Masa Lalu yang Tak Selesai
40
Bab 40 : Luka yang Kembali Menyeret, dan Arvan yang Tak Menyerah
41
Bab 41 : Di Antara Janji Baru dan Rasa yang Teruji
42
Bab 42 : Luka yang Tak Pernah Selesai
43
Bab 43 : Ketika Luka Tak Lagi Bisa Disembunyikan
44
Bab 44 : Rasa yang Belum Selesai, Luka yang Masih Menganga
45
Bab 45 : Hati yang Mulai Ragu, Tapi Masih Ingin Diselamatkan
46
Bab 46 : Lelaki dari Masa Lalu yang Membawa Janji Baru
47
Bab 47 : Tiket yang Tak Pernah Digunakan
48
Bab 48 : Di Antara Dua Pintu yang Terbuka
49
Bab 49 : Dilema Sebuah Awal Baru
50
Bab 50 : Pelan Tapi Pasti, Cinta Itu Menyembuhkan
51
Bab 51: Luka yang Belum Selesai
52
Bab 52 : Di Antara Pilihan dan Peluang Baru
53
Bab 53 : Bertumbuh Bersama Waktu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!