Lexa duduk di bangku taman depan restoran. Dia terys ngedumel penuh kekesalan. Zion memandang Lexa dari kejauhan. Kejadian seperti ini tidak pernah disangkanya.
Setelah setengah jam duduk di kursi taman itu, Lexa akhirnya pulang dengan menggunakan taksi.
Lexa tiba di rumah hampir bersamaan dengan kedua orang tuanya.
"Lexa, ayah dan bunda mau bicara."
"Lexa lelah."
Hari demi hari berjalan dengan suasana dingin. Setiap hari Lexa mendengarkan kedua orang tuanya membicarakan perjodohan itu. Di kantor sikap Lexa dan ayahnya layaknya atasan dan bawahan.
"Soal pertunangan ... "
"Harap tidak membicarakan masalah pribadi di kantor, Sir!"
Lexa terlihat dingin meskipun di hadapannya ada ayahnya, Ronald dan Zion.
"Dengar Lexa, pertunangan ... "
"Saya akan mengundurkan diri jika Anda membicarakan masalah pribadi."
Keras kepala! Dari mana sifat itu? Ya tentu saja dari orang tuanya yang ngotot menjodohkan mereka. Lexa pun ngotot untuk menolaknya. Siapa yang akan kalah?
Malam harinya Zion dan kedua orang tuanya datang ke rumah Alex untuk membicarakan kelanjutan perjodohan mereka.
Ngeyel!
"Bulan depan pertunangan kalian akan diadakan!"
"Kenapa ayah dan bunda terus memaksa? Apa kalian sudah jadi budak harta?"
"Lexa, jaga bicaramu!"
"Lexa Sayang, menikahlah dengan Zion. Ayah dan bunda sudah tua, kami ingin melihat kamu menikah dan bahagia."
"Baiklah, aku akan menikah!" Keempat orang tua itu tersenyum senang.
"Tapi tidak dengan pria ini. Coba deh, ayah dan bunda kalau mau nyari calon suami buat aku tuh lebih selektif lagi. Jangan yang seperti ini. Nyari rekan bisnis saja selektif, kok nyari calon menantu malah asal-asalan."
Pernyataan yang menyakitkan!
"Heh, maksud kamu apa? Kamu pikir aku mau dijodohkan dengan cewek arrogant seperti kamu?"
"Tuh, kamu juga tidak setuju kan, ya sudah dibatalin saja!"
"Ya sudah. Masih banyak kok cewek di luaran sana yang mengantri untuk menikah denganku."
"Baguslah, yang penting itu bukan aku. Aku hanya suka dengan yang limited edition, bukan yang obralan."
"Eh, mulut bisa enggak di jaga?"
"Memang kenyataan."
"CUKUP! Kalian berdua tenanglah."
"Begini saja, kalian lakukanlah pendekatan dulu sebelum tunangan."
"Ngapain, buang-buang waktu saja."
"Aku juga malas pendekatan sama kamu." Zion berkata tak kalah sengit.
Keempat orang tua menghela nafas dan memijat kening mereka yang akhir-akhir ini nampak mengkerut.
"Lexa, ayah mau kamu jadi anak yang berbakti. Menikahlah dengan Zion."
"Memangnya selama ini tidak berbakti? Ayah memintaku kuliah managemen bisnis, aku turuti. Padahal ayah dan bunda tahu aku ingin menjadi dokter. Padahal aku juga bisa kuliah dua jurusan, tapi kalian tetap tidak mengizinkannya. Kalian memaksaku untuk kembali ke Indonesia, padahal kalian tahu aku tidak suka. Apa kurang berbaktinya aku?" Lexa berteriak, tidak lagi ingat kalau dia berteriak pada orang tuanya.
"Hanya karena satu keinginan yang tidak mau aku turuti kalian langsung menganggap aku anak durhaka, tapi kalian orsng tua yang egois!"
"Lexa ... maksud kami ... "
"Aku akan kembali ke Jepang malam ini juga."
Lexa langsung meninggalkan mereka.
"Maafkan sikap Lexa. Entahkah kenapa dia jadi seperti itu sekarang. Sejak lima tahun yang lalu sikapnya jadi berubah."
"Lima tahun yang lalu?"
Alex mengangguk, sedangkan Diana terlihat sangat sedih.
"Kalian tahu kan, dulu Lexa anak yang periang dan sangat ramah. Tapi sekarang dia berubah. Dia sekarang tertutup, bahkan tidak pernah menceritakan keluh kesahnya pada kami."
Zion diam mendengarkan perkataan Alex.
Lexa menuju kamarnya untuk mengambil barang-barang yang penting saja. Setelah itu dia kembali turun. Orang-orang memandangnya dengan cemas.
"Lexa ayo kita bicarakan baik-baik."
"Bicara padaku kalau kalian sudah membatalkan perjodohan ini."
"Tunggu Lexa!" Diana ingin mengejar anaknya yang sudah keluar.
"Biar saya saja yang mengejarnya!"
Zion mengendarai mobilnya mengikuti Lexa. Mobil itu menuju hotel. Sebenarnya jadwal keberangkatan Lexa masih besok pagi, tapi dia tidak ingin berlama-lama ada di rumah.
Setelah mendapatkan kunci kamar, Lexa langsung menuju kamarnya. Zion mengikutinya diam-diam. Zion menjegal pintu dengan kakinya saat Lexa akan menutup pintu kamarnya dan langsung menyerobot masuk.
"Apa yanh kamu lakukan, brengsek!"
"Aku hanya ingin bicara denganmu!"
"Yang tadi masih kurang jelas?"
"Jangan pergi begitu saja, kamu tidak kasihan pada orang tuamu?"
"Kasihan! Tapi lebih kasihan lagi aku kalau harus menikah denganmu."
"Hey gadis sombong, aku juga tidak mengharapkan ini terjadi tapi ... " obrolan terputus karena ponsel Zion berdering.
"Kenapa Dad? Iya aku sedang bersama Lexa!" Zion terdiam mendengar perkataan daddynya.
"Iya kami akan segera ke sana!" Zion langsung menarik tangan Lexa.
"Lepas, jangan sentuh!"
"Ayo cepat, ayahmu masuk rumah sakit!"
Jantung Lexa tiba-tiba berdetak dengan kencang dan tanpa sadar dia meremas tangan Zion yang masih menggenggam tangannya dengan erat.
Lexa duduk dengan gelisah di dalam mobil.
"Tenanglah, ayahmu pasti akan baik-baik saja."
"Kalau ini ayahmu, memangnya kamu bisa tenang? Bicara sih memang gampang."
Zion lebih memilih diam, tidak ingin meladeni gadis galak yang duduk di sebelahnya.
Mereka tiba di rumah sakit dan langsung menuju UGD.
"Bunda, ayah gimana?"
"Ayah masih di dalam, dokter belum keluar sejak tadi."
Entah berapa lama mereka menunggu, akhirnya dokter keluar juga.
"Bagaimana Dok?"
"Untung saja Pak Alex langsung dibawa ke sini, jadi bisa segera ditangani. Saat ini beliau belum sadar, kami akan memindahkannya ke ruang perawatan."
Mereka menghembuskan nafas lega. Lima menit kemudian Alex dipindahkan ke ruang perawatan.
Zion dan orang tuanya masih setia menemani. Pagi hari Alex sudah sadar.
"Ayah, bagaimana kondisi ayah?" Alex memandang wajah putrinya dengan pandangan sendu. Dia mengusap rambut anaknya dengan penuh kasih sayang.
"Rara Sayang, ayah sudah tua, tidak tahu sampai kapan ayah akan hidup. Ayah mau sebelum ayah meninggal, ayah bisa menikahkan kamu dengan laki-laki yang baik. Menikahlah dengan Zion!"
Itu lagi!
"Jangan bicara seperti itu Sayang, kalau kamu pergi, aku juga akan pergi." Diana menangis tersedu.
"Jangan Sayang, jagalah anak kita baik-baik."
"Sudah Lex, jangan banyak bicara. Kamu baru saja sadar, istirahatlah dulu, jangan banyak pikiran."
"Tapi aku tidak bisa tenang. Aku hanya ingin melihat putriku bahagia."
"Sudahlah ayah, jangan membicarakan itu dulu!" ucap sang istri yang menggenggam tangannya.
Lexa hanya diam saja. Disaat seperti ini memangnya dia harus bicara apa? Tetap menolak perjodohan, bukan waktu yang tepat. Menerimanha juga tidak sesuai dengan hatinya. Sudahlah, lebih baik dia diam saja, dari pada memicu pertengkaran yang akhirnya bisa menyebabkan nyawa menghilang. Ujung-ujungnya dia akan dianggap anak durhaka.
Aku harus mencari cara untuk menggagalkan perjodohan ini. Jangan sampai aku menikah dengan dia!
.
.
.
.
.
.
.
.
Hai gimana ceritanya? Yang sudah like, komen ataupun vote terima kasih banyak ya atas dukungannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Sudut SENJA
sedikit menegang kah😁
2023-02-24
1
Qaisaa Nazarudin
Berarti udah gak papa kan,Udah deh Lexa udah bisa pergi..
2023-02-15
1
Qaisaa Nazarudin
Ciihh Drama di mulai,,Harusnya Lexa sadar itu hanya drama doang,,Kan kmaren bunda nya juga pura2 sakit pengen Alexa pulang,Alasan yg basi menurut ku🤦🏻♀️🤦🏻♀️🙄🙄
2023-02-15
1