Siang ini hujan mengguyur seisi kota. Pengunjung kafe bertambah ramai, mulai dari yang datang sembari menunggu hujan reda, ada yang sengaja datang untuk menikmati kopi sembari menenangkan diri dari tekanan pekerjaan kantor, dan ada pula yang datang untuk mencari memesan es teh dengan tujuan utama untuk mencari WiFi gratis, serta anak-anak muda yang datang bergerombol untuk sekedar nongkrong bareng ataupun mengerjakan tugas kampus. Pemandangan kehidupan nyata yang indah.
“Mbaknya yang pesan coppucino green tea?.”
Tanya seorang waiters kepada seorang wanita berparas cantik dengan kulit putih dan bibirnya yang merona tengah asyik memandang setiap rintikan hujan di luar jendela kafe.
“Ah iya, terima kasih.”
Wanita tersebut segera mengambil minuman pesanannya lalu mengaduknya dengan sedotan yang telah disediakan. Tak lama setelahnya waiters tersebut berlalu pergi dan tinggallah wanita itu sendirian dengan seluruh perasaan tentramnya. Suara hujan pertama di bulan Agustus terasa membawa begitu banyak kedamaian ditambah dengan aroma tanah yang sehabis kepanasan lalu terguyur memberikan sisi kenikmatan tersendiri.
Jauh di seberang jalan terlihat beberapa akan SMA 4 perempuan dan 3 laki-laki tengah berkerumun di halte bis, sepertinya mereka teman akrab, hal tersebut dapat dilihat dari tingkah laku mereka yang tengah bercanda tawa bersama tanpa memperdulikan di mana mereka berada dan siapa saja yang memperhatikan.
“Seharusnya masa sekolahmu dulu seperti mereka, bahagia.”
Celetuk wanita tersebut lirih yang ditujukan untuk dirinya sendiri. Ia segera melepaskan pandangannya lalu mengangkat pergelangan tangan kirinya, tampak terlihat jelas raut kemarahan yang ditahan dari wajahnya.
Satu jam ia duduk di tempat ini, menunggu klien yang telah memberi janji seharusnya sudah datang 45 menit yang lalu.
“Aarrrghhh.”
Wanita itu kembali menyeruput minumannya yang tinggal sedikit.
“Apa benar anda yang bernama Aldoura?.”
Ucap seorang pria yang datang dengan terengah-engah dengan menenteng berkas penting di tangan kanannya.
“Anda telat 50 menit.”
Jawabnya sedikit memperlihatkan kekesalannya tapi harus ditahannya karena jika kehilangan satu klien saja hari ini, ia bisa dikeluarkan dari perusahaan oleh CEO yang baru-baru ini menjabat menggantikan ayahnya yang telah meninggal.
“Ah iya saya minta maaf karena ada sedikit kendala di perjalanan. Perkenalkan nama saya Aldo.”
Pria itu segera menyodorkan tangannya selanjutnya diikuti oleh Aldoura dan merekapun segera bersalaman.
“Baiklah apa yang ingin kamu berikan untuk saya hari ini?.”
Tanya Aldoura, raut kekesalannya perlahan mulai menghilang dan presentasi klien pun segera di mulai.
...###...
“Capeekkk.”
Tanpa meletakkan barangnya dulu dengan benar di tempat yang seharusnya, Aldoura segera merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Hari yang cukup melelahkan baginya yang harus kerja keras mengejar target perolehan klien terbanyak supaya posisinya di perusahaan bisa segera dinaikkan.
“Ayah, ibu mana?.”
Tanya Aldoura yang baru menyadari kalau sosok wanita yang biasanya selalu membawakan minuman ketika ia baru pulang tidak ada tanda-tanda dirinya berada di rumah.
“Ibumu ke rumah sakit.”
“Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa?... ibu sakit yah?.”
Aldoura segera menegakkan badannya.
“Istri abangmu melahirkan, kau ini bagaimana bukannya ibumu sudah menelfon tadi?.”
Aldourapun segera mengeluarkan seluruh isi tasnya lalu membuka ponsel yang sedari siang tadi belum sempat ia buka.
“Iya yah, ibu menelfon 10 kali tapi tidak Aldoura angkat. Berarti aku jadi tante dong yah… ugh tidak sabar aku pingin segera ke rumah sakit. Eh ayah tidak ikut?.”
“Jam 18.30 ayah ada janji dengan pak manager di kantor.”
“Yah… aku tau kontribusi ayah di kantor memang tidak diragukan, tapi ayah tau waktu dong, ini sudah waktunya jam istirahat. Lagi pula ayah tak dinaikkan posisinya.”
Aldoura menatap Ayahnya yang tengah sibuk membolak-balikkan halaman Koran dengan serius. Dia merasa ayahnya tidak pernah mendapatkan keadilan. Bekerja dan berkontribusi penuh selama puluhan tahun di tempat beliau bekerja tapi tak pernah mendapatkan promosi penaikan posisi, hanya sebatas karyawan biasa yang bekerja untuk atasan.
“Jangan bicara seperti itu, kalau ayah tidak kerja keras siapa yang akan menghidupi keluarga?.”
Bantah ayah segera melipat korannya.
“Tapi sekarang Aldoura bekerja ayah… sebentar lagi aku akan naik posisi jabatan, aku bisa ikut membiayai Rio ayah.”
Mata Aldoura terlihat mulai sembab.
“Sudah-sudah ayah senang bekerja dan siap mendapatkan tugas apapun dari kantor.”
Ayah segera berlalu bermaksud untuk mengakhiri perbincangan dengan putrinya sore ini.
Ketika akan mengambil ponsel yang tergeletak di atas sofa, tak sengaja Aldoura meraih secarik kertas bertuliskan identitas seseorang dari perusahaan property yang amat terkenal di pusat kota.
“Aldo Dwi Mahendra.”
Ternyata kartu nama tersebut milik klien yang ditemuinya di kafe siang tadi. Sejenak Aldoura menghela nafas lalu kembali merebahkan tubuhnya di sofa. Ingatannya sedikit membawanya kepada pertemuannya tadi. Seperti mereka selama ini sudah kenal dekat. Tapi Ratu tak benar-benar mengingatnya dengan pasti di mana mereka pernah bertemu sebelumnya. Masa lalunya terasa sangat cepat berlalu hingga tak banyak yang diingat darinya. Tapi siapapun Aldo, ia berharap tak akan bertemu kembali.
Triiinggggg!
Ponsel Aldoura berbunyi yang seketika memecah keheningan di rumah ini.
“Ora!, kamu ini bagaimana ibu menelfon mu puluhan kali… kakakmu melahirkan keponakanmu, terus saja sibuk dengan urusanmu sendiri.”
Suara Ibu begitu nyaring dari ponsel hingga membuat Aldoura harus bolak-balik menjauh kemudian mendekatkan kembali ponselnya di telinga.
“Maaf ibu, hari ini Aldoura dapat 5 klien, Aldoura tak sempat melihat ponsel.”
“Kalau begitu cepat mandi dan bergegas ke rumah sakit. Semua menunggu kamu.”
“Iya bu…”
Tuuuuut….
Panggilannya segera terputus. Sebenarnya Aldoura masih merasakan lelah ditubuhnya yang belum menghilang, tapi ia juga sungkan jika tidak datang di rumah sakit.
“Hah… demi keponakanku yang lucu.”
Aldoura segera bangkit, memberesi barangnya kemudian bergegas membersihkan diri dan bersiap berangkat. Saat membayangkan keponakannya yang baru lahir betapa manisnya, tangannya yang kecil sesekali diangkat ke udara, tatapan tulus dari mata kecilnya, tangisan manja yang tiap kali menggema di telinga seketika membuat Aldoura kembali bersemangat, seolah rasa lelahnya akan segera terbayarkan oleh sesuatu yang sangat indah yaitu malaikat kecil keluarga besar ini, sudah lama sekali rumah ini tidak ada anak kecil yang hadir mewarnai suasana rumah. Hanya Rio yang paling muda di rumah, tapi sekarang dia sudah masuk SMP.
Sekitar 15 menit berberes, Aldoura siap berangkat. Segera ia mengenakkan helm lalu menuju bagasi untuk mengambil motor vespa kesayangannya yang telah menemani dirinya sejak masa SMA.
Pukul 17.25, ia siap meluncur menuju rumah sakit untuk menengok keponakan lucunya yang selama ini sudah ditunggu-tunggu kehadirannya. Namu tiba-tiba saja Aldoura merasakan hal aneh dari motornya, ia kemudian beralih menengok ke bawah.
“Ayah ban depanku bocor…”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments