ONE HEART OF MINE
"Apa semua persiapan sudah selesai?" tanya Ara kepada beberapa karyawannya.
"Sudah Mbak, untuk perusahaan A sudah dikirim, untuk perusahaan B sedang dalam perangkaian, sedangkan penjualan di galeri sudah ditangani Mala dan Sari." jelas Dewi.
"Baiklah, saya percayakan semua kepadamu, Dewi. Kalau ada sesuatu, cepat hubungi saya. Saya akan ke Bandung untuk mengunjungi perkebunan bunga, koleksi kita sudah hampir habis."
Setelah mengatur beberapa pesanan milik pelanggan prioritasnya, Ara langsung mempercepat laju kendaraannya. Hujan rintik-rintik tak memperlambatnya. Karena matahari sudah berada pada pusatnya, dia tak ingin terlalu sore tiba di kebun kesayangannya.
***
'Kebun bunga'
"Kenapa neng Ara sendiri yang kesini?" tanya Mang Asep.
"Sudah kangen dengan alamnya, Mang, terutama dengan Mamang. Di Jakarta terlalu panas" Ara melemparkan senyum semanis mungkin
"Ah...eneng. Bikin Mamang malu saja. Takut kenak olok sama cucu nanti, bunga apa saja ini yang mau di ambil?"
Mang Asep merupakan orang kepercayaan dikebun bunga langganan Ara, dia juga merangkap sebagai perawat bunga-bunga tersebut, dengan kulit mata yang sudah mulai mengendur, topi yang sudah kusam, baju yang sederhana, menampakan sikap pekerja keras dan dedikasinya. Itulah yang membuat Ara sangat menghormati Mang Asep.
Dengan teliti mang Asep mencatat semua bunga yang di inginkan Ara. Karena ini sudah sore, maka Mang Asep mampu menyiapkannya besok pagi.
"Tak bisakah disiapkan hari ini, Mang?" pinta Ara dengan memelas.
"Maaf, Neng, ini sudah sore. Sudah waktunya Mamang pulang, kangen istri" jelas Mang Asep dengan senyum ramahnya.
"Iyaa deh, kalau begitu Ara mencari penginapan dulu."
Ara melajukan mobilnya ke arah kota, mencari penginapan. Karena ini hari libur nasional, sudah banyak hotel yang dibooking. Tak banyak kamar yang kosong.
"Mbak, mau 1 standart room saja ya." pinta Ara
"Maaf Mbak, saat ini hanya tersisa 1 VIP, tapi cukup senyap dan nyaman kok." jelas recepsionist.
Ara mengernyitkan alisnya mencoba mencerna perkataan recepsionis tentang 'senyap dan nyaman' bukankah VIP memang harus nyaman?
Sesampainya dikamar Ara langsung melemparkan badannya ke atas kasur. Lelah badannya dalam perjalanan luntur perlahan. Baru saja matanya akan terlelap, ada suara yang mengganggunya dari kamar sebelah.
"Inikah yang mereka bilang senyap dan nyaman? Hotel bintang 4 kenapa kedap suaranya bisa buruk begini? Atau memang penghuni kamar sebelah yang sedang main kasar?" Ara masih diatas kasurnya saat mulai menyadari kesalahan arti kalimat yang di ucapkan recepsionis tadi.
"Kalau dalam lima menit tak berhenti, akan kulaporkan pada pihak hotel." geram Ara.
Beberapa menit setelahnya sudah senyap kembali, Ara melanjutkan istirahatnya di kasur nyamannya. Tak berselang lama, Ara sudah merendam tubuhnya dengan air hangat di bathub kamar mandi hotel, melepaskan tuntas segala lelahnya. Boleh dibilang Ara gadis yang hampir sempurna. Berparas cantik, dengan tinggi 172cm, berat badan yang proporsional dan berkulit kuning langsat, membuat setiap penampilannya dengan apapun yang dikenakannya tampak sempurna. Tak salah bila beberapa pasang mata terus saja memandanginya saat dia melangkah di keramaian.
Baru saja Ara keluar dari kamar mandi suara samar-samar itu muncul lagi. Walau samar, itu cukup jelas bagi Ara. Bahwa itu adalah suara desahan seorang wanita. Atau bisa dibilang jeritan seorang wanita karena suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa.
Ara menekan nomor 1 pada pesawat telepon yang berada dikamarnya, sesaat kemudian nada sambung berganti dengan suara recepsionis, "Hallo, selamat malam. Ada yang bisa dibantu?"
"Tolong ya, Mbak, saya disini tamu VIP, tapi kenapa pelayanannya sungguh mengecewakan!"
"Mohon beritahu kesalahan kami, Ibu. Agar kami bisa melakukan tindakan."
"Kamar yang berada disebelah kiri saya sungguh berisik. Suaranya sampai terdengar kekamar saya! Apakah kualitas kamar VIP hotel bintang 4 seperti ini?" emosi Ara masih bisa ditahannya.
"Maaf, bu. Pihak kami akan segera ke kamar tersebut. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya."
Kepala Ara terasa nyeri karena istirahatnya yang terganggu dengan suara itu. Sungguh risih mendengar hal-hal sensitif milik orang lain.
Waktu tepat menunjukkan pukul 22.15. Dan suara itu terdengar kembali.
"Gila, sudah tiga kali hanya dalam beberapa jam? Apa mereka kejar target?" dan sesaat suara itu berhenti, Ara tak mampu lagi bersabar. Dia khawatir istirahatnya akan terganggu lagi. Dengan setelan jubah handuk hotelnya, Ara keluar kamar dan menggedor pintu asal suara desahan itu.
Brak...brak...brak...
Seorang pria berparas tampan dan berkulit putih keluar dari kamar itu dengan masih mengenakan setelan jasnya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya pria itu dengan tatapan heran.
Cerita tambahan 😉
👩🏻💼Resepsionis 1: Rasti
👩🏼💼Resepsionis 2: Sinta
👨🏻💼Resepsionis 3: Jonatan
"Bagaimana ini? Tamu VIP yang dikamar 502 sudah mengeluh." kata Sinta.
"Tapi disebelahnya itu juga tamu VIP kita yang sudah menjadi pelanggan tetap kita." Jawab Rasti.
"Ada apa kalian ko pada ribut?" tanya Jonatan pada kedua temannya yang sedang kebingungan.
"Tamu VIP kita yang dikamar 502, ada komplain bahwa kamar sebelahnya berisik. Tapi kami tak berani menegur, karena mereka tamu tetap di hotel kita." jelas Rasti kepada Jonatan yang baru bekerja satu minggu di hotel.
"Tapi ko bisa kamar 502 terganggu? Bukannya kamar VIP itu kedap suara ya?" tanya Jonatan kembali yang masih penasaran. "Tapi apa sih keluhannya?"
"Paling-paling seperti biasa, ada suara ah, ih, uh, dari kamar 503. Suara yang didalam memang sering mengganggu. Tapi asik juga kadang dengerinnya." Sinta cengar cengir.
"Gila lo, Sin. Otak mesuk kamu tu harua cepat dicuci." Rasti menunjuk kening Sinta.
"Jadi maksudnya, masalahnya kamar 502 dengat siara-suara begituannnnn?" Jonatan mulai heboh.
"Sssssttt. Dihotel kita kamar VIP nya memang tidak ada kedap suaranya. Jadi semua suara yang keluar pasti terdengar." Sinta mencoba menjelaskan ulang kepada Jonatan.
"Apa!!! Ko bisa? Aku kira disini benar-benar hotel bintang empat." Jonatan kelepasan, ia berbicara dengan lantang saat masih di meja resepsionis.
Sinta dengan cepat menutup mulut Jonatan, dan Rasti langsung menutup wajah Jonatan dan menariknya agar terduduk kebawah.
Karena suara Jonatan yang besar, membuat semua tamu yang ada di lobi memalingkan wajahnya ke arah mereka. Keringat bercucurab dan jantung berdetak kencang dari para resepsionis yang berada di garda depan melayani pelanggan. Karena hal itu, ada beberapa pelanggan yang mencoba kelayakan dari hotel itu, dan melaporkannya kepada manager hotel karena dirasa memang kurang berkualitas untuk taraf hotel bintang empat.
Oleh karena itu, keesokan harinya banyak tamu yang memilih keluar dan mencari hotel baru yang lebih layak. Rasti, Sinta dan Jonatan mendapat akibatnya karena membicarakan hal yang tidak boleh dibicarakan dihotel tempat mereka bekerja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Atieh Natalia
coba baca
2021-07-02
1
Icha Yustria
keren
2021-04-24
1
Khofyfahtur Rofi'ah
Mampir kak
2021-03-25
0