Di depan komputer kerja, aku hanya melamun dan memikirkan wajah Eric. Aku masih saja terpikir kejadian tadi malam.
'Drrrt ... Drrrt ... Drrrt ...' getaran handphone di saku celanaku menggoyahkan lamunanku.
"Halo, Bu. Ada apa?" tanyaku pada Ibu yang tengah menelponku.
"Hari ini, kamu sama Eric pergi cari gaun dan buat undangan pernikahan ya nak," ujarnya dengan penuh semangat.
"Hah? Seriusan? Emang pake resepsi gede-gedean gitu, Bu?" tanyaku kaget.
"Kata Pak Baron sih begitu, Letta."
"Papanya Eric?"
"Iya."
"Lah, Bu. Kok Ayah bisa punya temen sekeren Pak Baron sih?"
"Pak Baron itu, dulu teman SMA Ayah. Dia dulu sering sekali makan dan menginap di rumah Ayah. Mereka teman dekat," jelas Ibu.
"Oh, pantesan aja rela banget anaknya dinikahin sama Letta," ketusku.
"Eh, Letta. Jangan ngomong begitu, mungkin Eric ganteng itu memang jodohnya kamu tah," timpal Ibu membuatku mengembang.
Jantungku langsung saja berdebar kencang, mendengar ucapan Ibu.
"Em, tapi Bu. Sekarang dia lagi enggak di kantor tuh. Aku juga enggak punya nomornya. Trus gimana dong?"
"Dia itu kan atasan kamu Letta, pasti banyak nomornya tersebar di situ."
"Ih, narsis banget kali. Nomor disebar-sebar."
"Maksud Ibu, ya kamu tanya lah ke HRD atau siapa gitu. Orang-orang kantormu," celoteh Ibu.
"Hih, Ibu. Enggak semudah itu tau!" keluhku.
"Yaudah, Ibu chat Pak Baron aja biar ngirim nomor Eric ke kamu."
"Nah, gitu kek daritadi. Kan enak," ucapku santai.
"Yaudah, udah dulu ya! Assalamualaikum!"
"Waalaikumussalam," sautku.
Dadaku makin tak karuan membayangkan wajah Eric lagi,
"Bagaimana nanti ekspresi dia pas milih undangan ya? Apa masih sama kaya tadi malem? Atau bakal cuek? Duh kebanyakan nonton drama sih! Jadi ekspektasi kemana-mana," gumamku pelan.
'Tuling' suara chat masuk
Nomor baru,
+6285078×××××
Chat: Hai Letta :)
"Siapa nih, ah. Orang iseng males deh." Terpaksa aku menjawab chat tersebut, siapa tahu nomornya Eric.
Chat Letta: Siapa?
'Tuling'
Chat: Aku Rendy, kamu apa kabar? Denger-denger mau nikah ya?
Rendy? Rendy? Rendy? Eumm. Hah! Mantan gue!. Ngapain sih sok akrab chat-chat lagi! Ogah banget deh! Tukang selingkuh!, keluhku dalam hati mengingat Rendy yang busuk. Jujur saja aku paling enggak suka sama tukang selingkuh dan pembohong.
Chat: Aku enggak akan ganggu kamu kok Let, aku cuma mau ngucapin selamat aja. Semoga pernikahanmu berjalan lancar ya~
Chat Letta: Iya, gausah chat gue lagi! Makasih do'anya.
Aku mengetik pesan dengan perasaan jengkel, mengingat orang yang dulu aku prioritaskan justru selingkuh dengan adik kelasku sendiri.
"Hah! Bikin badmood aja sih!" keluhku lumayan kencang. Hingga semua mata memandangku kembali.
"Sorry ... Sorry ..." Aku meminta maaf pada orang yang memandangiku.
Lagi-lagi hal ini membuat cewek berambut blonde yang dulu hampir mencakarku bangkit dari kursinya.
"Eh! Lu kira, ini kantor lu apa! Ngapain teriak-teriak!?" serunya dengan nada yang kasar.
"Ya maaf," ucapku pelan dan mengabaikan wajah cewek blonde itu.
"Awas aja lu bikin masalah lagi! Gue aduin ke Tuan Eric! Biar dipecat!" ancamnya.
Aku kaget dengan ucapan menggelikan itu, dia benar-benar seperti ABG. Aku sudah tidak mau berurusan dengan cewek blonde itu lagi.
Bodo amat lah, batinku.
Tiba-tiba handphone-ku berbunyi pertanda telepon, aku baru saja memberinya suara agar tahu informasi dari Pak Baron.
"Assalamu'alaikum, halo. Dengan siapa?"
"Waalaikumussalam, Letta. Kamu sekarang turun trus menuju parkiran mobil. Aku tunggu!"
"Eh, tunggu. Ini siapa!?" ujarku memastikan ini bukan nomor iseng lagi atau nomor mantan.
"Aku Eric! Cepat ya!"
'Tuuut' ia mematikan telepon tanpa salam terlebih dahulu.
"Dasar! Eh tapi ..." Aku bingung bagaimana caranya aku keluar di jam kerja seperti ini. Pasti mata elang mereka akan mengikuti langkahku, dan aku tidak akan nyaman. Apalagi si blonde, pasti nanya-nanyain.
"Duhh!" aku memandang sekitar, semua mata tertuju pada komputer masing-masing. Dan aku segera berlari menuju keluar.
'TAK ... TAK ... TAK ...' heels-ku berdecit aku lari lumayan kencang dan akhirnya sampai ke parkiran mobil kantor. Mobil mewah berwarna emas berhenti tepat di depan aku berdiri. Jendela belakang mobil itu perlahan terbuka dan menampakkan sosok yang tak asing lagi di mataku.
"Masuk," katanya pelan.
Aku segera masuk dan duduk di sampingnya. Kembali lagi dadaku berdebar teramat kencang. Ya Ampun!! Ya kali gue mimpi, naik mobil mewah duduk di samping cowok ganteng pula. Indahnya hidup ini, batinku senang.
"Kamu kok ngos-ngosan gitu?" tanya Eric menghentikan detak jantungku.
"Eh, enggak apa-apa kok," ujarku bohong.
Ia memalingkan wajahnya ke depan, aku melihat dari samping wajahnya yang teramat halus dan maskulin.
Dia ini manusia atau patung sih?, tanya hatiku.
Ia menoleh, dan membuatku tersentak kaget.
"Eh kenapa?" tanyanya yang juga terkejut.
"Aku tadi lihat cicak," ucapku spontan.
Dengan wajah bingung ia menoleh ke samping, mengamati mobilnya dengan teliti.
"Memang, ada cicak di mobilku?" tanyanya polos.
"Udah kebawa angin," ucapku semakin ngawur.
Ia tersenyum dan mencubit pipiku. "Mana ada sih, yang ada kamu liatin aku kan?" perkataannya membuat dadaku mau meledak.
"Hehe, maaf ya. Aku hanya heran sama kamu, pakai perawatan apa sih. Bisa kayagitu muka," ungkapku jujur.
Dia tersipu malu sembari tertawa kecil, dan memegang wajahnya "Emang kenapa? Biasa aja kok mukaku. Cuman aku ganteng dari lahir." Kini ungkapan jujurnya membuatku jengkel, iya sih, benar juga kalau ganteng dari lahir.
"Masa sih? Oplas kali," ledekku mencairkan suasana.
"Enak aja!" Dia cemberut dan menekuk kedua tangannya di depan dada.
"Kan lagi zamannya, Pak. Manusia pada oplas, beda sama saya yang enggak mampu oplas," tuturku.
"Emang kamu mau oplas? Kenapa? Kamu udah cantik." Aku reflek mencubit lengan Eric.
"Auww," rintihnya.
"Maaf ya, Pak. Saya tersinggung."
"Hahaha, sakit tau. Di bilang cantik kok tersinggung, lucu banget sih kamu." Ia tertawa.
Dia tertawa, uhh cakepnya. Please lakuin lagi. Jangan cuma sebentar dong, batinku.
"Iya udah jelas aku jelek, dibilang cantik. Ya tersinggung," oh mengapa aku selalu berkata jujur tanpa jaim sama sekali.
"Iya deh kamu..." Eric memutus kata-katanya karena telah sampai di toko gaun pengantin.
"Sudah sampai Tuan," kata sopir pribadi Eric dengan nada yang amat rendah.
Kami pun segera turun dari mobil, masuk ke dalam toko dan langsung memilih. Jujur saja, aku bingung melihat gaun-gaun indah yang amat mahal pula. Gaji kantorku sampai 10 tahun juga tidak akan bisa membeli salah satu gaun di sini. Sementara Eric, sudah selesai memilih jasnya dan ia tidak membantuku memilih sama sekali.
"Pak Eric," panggilku. Ia menoleh ke arahku, "Hm?" cetusnya menanggapiku.
"Bisakah kau membantuku memilih gaun? Aku sangat bingung, karena semuanya indah dan mahal," pintaku jujur. Eric segera memandang beberapa gaun disitu dan amat cepat ia memilih.
"Ini ya?" katanya singkat.
Aku hanya mengangguk setuju, Eric benar-benar lelaki impianku. Tampan, kaya raya, baik, juga perhatian. Bagaimana aku tidak merasa beruntung dijodohkan dengan dia. Setelah memilih gaun, kami segera ke tempat undangan.
Dari situ Aku mulai dekat dengan Eric, ternyata dia adalah orang yang asyik. Dan sangat baik....
Aku tak sabar lagi menikah dengannya ^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Novianti Ratnasari
visual aleta nya thour mana?
2020-09-21
1
yoreas🤬
visual alletanya mana thor
2020-07-10
2
Yeyen Dhevan
ahaiii
2020-07-10
0