"Ibu, kenapa bicara seperti itu?" tanya pak Harry.
Pak Harry, mengerutkan dahinya mendengar seruan sang istri yang langsung menolak dengan lantang tawaran dari, Dokter Aditya yang dengan baik hati ingin bertanggung jawab terhadap putrinya, bukankah seharusnya kita mengucapkan terimakasih sama orang itu karena sudah berbaik hati mau bertanggung jawab atas apa yang tidak pernah di lakukannya? Pikir pak Harry demikian.
Bu Sukma, menghapus air matanya beliau melepaskan pelukannya berdiri menghampiri suami dan juga Dokter muda yang sudah menolong putrinya, Bu Sukma melihat suaminya dan beralih melihat Dokter Aditya, yang juga lagi memperhatikannya.
"Maafkan, saya Dokter, sebelumnya saya sangat berterimakasih atas tawaran Dokter, tapi saya rasa itu tidak perlu. Saya tidak mau seseorang yang tidak melakukannya harus bertanggung hanya untuk menutupi kesalahan orang lain, saya tidak mau Dokter yang menanggung semuanya dan kalau keluarga Dokter tau pasti mereka pasti akan berpendapat yang sama seperti saya," ucap bu Sukma dengan senyum kecilnya.
"Tapi..."
"Saya setuju sama, Ibu, saya enggak mau anda bertanggung jawab atas apa yang terjadi sama saya, biarkan ini menjadi urusan saya orang lain enggak berhak ikut campur," Indira menyambungi ucapan orang tuanya.
"Baiklah, kalau itu keputusan kalian, tapi bolehkah saya sering mengunjungi kalian anggep saja saya temen Indira," sahut Dokter Aditya.
"Tentu saja," jawab pak Harry cepat.
Dokter Aditya, tersenyum merasa senang karena sudah di izinkan untuk berkunjung kerumah mereka, jujur dirinya tertarik saat melihat Indira dan ingin mengenalnya lebih jauh. Entah kenapa saat mendengar tangisan Indira di malam itu membuat hatinya ikut merasakan sakit, ada rasa ingin memeluk tubuh lemah Indira. Tapi dirinya tidak mungkin melakukannya karena dia tidak mengenal perempuan itu sebelumnya dan tidak mau membuat Indira salah paham terhadapnya.
Bu Sukma, mencoba untuk tersenyum walaupun sedikit di paksakan dirinya tidak setuju sama ucapan suaminya barusan tapi mau bagaimana lagi itu sudah terlanjur, enggak mungkin dirinya menolak niat baik Dokter muda di depannya itu.
Indira tersenyum masam mendengar permintaan laki-laki yang tidak di kenalinya untuk berkunjung ke rumahnya, dia tidak tau maksud dan tujuan laki-laki itu yang jelas dirinya sangat tidak suka. Indira menganggap kalau laki-laki itu hanya kasian terhadap dirinya saja dan dirinya tidak suka di kasihani sama siapapun termasuk sama orang yang sama sekali tidak di kenalinya.
****
Indira dan kedua orang tuanya turun dari mobil, banyak para tetangga yang melihatnya sinis apalagi melihat penampilan Indira yang terlihat berantakan dengan mata sembabnya. Pikiran-pikiran negatif mulai bermunculan setelah mengetahui kabar kalau Indira tidak pulang semaleman.
Bu Sukma tidak memperdulikan tatapan semua orang yang melihat keluarganya dengan tatapan tidak suka, beliau merangkul pundak putrinya untuk segera masuk kedalam rumah menghindari ucapan-ucapan yang tidak enak di dengar. Baru saja tangan bu Sukma memegang gagang pintu salah satu dari mereka menghampirinya dan menayakan sesuatu yang di luar dugaan.
"Eh, Indira, denger-denger kamu semalem enggak pulang? Jangan bilang kamu kerja malem buat cari om-om kaya," ujarnya tampa di filter.
"Astaghfirullah, jaga ucapan ibu, putri saya bukan perempuan seperti itu," sahut bu Sukma tidak terima putrinya di tuduh yang macem-macem.
"Iya bener tuh. Jangan-jangan anak kalian kerjanya sebagai perempuan penggoda lagi, kita laporin saja sama pak rt biar mereka di usir dari sini, bikin nama baik lingkungan ini tercemar tau enggak." sambung yang lain.
"Diam! Kalian semua tidak tau apa-apa tentang hidup saya, kalian para orang tua tapi cara bicara kalian tidak pantas di sebut sebagai orang tua. Kalian bisanya hanya menghina saja lebih baik urusin diri kalian jangan cuma bisa ngurusin hidup orang lain saja!" teriak Indira menatap marah orang-orang yang menghinanya.
Indira geram sama ibu-ibu yang sering menghina keluarganya dia yang tadinya cuma diam kini mulai muak, semua orang hanya bisa menuduhnya saja tanpa tau kebenarannya. Selama ini dirinya diam saat semua orang menghina keluarganya karena Indira, tidak mau punya masalah sama para tetangganya tapi semakin kesini mereka semakin kelewatan.
"Sudah berapa banyak om-om yang kamu ajak tidur Indira? Jangan bilang di perutmu sudah ada janin lagi," ucap si ibu lagi.
Pyar!!!!
Brukk!!!
Bu Sukma mengusap lengan putrinya agar tidak terpancing emosi melihat wajah putrinya yang memerah setelah mendengar ucapan salah satu dari mereka, beliau kembali mengajak putri dan juga suaminya untuk segera masuk kedalam rumahnya.
Yang tadinya Indira mulai tenang kini dia terlihat marah dan langsung membanting semua barang bawahannya di depan ibu-ibu saat mendengar salah satu dari mereka kembali mengeluarkan ucapannya yang sangat tidak pantas untuk dirinya, Indira sudah tidak bisa lagi membiarkan mereka selalu merendahkan harga dirinya.
Indira. Dia melangkah maju mendekati semua orang tatapannya tajam membuat semua orang saling berbisik, baru kali ini mereka semua melihat tatapan Indira yang seperti ingin merontokan jantungnya. Indira tersenyum smirk berdiri di depan ibu yang mengejeknya barusan. Dia menarik lengan si ibu dan mencengkramnya kuat.
"Tadi, Ibu, bilang apa? Coba katakan sekali lagi saya mau mendengarnya," ucapnya dengan tenang tapi membuat si ibu ketakutan.
"Katakan! Katakan apa yang barusan ibu katakan kenapa diam saja!" teriak Indira lantang mencengkram pergelangan tangan si ibu dan mengguncangnya kuat.
Bu Sukma menutup mulutnya mengunakan tangannya sendiri melihat sang putri terlihat marah. Pak Harry menghembuskan nafasnya kasar beliau melepaskan cengkraman putrinya dari si ibu, Pak Harry menarik pergelangan tangan Indira menjauhi si ibu yang suda terlihat ketakutan, Indira sempet berontak tapi pak Harry menariknya kuat beliau sudah tidak mau lagi mendengar hinaan para ibu-ibu terhadap Indira.
"Kenapa kalian diam hah! Ayo katakan lagi biar kalian puas!" seru Indira melihat semua orang.
"Indira, hentikan ayo kita masuk." ucap pak Harry menekankan ucapannya.
"Tidak." sahut Indira tidak menghiraukan ucapan bapaknya.
"Indira, bapak bilang ayo kita masuk!" pak Harry terlihat mengeraskan rahangnya.
"Tidak. Saya tidak mau. Saya mau memberi pelajaran sama mereka yang sudah mengatakan yang tidak-tidak tentang saya." Indira sama sekali tidak melepaskan tatapanya sama ibu-ibu.
"Indira...."
Plak!
"Bapak! Apa yang bapak lakukan!" Bu Sukma menggelengkan kepalanya.
Ibu-ibu yang melihat pak Harry, menampar putrinya langsung membubarkan diri. Mereka takut melihat kemarahan pak Harry. Takut-takut kalau terkena imbasnya saat melihat urat-urat leher pak Harry yang menonjol membuat nyalinya meciut.
Indira memegangi pipinya yang sehabis mendapat tamparan dari bapaknya sendiri. Selama bertahun-tahun baru kali ini bapaknya melayangkan tangannya. Indira melihat bapaknya lagi melihat tangannya sendiri tanpa berkata apapun Indira masuk kedalam meninggalkan kedua orang tuanya.
"Apa? Apa yang bapak lakukan sama putri kita? Dia baru saja mengalami kejadian buruk, tapi kenapa bapak malah menyakiti hatinya." ujar bu Sukma menggeleng tidak percaya.
"Bu.." ucap pak Harry terhenti saat istrinya masuk kedalam meninggalkannya.
***
Akh!!!
Akh!!!
Di dalam kamarnya Indira membuang semua barang yang ada di kamarnya dia terduduk di lantai menangis sesegukan, Indira begitu kecewa dengan sikap bapaknya barusan padahal saat ini dirinya butuh dukungan dari orang terdekatnya tapi kenapa orang tuanya malah membuatnya semakin merasa tidak berarti di matanya.
"Ini semua gara-gara laki-laki biadab itu! Hidupku berantakan, semuanya hancur!" Indira berteriak histeris.
******
Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments