Asyna mendorong troli yang berisi makanan. Satu persatu makanan telah ia berikan kepada pasien yang berada di ruangan mawar. Tidak jarang Asyna akan menjadi saksi mata pasien yang meninggal. Sudah tidak dapat dihitung berapa banyak pasien yang ia temukan telah tiada. Awal bekerja Ayna belum terbiasa, tapi semakin lama melihat hal seperti itu bukanlah hal aneh baginya. Asyna juga kerap kali mendengar dan melihat rintihan sakit beberapa pasien yang menjalani kemoterapi . Sungguh hatinya merasa sangat kasihan setiap mendengar jeritan sakit mereka.
“Asy nanti jalan yuk!” Ajak Misha rekan kerjanya
“Kemana mis?” Asyna sebenarnya ingin menghabiskan banyak waktu diluar untuk menghindari Raihan.
“Mau belanja sama nyari jajanan. Mau ya nanti aku boncengin.” Misha merengek imut
“Hemm, iya deh gak sekalian aku dibayarin gitu mis?”
“Ih maunya aja gretongan!”
“Ya kan lumayan kalau ada yang mau nraktir.” Asyna terkekeh pelan
“Hiss gak ada. Udah yok ambil piring kotor!”
Misha berjalan meninggalkan Asyna di belakangnya.
Dengan gesit Asyna mengambil piring-piring kotor dan membawanya menuju dapur. Dia juga harus segera mencucinya agar bisa pulang. Asyna menyelesaikan pekerjaannya tepat saat jam pergantian shift kurang lima belas menit. Asyna bergegas mengambil tas nya diloker.
“Asy ayook!” Misha yang tidak sabaran sudah menarik tangan Asyna menuju parkiran motor.
“Eh ya, kemarin kamu kok kesrempet gitu si mikirin apa Asy? Yusuf?” Tanya Misha, tangannya sibuk memakai helm.
“Ishh ngapain mikirin Yusuf.” Asyna membuka ponselnya. Dia akan mengabari Tante Maya kalau dia pulang telat.
“Ya kamu gimana sih. Kalau aku jadi kamu udah aku lamar si Yusuf nya. Udah ganteng, baik, lucu banget lagi.Uuuh jiwa jombloku meronta-ronta!” Misha membayangkan wajah manis Yusuf yang menawan.
“Hahaha, kamu mau lamar? Yuk aku temenin, kali aja Yusuf jadi suka kamu mis.” Asyna tertawa
“Kamu gimana sih ! kangen sama Yusuf, kapan dia jemput kamu lagi Asy!” Misha menyerahkan helm satunya kepada Asyna.
“Nggak tau. Dia kan sibuk masak jemput aku segala. Ngrepotin aja!” Asyna memakai helm perlahan.
“Eh tapi kita ajak Yusuf sekalian yuk. Udah kangen aku beneran!” Misha meminta dengan wajah memelas.
“Ihh dia lagi sibuk kuliah. Udah ah ayo berangkat katanya mau shopping!” Asyna menaiki motor Misha dibagian boncengan.
'‘Lu mah gak asik Asy. Ada cowok gans dianggurin, udah tau suka sama kamu!”
Asyna terdiam hanya mampu menggelengkan kepala tanda tak setuju. Semua orang sudah mengatakannya. Mereka bilang Yusuf inilah, itulah dan semuanya menyatakan jika Asyna telah menyia-nyiakan seorang Yusuf. Oh, ayolah Asyna mana mungkin disukai oleh pria seperti Yusuf. Asyna sangat tidak pantas untuk Yusuf yang sangat sempurna dimatanya. Yah terkecuali sifat ajaibnya yang membuat Yusuf tidak sempurna lagi dimatanya. Jika pun benar Yusuf menaruh hati padanya, dia pasti akan meminta Yusuf untuk berhenti menyukainya. Asyna tidak ingin menyakiti Yusuf. Beberapa bulan terakhir Yusuf memang terlihat berbeda, meskipun sibuk Yusuf seringkali menemuinya dan berbincang dengannya. Entahlah, semua perilaku Yusuf menunjukkan segalanya tapi Asyna tak berani untuk mempercayainya.
Motor Misha melaju bergabung dengan keramain di jalan raya. Mereka menghabiskan waktu bersama seperti seorang saudara yang telah lama tak berjumpa. Misha berulang kali membelokkan motornya menuju tempat yang sebelumnya tak direncakan untuk dikunjungi. Berjam-jam mereka menikmati kebersamaan hingga tak terasa langit telah mendung menandakan akan segera turun hujan.
“Mis pulang yuk udah mau hujan” Asyna memegang jaket Misha yang berkibar terkena angin.
“Iya Asy, gak sadar udah jam 5 juga.” Misha mengemudikan motornya lambat.
“Aku turun di halte aja Mis!” Perintah Asyna agar tak mendengar bantahan dari sang sahabat.
“Kok gitu? Aku anterin aja udah sore soalnya, trus ujan lagi!”
“Gak usah mis. Udah nurut aja kenapa si!”
“Iya iya bos!”
Misha sebenarnya kasihan tapi Asyna pasti tidak akan membiarkannya mengantar karena rumah mereka yang jaraknya jauh itu.
Misha menghentikan motornya dihalte Brt. Sudah banyak yang menunggu bis Trans disana. Asyna menyerahkan helmnya yang langsung diterima oleh Misha.
“Kamu hati-hati pulangnya Mis!” Asyna melambai sementara dia sudah berdiri di halte.
“Iya Asy. Assalamualaikum!”
“Waalaikumsalam.” Asyna tersenyum ceria
Ponselnya tiba-tiba bordering. Asyna merogoh tasnya, saat menemukan benda persegi itu ia lantas mengambilnya.
“Assalamualaikum Asy.” Suara Yusuf terdengar serak
“Waalaikumsalam suf.” Asyna memandang langit di atasnya yang semakin menggelap sementara air hujan mulai membasahi aspal di depannya.
“Kamu dimana ini udah sore!” Yusuf bertanya khawatir
“Aku lagi di halte suf.”
“Halte mana?” Yusuf mendesak Asyna
“Halte depan kampus 2 UIN.” Asyna tahu sebentar lagi Yusuf akan mengatakan apa.
“Ya udah tunggu disana! Jangan kemana-mana sampai aku datang. “
Tut-tut-tut. Yusuf sudah mematikan teleponnya bahkan sebelum mengucapkan salam. Dasar Yusf ckckck. Perlahan kerumunan orang menghilang seiring dengan bis yang beberapa kali telah lewat. Asyna terduduk nyaman dikursi tunggu halte. Tangannya dengan lincah menggeser layar ponsel. Melihat beberapa status dikontak wa nya. Saat bosan ia akan beralih menjelajahi media sosialnya. Tidak banyak yang dia unggah, Asyna memang lebih suka menutup diri dari dunia media social. Bermenit-menit lelah menunggu akhirnya mobil putih yang sudah dia hafal pemiliknya tiba. Asyna baru akan turun saat Yusuf sudah berlari keluar membawa payung untuknya.
“Ini payungnya. Jangan sampai kehujanan!” Yusuf berbalik setelah menyerahkan payung itu kepada Asyna.
“Makasi suf.” Asyna mengikuti langkah yusuf dan segera membuka pintu mobil bagian belakang.
Yusuf melajukan mobilnya membelah jalanan. Matanya melirik kearah kursi belakang yang diduduki oleh Asyna. Asyna masih sibuk dengan ponselnya.
“Lain kali jangan pulang kesorean Asy, kamu kan gak bawa motor!” Yusuf membuka pembicaraan
“Hehehe, iya nih. Kesenengan sampai lupa waktu Suf.” Asyna terkekeh pelan merasa bersalah
“Hufft, dasar ciwi-ciwi. Btw motor kamu sekarang udah bener.”
“Emm, oke nanti aku ketempatnya Agus ambil motor.”
“Udah aku ambilin motornya!” Yusuf menjawab cepat
“Ishh dasar kebiasaan!” Asyna mencibir pelan
“Dih bilang makasi dong, apaan tuh!”
“Eh aku kan gak minta ambilin!” Asyna bersikukuh
“Hehehe iya sengaja inisiatif aku kok, biar kamu terpesona aja sama kebaikanku.” Yusuf berkata tak lupa dengan tawa yang menghiasinya.
“Gak mempan buatku dedek.” Asyna menjulurkan lidah mengejek Yusuf
“Eh,Asy aku mau bilang sesuatu.” Yusuf berkata hati-hati
“Kenapa Suf?”
“Besok aku berangkat keluar kota ada penelitian. Gak bisa pulang ke Semarang.” Ucap Yusuf sedih
“Loh bagus kan. Kamu belajar yang pinter ya disana.” Asyna berkata riang namun berbeda dengan hatinya yang tiba-tiba merasa sedih.
“Aku takut kalau kamu kenapa-napa.” Yusuf berkata jujur
“Aku gak papa kok suf. Masih ada tante Maya sama Rima.” Asyna berdusta
“Asy jangan pura-pura lagi. Aku gak suka kamu bersikap kayak gini di depanku!” Yusuf berkata tak terima.
“Lantas aku harus bagaimana? Melarang kamu pergi? Memang aku siapa suf? Bahkan aku tidak memiliki hubungan darah apapun dengan keluarga besar Rima termasuk kamu!” Asyna meremas tangannya.
“Bukan begitu maksudku. Aku sungguh khawatir Asy, aku tidak bisa menjagamu lagi.” Yusuf memandang Asyna melalui spion dimobilnya.
“Tenanglah, doakan aku baik-baik saja. Inshaallah aku akan tetap baik-baik saja saat kamu gak disisiku suf!” Asyna mengatakan kalimat itu dengan tulus, dia berharap Yusuf tidak akan terlalu memikirkan hidupnya.
“Baiklah, tapi berjanjilah padaku kau akan baik-baik saja.”
“Tentu saja, memangnya aku akan menggantungkan leherku pada tali untuk bunuh diri? Hahaha kau lucu sekali suf!” Asyna tidak akan berbuat hal demikian sesedih-sedihnya dia akan tetap memegang teguh ajaran agama.
“Syukurlah, aku pasti akan segera kembali setelah penelitianku selesai.” Ucap Yusuf bersungguh-sungguh.
“Huum”
Asyna meremas-remas rok kainnya. Tiba-tiba hatinya tercubit sakit. Yusuf akan pergi, itu artinya tidak ada lagi yang menghiburnya seperti yang Yusuf lakukan selama ini. Asyna pasti akan sangat merindukannya.
“Kita cari masjid dulu Asy! Waktu adzan magrib kurang beberapa menit lagi!” Yusuf memberhentikan mobilnya disalah satu masjid yang terletak di pinggir jalan raya.
Seusai menunaikan Sholat Magrib, Yusuf dan Asyna kembali melanjutkan perjalanannya menuju rumah. Asyna tidak mampu menutupi wajah murungnya saat tahu Yusuf sebentar lagi akan pergi. Yusuf sudah seperti keluarga baginya. Yusuf selalu membantunya, Asyna merasa seolah memiliki kakak laki-laki. Padahal nyatanya Yusuf lebih muda 3 tahun darinya.
“Em kamu penelitian ke kota mana suf?”
“Kenapa Asy? Pengen ikut?” Yusuf tertawa
“Ihh ditanya malah balik nanya!”
“Hehehe, deket kok cuma ke Bandung. Sebenernya kalau mau balik si bisa tapi daripada boros mending aku disana dulu, Cuma dua bulan habis itu kelar kok!”
“Dua bulan? Lama banget suf.”
“Iya hehe makanya kan aku tadi khawatir sama kamu Asy. Apa jadinya Asyna tanpa Yususf? Hahahha” Yusuf tertawa meledek Asyna
“Ih kamu nih apaan sih! Nyebelin banget.”
Asyna yang badmood langsung mengambil gawai dari tasnya. Mengabaikan Yusuf yang berceloteh tanpa tanggapan apapun darinya. Menjelang Isya mereka sampai di rumah. Yusuf memberhentikan Asyna dirumah tante Maya sementara rumah Yusuf hanya berjarak dua rumah dari rumah tante Maya.
“Aku langsung pulang aja Asy. Oh ya besok pagi aku udah berangkat ke Bandung. Kayaknya ini kali terakhir bisa ngelihat kamu sebelum ke Bandung.”
“Aduh, iya besok kalau udah pulang kesini bisa ketemu lagi. Gak usah mellow gitu dedek!” Asyna membuka pintu mobil Yusuf
“Hemm, yaudah masuk gih. Aku juga udah pamitan sama tante Maya jadi ini mau langsung pulang aja.” Yusuf kembali akan menjalankan mobilnya
“Iya suf, makasiih ya. Semoga lancar perjalanan ke Bandung nya.” Asyna melambaikan tangannya pada yusuf yang akan segera menjalankan mobil
“Iya Asy, Assalamualaikum.” Yusuf tersenyum singkat lantas mengemudikan mobilnya perlahan.
“Waalaikumsalam.”
Asyna memasuki rumah saat Yusuf telah pergi. Mobil Raihan masih ada di garasi, itu artinya Raihan dan Rima di rumah. Asyna mengucap salam, tidak ada orang di ruang tamu. Mungkin mereka sedang berada di ruang makan kebetulan televisi juga diletakkan disana. Asyna menaiki tangga perlahan, dia ingin segera mandi, badannya sudah sangat lengket oleh keringat.
“Asyna udah pulang?” Rima bertanya saat melihat Asyna di tangga
“Iya Rim. Gerah banget gegara hujan tadi.”
“Huum, mandi air hangat yah.”
“Hehe iya Rim.” Asyna tersenyum kecil.
Rima kembali menuruni tangga hendak menghampiri sang mama dan suaminya yang kebetulan berada di ruang makan. Sementara Asyna segera memasuki kamarnya dan mandi air hangat seperti yang dianjurkan oleh Rima. Seusai mandi Asyna mengambil air wudhu saat suara adzan isya terdengar. Dengan khusuk Asyna menjalankan ibadah sholat lima waktunya. Meskipun ilmu agamanya sangatlah sedikit, tapi Asyna sangat bersyukur Tante Maya selalu mengajarinya banyak hal. Mulai dari mengaji, sholat, pelajaran fiqh, ulumul qur’an, ulumul hadist dan lainnya. Biasanya Maya akan mengajari saat Asyna libur bekerja.
Asyna mengakhiri sholatnya dengan berdoa kepada Tuhan. Doa baik ia mintakan untuk orang-orang di sekitarnya. Tidak ada lagi nama Raihan yang biasa ia minta dalam doanya. Asyna sadar tidak seharusnya ia terlalu mencintai manusia. Tuhan pasti sangatlah cemburu padanya.
Asyna melipat sajadah dan melepaskan mukena yang ia pakai. Rambutnya tergerai indah saat mukena itu terlepas dari rambutnya. Asyna mengambil ciput dan kemudian memakai kerudung instannya. Kerudung instan sangat nyaman untuk dipakai, karena itulah Asyna sama sekali tidak merasa gerah saat memakai kerudung itu. Kakinya melangkah menuruni tangga menuju ruang makan. Suara tawa tante Maya terdengar keras. Tante Maya memang orang yang mudah tertawa.
“Asy, sini makan dulu nak!” Tante Maya menepuk kursi di sampingnya saat melihat kemunculan Asyna.
“Iya tante.” Asyna mendekati Tante Maya.
Rima tersenyum aneh dan terus-menerus memandang Asyna. Asyna yang keheranan akan sikap Rima hanya terdiam. Asyna tidak asing dengan situasi seperti ini. Biasanya kalau Rima sudah mengeluarkan ekspresi seperti itu, maka itu tandanya hal buruk bagi Asyna. Sementara Tante Maya dan Raihan hanya tersenyum tipis tanpa ingin membantunya keluar dari sergapan Rima.
“Eh, em kamu kenapa Rim?” Asyna mengambil pring di depannya dan segera mengambil nasi beserta sambal goreng ati favoritnya.
“Hemm, asy kamu gak sedih? Yusuf besok udah pergi ke Bandung loh?” Rima bertanya penasaran sambil memakan es krim di depannya dengan penuh kebahagiaan.
“Kenapa sedih? Aku akan mendukung apapun yang Yusuf lakukan kalau itu bisa mempercepat studynya.” Asyna menyuapkan sesendok makan nasi beserta sambal goreng ati ke dalam mulutnya setelah kalimat itu ia ucapkan.
Rima menggelengkan kepalanya “ Sudah tidak ada harapan, ckckck.”
Asyna sibuk dengan makanannya sehingga tidak menimpali tanggapan Rima. Semua orang menikmati makanan dengan hikmat. Seolah tidak ada kesedihan yang tampak dalam ruang makan tersebut. Yang ada hanya suara televisi yang menampilkan sinetron pembuat geram hati wanita karena adanya pelakor. Entahlah, sampai kapan sinetron seperti ini bertahan. Tapi memang banyak masyarakat yang menyukai konflik tentang orang ke tiga. Di beberapa berita tentang kejahatan bahkan pelaku mengaku terinspirasi dari sinetron. Bukankah sangat mengerikan? Tentunya Asyna tidak akan meniru perbuatan seperti di sinetron untuk mendapatkan suami orang yang nyatanya dia sukai.
TBC.....
🍂🍂🍂🍂🍂
😁 jangan lupa voment . sankyu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
السلام عليكم
komentar az 🤭🤭
2021-03-15
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
semangat kak💪
asisten dadakan hadir lagi
mampir juga yuk😉
2021-02-04
0
pinnacullata pinna
yah kadang film kan berasal dr kejadian nyata ya
btw aku mampir dan memberikan like dukung juga novelku cinta adalah sebuah perjalanan yang indah 🙏☺️
2021-01-09
0