“Mas Rai kok gak bangunin Rima tadi?” Rima memprotes Raihan yang tidak membangunkannya
“Mas gak tega, kamu pasti kecapekan. Sekarang aja masih keliatan lemes tuh!” Ucap Raihan ringan sambil melipat sajadahnya.
“Lain kali harus bangunin Rima ya?” Rima melipat mukenanya setelah selesai sholat subuh berjamaah dengan Raihan.
“Iya bu ustazdahku!” Ucap Raihan sambil terkikik
“Ih apaan sih mas! Udah ah Rima mau turun kebawah!” Rima berjalan menuju lemari dan mengambil kerudung instannya.
“iya, mas mau ngecek email dulu. Nanti mas nyusul pas makan!” Raihan tersenyum hangat.
Rima tak berkata apa-apa lagi, kakinya melangkah keluar. Menuruni tangga dengan hati-hati, Rima mengetuk pintu kamar Asyna saat melewatinya. Tidak ada sahutan berarti Asyna sudah terbangun. Rima melanjutkan langkahnya menuju kedapur. Disana sang Mama sudah sibuk dengan berbagai sayur yang akan dimasak.
“Pagi mah!” Rima berucap manja pada sang mama yang kini sedang menumis bumbu.
“Pagi sayang. Raihan mana?”
“Masih ngecek kerjaan ma! Oh ya,mama liat Asyna gak?” Rima bertanya khawatir karena didapur pun tak menemukan keberadaan wanita itu
“Oh tadi pagi pamit sama mama, katanya mau lari pagi!” Dengan gesit Mama Rima memasukkan sayuran yang telah dicuci
“Tumben, diajak Yusuf ya ma?” Rima berucap blak-blakan. Sepupunya satu itu memang sangat cinta sama Asyna. Ketahuan dari gerak-geriknya selama ini. Cuma memang anaknya saja yang cemen, gak berani ngajak Asyna nikah.
“Iya tadi sama Rika dan Nanik juga!”
“Yusuf itu kenapa gak kita jodohin sama Asyna ma? Rima takut kalau terjadi hal-hal tidak diinginkan.” Rima berucap jujur.Tangannya mengambil bumbu-bumbu penyedap rasa.
“Kenapa kok gitu?” Sang mama bertanya penasaran
“Yusuf itu sudah suka sama Asyna sejak SMP ma. Rima tahu karena melihat banyak foto Asyna dikamar Yusuf. Saat itu Rima marah ma. Rima membuang semua foto yang diambil yusuf diam-diam itu.” Rima menceritakan masa lalu saat dia duduk dikelas tiga SMA.
“Ya mau gimana lagi. Mama gak bisa memaksa Yusuf untuk dijodohkan. Lagipula Rima tahu sendirikan Asyna hanya menganggap Yusuf sebagai adiknya .Mama gak mau menyakiti mereka, biarkan semua mengalir apa adanya. Rima tenang saja mama gak akan membiarkan Yusuf macam-macam sama Aysna!” Mama Asyna mematikan kompor saat dirasa sayur asam yang dimasak telah matang.
“Iya Rima tahu ma. Semoga Asyna juga segera menemukan kebahagiaannya. Rima tidak tenang jika Asyna belum bahagia” Rima berucap lirih.
“Husst, sudah jangan mewek dong. Rima gak boleh gitu, sekarang kita harus banyak berdoa untuk kebahagiaan Asyna.”
“Iya ma.” Rima tersenyum, dia tidak boleh bersedih. Dia tidak akan lupa untuk menyebutkan Asyna disetiap doanya.
Asyna berdiri mematung dibalik tembok yang membatasi mereka. Niat awal ingin mengambil minuman terhenti saat mendengar namanya disebut oleh Rima dan tante Maya. Asyna mendengar semuanya. Asyna meremas dadanya, dia merasa begitu berdosa. Kenapa Rima sebaik ini padanya. Ya, Rima selalu baik padanya. Tidak pernah sekalipun Rima menyakitinya dengan sengaja. Rima, perempuan yang kebaikannya tidak mampu ia balas bahkan dengan nyawanya. Tapi dengan beraninya dia menyakiti Rima secara tidak langsung. Asyna mengusap matanya yang pedas.
“Asy!”
Laki-laki itu berdiri disana. Menatap Asyna yang berungkali mengusap matanya. Asyna terdiam tak beranjak dari posisinya. Dia bingung harus mengatakan apa.
“eh, pagi Rai.” Asyna tersenyum kecil sementara matanya tak mampu memandang Raihan. “Kamu nyariin Rima? Dia didapur sama tante Maya.” Asyna segera berlalu melewati Raihan setelah mengatakan kalimatnya. Asyna bahkan tak perlu bersusah-susah menantikan pertanyaan Raihan.
Raihan menatap kepergian Asyna. Dia melihat semuanya dan juga mendengarnya. Raihan bahagia juga sedih disaat bersamaan. Kenapa semua menjadi serumit ini. Raihan berjanji tidak akan membiarkan Rima mengetahui apapun tentang perasaan Asyna. Raihan tidak ingin perempuan yang dicintainya itu terluka, karena sesungguhnya pernikahan merekalah yang telah menyakiti Asyna. Raihan tidak dapat menjamin apa yang akan Rima lakukan jika mengetahui semua ini. Rima itu orang yang sanggup menggadaikan kebahagiannya demi orang lain. Raihan takut Rima akan melakukannya demi kebahagiaan Asyna.
“Loh, mas Rai kok berdiri disitu? Sejak kapan?” Rima yang membawa piring berisi tempe goreng melewati Raihan dan meletakkan piring itu kemeja makan.
“em, baru aja kok.” Raihan tersenyum manis menyamarkan kebohongannya.
“hehe, mas duduk dulu aja. Bentar lagi makanan siap kok.” Rima berlalu kembali kedapur mengambil sayur asem dan juga ikan gurame goreng.
Raihan terduduk nyaman menanti anggota keluarga yang lain untuk makan pagi.
“Mas Rai lihat Asyna? Kok dari tadi subuh belum balik joggingnya?” Rima memandang jauh keluar.
“Em mas cari dulu ya. Kamu disini saja!” Raihan langsung pergi tanpa menunggu protesan Rima.
“heh kebiasaan ninggalin gitu aja. Sabar Rim kayak gak tahu kelakuan suami kamu aja.” Rima berbicara menceramahi diri sendiri.
“Udah siap semua Rim?” Maya menengok keadaan ruang makan.
“Udah ma. Rima lagi nungguin mama, Mas Rai, sama Asyna aja.” Tidak akan ada yang bertanya mengenai ayah Rima karena ayahnya telah meninggal sejak dia duduk dikelas satu SMA.
“Hemm, kita nunggu mereka sambil santai-santai dulu. Lagian masih jam enam pagi. Eh, Rim tapi Raihan biasa sarapan gak?”
“Biasa kok mah. Mama Intan pernah cerita ke Rima kalau mas Raihan gak bisa kalau gak sarapan pagi.” Jelas Rima
Maya hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Rima. Maya hanya takut memaksa Raihan dengan kebiasaan keluarganya yang selalu makan pagi.
***
Raihan tidak perlu susah payah mencari keberadaan perempuan itu. Nyatanya Asyna sedang duduk nyaman diteras rumah sambil memandang hujan gerimis yang menyapa.
“Ehm.”
Raihan berdeham menghilangkan kecanggungannya. Terasa aneh saja berbicara dengan wanita yang tidak terduga ternyata menyukainya.
Asyna menengokkan wajahnya memandang Raihan yang berdiri kikuk dipintu masuk rumah.
“Makan yuk, udah ditungguin mama sama Rima.” Ajak Raihan dengan nada terdengar aneh.
Tidak biasanya Raihan berbicara dengan nada aneh seperti itu. Asyna berpikir, jika diperhatikan hari ini Raihan sangat kaku dan kikuk.
“Iya.”
Asyna malas memikirkan lagi, perutnya sudah lapar. Asyna berjalan meninggalkan Raihan yang mengikuti di belakangnya. Tante Maya dan Rima sudah duduk nyaman dikursinya. Asyna tersenyum menarik kursi dan duduk di samping tante Maya.
“Asy, aku cariin kamu dari subuh.” Rima membuka suaranya
“Aku tadi jogging sama Yusuf Rim. Sehabis sholat subuh langsung berangkat jadi gak bilang kamu.” Asyna menjelaskan
“Uhh, sebel sama Yusuf. Lain kali kita jogging ya Mas.”
Yang dikatakan Rima adalah pernyataan jadi sudah jelas Raihan tidak boleh menolaknya.
Raihan menganggukkan kepalanya patuh. Permintaan sederhana seperti itu sudah pasti akan dikabulkannya. Ke empat manusia yang berada di ruang makan itu menyantap makanan dengan penuh hikmat.
Asyna berulangkali menahan rasa sesak didada setiap kali melihat kemesraan yang Rima dan Raihan tampilkan. Nasi yang dikunyahnya terasa semakin hambar. Matanya tak lagi sanggup melihat kemesraan itu. Asyna memandang piringnya dengan penuh konsentrasi. Tetap saja suara-suara tawa indah yang mengalun itu menganggu sebagian hatinya. Asyna menelan nasinya dalam kepahitan. Apakah setiap hari rasanya akan seperti ini? Asyna bertanya dalam hatinya. Sampai kapan ia sanggup bertahan? Mulai detik ini, ruang makan akan menjadi tempat mengerikan baginya.
“Biar aku aja tan yang bersihin. Tadi kan Asyna gak sempat bantuin masak.” Tawar Asyna yang langsung mengambil piring-piring kotor. Raihan dan Rima sudah meninggalkan ruang makan.
“Makasi ya sayang. Hari ini kamu berangkat jam berapa?” Maya bertanya penasaran
“Iya tan sma-sama. Asyna berangkat jam 8.”
“Motornya gimana belum dibenerin kan?” Maya teringat motor Asyna yang kemarin kesrempet mobil. Syukurlah hanya motornya yang rusak dan Asyna hanya luka ringan.
“Nanti Asyna naik ojol aja hehe.”
“Mending Raihan aja yang antar ya? Kebetulan hari ini dia libur.” Maya menawarkan.
“A-ah gak usah tan. Asyna beneran mau naik ojol.” Asyna terkejut saat tante Maya menawarkan rencana itu. Rencana terburuk bagi Asyna.
“Ya sudah tante juga gak maksa.”
Tiba-tiba Yusuf datang, tanpa canggung sedikit pun ia duduk di samping Maya. Maya yang melihat Yusuf nyengir tidak jelas langsung mencolek hidungnya.
“Ih apaan sih budhe.” Yusuf berkata tak suka karena mengelus hidung mancungnya.
“Kamu ngapain kesini pagi-pagi. Salam dulu kalau datang malah nyengir kayak kuda!” Maya menggelengkan kepalanya
'‘Eh, iya . Assalamu’alaikum budhe yang cantik dan Asyna yang mempesona.” Yusuf tersenyum malu saat terang-terangan menggoda Asyna di depan Maya.
“Wa’alaikumsalam dedek.”
Asyna tanpa basi-basi langsung menyaut tanpa merasa risi. Tangannya membawa nampan berisi piring dengan hati-hati berlalu menuju kedapur untuk mencuci semua piring kotor itu. Asyna masih bisa mendengar celotehan Maya yang sedang mengomeli kelakuan Yusuf yang dari dulu tidak berubah. Suka sekali menggoda Asyna yang notabenya lebih tua dan harus dihormati dengan memanggilnya mbak atau kak.
Yusuf itu sejak pertama kali bertemu tidak pernah memanggilnya mba. Omelan dari siapapun tidak akan meluluhkan kelakuan yang satu itu. Asyna merasa baik-baik saja saat Yusuf memanggil namanya. Bukannya tidak sopan, yusuf selama ini sangat menghargai dan menghormatinya. Tentu saja dengan kelakuan absurd yang selalu tak lepas darinya. Asyna tertawa setiap memikirkan Yusuf. Dia itu lucu sekali. Pokoknya Yusuf sangat cocok menjadi pelawak. Asyna terkikik geli memikirkannya. Tak terasa piring yang dicucinya telah selesai. Asyna berlalu dari dapur hendak membersihkan diri setelah itu ia akan berangkat bekerja.
“Asy.”
Panggilan Yusuf menghentikan langkah Asyna yang hendak menuju ke kamarnya.
“Ya?” Asyna bertanya
“eh, gapapa gak jadi.” Yusuf yang salah tingkah langsung menggaruk belakang kepalanya.
Keberadaan Maya sungguh berpengaruh terhadap kepercayaan diri Yusuf.
“Kenapa sih suf. Ngomong sing jelas!” Tutur Maya dengan campuran bahasa jawanya.
“Kamu suf suka gak jelas. Udah ah aku mau siap-siap berangkat kerja.”
Asyna tidak memperdulikan lagi ocehan maupun kalimat putus asa yang Yusuf lontarkan. Dia harus segera bersiap jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.
Sudah lebih dari satu tahun Asyna bekerja di rumah sakit sebagai pengantar makanan. Pekerjaan yang tidak sulit memang, hanya mengantarkan makanan untuk pasien-pasien. Asyna beruntng bekerja di rumah sakit, karena meskipun hanya sebagai pengantar makanan gajinya cukup besar sesuai dengan UMR di Kota Semarang. Jam kerjanya pun hanya 8 jam dengan dua shift yaitu pagi dan siang. Hari ini atasan memintanya untuk berangkat lebih siang. Biasanya jam lima pagi pasti Asyna sudah berangkat.
Dirinya memang sepertinya tidak mampu menjauh dari keberadaan Raihan. Di rumah dia bertemu Raihan karena tinggal dalam rumah yang sama.Sementara di Rumah Sakit dia juga pasti akan bertemu Raihan karena bekerja ditempat yang sama. Dunia memang sangat sempit. Jika dulu dia pasti akan senang bertemu dengan Raihan tapi, tidak untuk saat ini.
🍂🍂🍂🍂🍂
😁 jangan lupa voment and rate ya. makasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
likeku singgah lagi kak
2021-01-29
0
pinnacullata pinna
aku mampir dan memberikan like thor
dukung juga novelku cinta adalah sebuah perjalanan yang indah 🙏☺️
2021-01-09
0
DeputiG_Rahma
feelnya dapet banget🤧🤧 sakit sedih yg terpendam🙈
2020-11-17
0