5. Hadiah Motor

“Arga!” panggil Meri saat baru saja menutup pintu kamar Mona. Arga yang sudah setengah badan masuk ke dalam kamar pun mundur lagi.

“Ada apa, Nek?” tanya Arga.

Meri berdecak lalu menjitak jidat Arga dengan cukup keras. “Kau ini!”

“Ish! Nenek kenapa menjitakku!” Arga menggerutu lalu menyingkir mundur hingga punggungnya menabrak kusen pintu.

“Nenek mau berbicara denganmu, kenapa kau malah masuk kamar?”

“Nanti saja, aku mau tidur dulu,” tolak Arga dan dengan tidak sopan, langsung masuk menutup pintu dengan cepat.

Meri mendengus kesal. “Dasar bocah kurang ajar!!” Meri mengeraskan gigi dengan di ikuti desisan gemas.

Sudah merasa tak mungkin bisa berbicara dengan Arga saat ini, Meri langsung beranjak menuruni anak tangga. Dari pada mengurusi Arga, lebih baik duduk manis di bawah sana sambil menunggu Mona yang sedang mandi.

Meri sudah tak sabar ingin segera menunjukkan sebuah hadiah untuk Mona. Melihat bagaimana terkejut dan senangnya hati Mona lah yang Meri tunggu-tunggu saat ini. Pasalnya, Mona selalu jingkrak-jingkrak kegirangan jika mendapatkan sebuah hadiah, itulah kenapa Meri sangat menanti momen seperti itu.

“Kalian masih di sini?” tanya Meri pada dua pasang suami istri yang tengah duduk berjejeran sambil menonton acara TV. Mereka berdua mengangguk.

“Di mana Mona? Kenapa tidak ikut turun?” tanya Santi.

Meri ikut duduk, lalu meraih tas, membuka resletingnya mencari ponsel di dalam sana. “Dia sedang mandi.”

Santi ternganga dengan mata membulat sempurna. “Jadi dari tadi sejak pulang dari acara kelulusan, Mona belum mandi?”

Meri menggeleng. “Dia ketiduran. Mungkin lelah.” Usai menjawab pertanyaan Santi, Meri langsung duduk dan fokus menatap layar ponselnya.

Hutomo dan Santi saling pandang lalu angkat bahu.

“Ibu, kita masuk kamar dulu,” pamit Santi pada ibunya.

Tanpa beralih dari layar ponselnya, Meri mengangguk. Santi dan Hutomo pun berlalu masuk kamar meninggalkan Meri yang nampak sibuk dengan jemarinya yang sedang mengotak-atik ponselnya.

“Halo!” ucap Meri begitu telpon sudah tersambung.

Di seberang terdengar suara yang sedikit gaduh. Meri bisa mendengar jelas ada suara beling yang pecah. Entah itu gelas atau botol atau apapun itu, Meri tidak tahu, yang jelas suara kegaduhan di sana terdengar nampak mencekam.

“Halo!!” Meri mengeraskan suaranya, namun masih tak ada jawaban.

“Bagaimana bisa?! Kau itu bodoh atau bagaimana?!” suara bentakan keras itu membuat Meri refleks menjauhkan ponsel dari telinganya.

“Tian??” gumam Meri saat mengenal suara itu. “Ada apa ini?” imbuh Meri lagi.

Setelah mengerjapkan mata dan bergidik, Meri mendekatkan ponsel itu lagi di telinga. “Halo, Tian.” Suara Meri lebih pelan. Tapi tetap sama, tak ada jawaban dari seberang sana.

“Kan sudah kuperingatkan berkali-kali, kau boleh membuka tempat hiburan malam, tapi dengan satu syarat, jauhi barang-barang haram itu! Itu saja yang aku minta, dan kau tidak mendengarkannya.” Suara geraman dari Tian begitu memekik telinga.

Di posisinya yang berdiri sambil mengusap dada, Meri mencoba menebak-nebak apa yang sebenarnya sedang terjadi di sana.

“Itu bukan aku, ayah.” Kali ini suara Baron yang terdengar di telinga Meri. “Aku sama sekali tak menyediakan barang-barang itu di klabku. Harusnya ayah percaya denganku!!” ungkap Baron dengan nada tinggi.

“Jika bukan milikmu, lalu kenapa benda haram itu ada di klabmu? Apa tamu yang membawanya? Ck! Itu tidak mungkin. Bukankah para pengikutmu selalu memeriksa mereka sebelum masuk?” Tian masih tersulut emosi.

“Itulah masalahnya. Aku juga tidak tahu!” Baron mengibaskan kedua tangan di udara lalu terduduk dengan tampak frustrasi. “Itu bukan ulahku!”

Masih ingin mendengarkan pembicaraan menegangkan dua orang di seberang sana, Meri di kejutkan dengan suara Mona.

“Nenek...,” panggil Mona. Meri yang sungguh terkejut langsung terkesiap hingga ponsel dalam genggamannya hampir terjatuh. Untungnya dengan sigap Meri mampu menangkapnya.

“Hei sayang....” Meri tersenyum dan dengan grusa-grusu, Meri segera memasukkan ponselnya ke dalam tas lagi.

Mona mendekat, berkedip beberapa kali seolah sedang mengamati wajah neneknya yang terlihat mencurigakan. “Nenek sedang menelpon siapa?” Mona bertanya.

“E—seseorang.” Begitu jawab Meri.

“Kemarilah...,” pinta Meri. Mona pun mendekat dan ikut neneknya duduk.

“Mana hadiahku?” Mona menjulurkan tangan, menengadahkan ke atas meminta sesuatu dari neneknya. Barisan gigi putih Mona terlihat jelas membuat Meri terkekeh.

“Kau ini!” Meri menjitak pelan jidat Mona.

“Aw! Neneeek....” Mona menggerutu. Sementara Meri menunduk, menatap tasnya yang masih terbuka. Satu tangannya masuk menelusup ke dalam mencari sesuatu.

“Taadaaaa!!!!” ucap Meri dengan wajah berbinar. Satu tangannya terangkat dengan satu benda bernama kunci tergantung di antara dua jarinya.

Mona yang memang otaknya lambat, justru terlihat mengerutkan dahi. Mengamati benda mungil yang menggantung itu sambil garuk-garuk kepala. Sementara Meri, ia menaik turunkan alisnya supaya Mona segera meraih kunci itu.

“Itu apa, Nek?” masih dengan nada polosnya, Mona bertanya.

Karena Mona memang tak tahu, Meri membuang napas lalu menjatuhkan tangan yang menggenggam kunci di atas paha. “Kau ini!” Meri menggerutu.

“Apa? Kan aku memang tidak tahu.” Mona menaikkan kedua pundaknya.

Meri pun berdecak, lalu menggeser duduknya hingga menempel pada Mona. “Ini....” Meri meraih telapak tangan Mona, menaruh kunci itu di atasnya. “... kunci motor. Nenek belikan untukmu.”

Perlahan namun pasti, kedua sudut bibir Mona mulai tertarik hingga membentuk sebuah senyuman. Awalnya, Mona menata kunci itu lalu beralih memandangi wajah neneknya yang bagian keriput di wajahnya semakin terlihat jelas.

“Benarkah ini untukku?” Mata Mona membulat sempurna dengan hidung kembang kempis seperti seekor kelinci yang girang mendapatkan makanan.

Meri menepuk pundak Mona. “Tentu saja... tapi ingat! Tidak boleh kau bawa sampai ke pusat perkotaan, cukup pakai di area terdekat saja,” pinta Meri yang langsung di jawab Mona dengan telapak tangan hormat di depan pelipis.

“Terimakasih, Nek. Aku sayang nenek.” Dengan cepat Mona menghambur memeluk neneknya.

***

Terpopuler

Comments

maulana syarofa

maulana syarofa

perusahannya kan banyak, knp hadiahny g mobil?

2022-03-31

0

Adriana Bulan Juk Hat

Adriana Bulan Juk Hat

kapan mona d bwt dewasa thor,sdh lulus sekolah masa iya sifat msh kekanakan,,

2021-10-24

1

Anis Sa'idah

Anis Sa'idah

ini mah bukan lugu tapi idiot otak e gk 💯 ank TK aja tau kalo itu kunci 👎👎👎👎

2021-04-24

1

lihat semua
Episodes
1 1. Kehidupan Baru
2 2. Harus Menikah
3 3. Masih Kekanak-kanakkan
4 4. Hadiah
5 5. Hadiah Motor
6 6. Kasus Baru
7 7. Penasaran
8 8. Apa Kau Siap?
9 9. Mulai Dari Baron
10 10. Dasar!!
11 11. Cantik
12 12. Melamar
13 13. Cincin
14 14. Info Give away!
15 15. Semua Mengajak Bicara
16 16. Sama Bodoh
17 17. Menikah Denganku?
18 18. Bertemu Jade
19 19. Butuh sebuah Solusi
20 20. Siap Dan Mau
21 21. Haus
22 22. Teman Lama
23 23. Cincin Ke 2
24 24. Dekati Keluarganya
25 25. Menabrak
26 26. Siapa Pelakunya
27 27. Pintar
28 28. Diskusi
29 29. Kemungkinan...
30 30. Datang Ke Butik
31 31. Gaun Pernikahan
32 32 Menyukainya
33 33. Adakah Harapan?
34 34. Mengambil Cincin
35 35. Tamparan
36 36. Aku Lapar
37 37. Pernikahan
38 38. Acara Telah Selesai
39 Tertidur Di Kamar Mandi
40 Keributan Pagi
41 Kebodohan Yang Hakiki
42 Bicara Dengan Nenek
43 Pertanyaan Konyol
44 Menghubungi Nenek
45 Setelah Itu
46 Malas Meladeni
47 47. Ayo Bulan Madu
48 48. Persekongkolan
49 49. Biarkan Mereka Belajar
50 50. Dia Tetap Menyebalkan
51 51. Mendekati Penuh Semangat
52 52. Sama-sama Memanfaatkan
53 53. Apa Itu Malam Pertama?
54 53. Jalan-jalan
55 55. Jangan Panggil Aku Kakak
56 56. Kasus Baron
57 57. Malam Yang Indah
58 58. Sakit Untuk Pertama Kali
59 59. Bukti Sudah Terkumpul
60 60. Dia Di Sini
61 61. Cepat Selesaikan Kasusnya
62 62. Sama-sama Tidak Waras
63 63. Memang Tidak Akur
64 64. Sebuah surat
65 65. Kau Selingkuh?
66 66. Masih Sering Adu Mulut
67 67
68 68
69 69. Kembali
70 Tentang Penulis
71 71. Baca Ini Dulu ya!
72 Tiada yang Berubah
73 73. Terus Belajar
74 74. Meneruskan Perusahaan
75 75. Ingin Memakanmu
76 76. Jadilah Wanita Dewasa
77 77. Mulai Pandai Melakukannya
78 78. Pria lain
79 79. Sayang
80 80. Kasih Sayang Keluarga
81 81. Radit Lebih Tampan
82 82. Berada Di Kantor
83 83. Berdandan Untukmu
84 84. Rasa apakah ini?
85 85. Merasa ada yang kurang
86 86. Tetap saja salah
87 87. Rasa cemburu masih menguasai
88 88. Tetap melayani dengan baik
89 89. Harusnya mengerti
90 90. Masih merasa ada yang salah
91 91. Dua-duanya keras kepala
92 92. Kepergok nenek
93 93. Alasan kembali ke rumah lama
94 94. Bertemu Aura Lagi
95 95. Kembali jadi yang dulu
96 96. Dia Yang manja
97 97. Merindukan Mona
98 98. Terlambat Bangun
99 99. Bolehkah panggil 'Kak'
100 Cemburu Lagi
101 101. Rencana Punya Anak
Episodes

Updated 101 Episodes

1
1. Kehidupan Baru
2
2. Harus Menikah
3
3. Masih Kekanak-kanakkan
4
4. Hadiah
5
5. Hadiah Motor
6
6. Kasus Baru
7
7. Penasaran
8
8. Apa Kau Siap?
9
9. Mulai Dari Baron
10
10. Dasar!!
11
11. Cantik
12
12. Melamar
13
13. Cincin
14
14. Info Give away!
15
15. Semua Mengajak Bicara
16
16. Sama Bodoh
17
17. Menikah Denganku?
18
18. Bertemu Jade
19
19. Butuh sebuah Solusi
20
20. Siap Dan Mau
21
21. Haus
22
22. Teman Lama
23
23. Cincin Ke 2
24
24. Dekati Keluarganya
25
25. Menabrak
26
26. Siapa Pelakunya
27
27. Pintar
28
28. Diskusi
29
29. Kemungkinan...
30
30. Datang Ke Butik
31
31. Gaun Pernikahan
32
32 Menyukainya
33
33. Adakah Harapan?
34
34. Mengambil Cincin
35
35. Tamparan
36
36. Aku Lapar
37
37. Pernikahan
38
38. Acara Telah Selesai
39
Tertidur Di Kamar Mandi
40
Keributan Pagi
41
Kebodohan Yang Hakiki
42
Bicara Dengan Nenek
43
Pertanyaan Konyol
44
Menghubungi Nenek
45
Setelah Itu
46
Malas Meladeni
47
47. Ayo Bulan Madu
48
48. Persekongkolan
49
49. Biarkan Mereka Belajar
50
50. Dia Tetap Menyebalkan
51
51. Mendekati Penuh Semangat
52
52. Sama-sama Memanfaatkan
53
53. Apa Itu Malam Pertama?
54
53. Jalan-jalan
55
55. Jangan Panggil Aku Kakak
56
56. Kasus Baron
57
57. Malam Yang Indah
58
58. Sakit Untuk Pertama Kali
59
59. Bukti Sudah Terkumpul
60
60. Dia Di Sini
61
61. Cepat Selesaikan Kasusnya
62
62. Sama-sama Tidak Waras
63
63. Memang Tidak Akur
64
64. Sebuah surat
65
65. Kau Selingkuh?
66
66. Masih Sering Adu Mulut
67
67
68
68
69
69. Kembali
70
Tentang Penulis
71
71. Baca Ini Dulu ya!
72
Tiada yang Berubah
73
73. Terus Belajar
74
74. Meneruskan Perusahaan
75
75. Ingin Memakanmu
76
76. Jadilah Wanita Dewasa
77
77. Mulai Pandai Melakukannya
78
78. Pria lain
79
79. Sayang
80
80. Kasih Sayang Keluarga
81
81. Radit Lebih Tampan
82
82. Berada Di Kantor
83
83. Berdandan Untukmu
84
84. Rasa apakah ini?
85
85. Merasa ada yang kurang
86
86. Tetap saja salah
87
87. Rasa cemburu masih menguasai
88
88. Tetap melayani dengan baik
89
89. Harusnya mengerti
90
90. Masih merasa ada yang salah
91
91. Dua-duanya keras kepala
92
92. Kepergok nenek
93
93. Alasan kembali ke rumah lama
94
94. Bertemu Aura Lagi
95
95. Kembali jadi yang dulu
96
96. Dia Yang manja
97
97. Merindukan Mona
98
98. Terlambat Bangun
99
99. Bolehkah panggil 'Kak'
100
Cemburu Lagi
101
101. Rencana Punya Anak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!