hai semuanya! Aku datang untuk menyapa. Dikarenakan banyak yang bilang pemainnya bodoh, sini aku jelasin. Maaf ya kalau novelku kurang berkenan. Tapi aku ambil karakter "Mona" dari kehidupan pribadiku ya. Aku termasuk wanita yang kurang pintar, dan dulu aku umur 18 tahun tidak tahu menahu yang namanya hubungan setelah menikah. So, percaya atau tidak. Ist okey! Kalian luar biasa karena sudah mengikuti ceritaku sampai sejauh ini. Terimakasih.
Setelah bercengkerama sebentar dengan Mona tadi, Arga beralih masuk ke dalam kamar, begitu juga dengan Mona. Bedanya, jika Arga langsung pergi mandi terlebih dahulu, sedangkan Mona justru langsung membanting tubuhnya di atas kasur dan langsung larut dalam mimpi siang menjelang sore.
Di dalam kamar mandi, Arga terlihat berdiri dengan satu tangan menekan dinding, sementara dari atas, Air dari dalam shower terus mengalir membasahi seluruh tubuhnya.
Sudah tiga tahun Arga menjalin kasih dengan Mona. Tidak ada kata cium maupun sebuah cumbuan sebelum keduanya menikah. Itu yang pernah Arga janjikan untuk Mona. Dan sekarang, tiga tahun itu sungguh sudah berlalu. Apa yang akan Arga lakukan.
Hanya sekitar 10 menitan saja Arga bertapa di dalam kamar mandi. Ia keluar dari dalam sena, tepat sekitar pukul tiga sore. Karena perutnya yang tiba-tiba terasa lapar, setelah berganti pakaian Arga langsung pergi ke lantai satu untuk mencari makanan.
Sebelum sampai di anak tangga, kedua kaki Arga berhenti melangkah di depan pintu kamar Mona. Pintu itu tidak tertutup rapat, mungkin melompong sekitar 10 cm. Satu tangan memegang gagang pintu lalu Arga memiringkan kepala mengintip sosok penghuni kamar.
Sepi. Tak ada suara dari dalam sana. Arga bisa melihat ada gundukan daging berbalut kain yang tak terlihat wajahnya. Itu Mona, dia sedang tertidur dengan posisi tengkurap.
Sesaat Arga hanya mendesah, lalu perlahan mundur sambil menarik gagang pintu hingga pintu tersebut tertutup.
Arga berjalan kembali dan kini sudah menuruni anak tangga. “Apa aku benar-benar mencintai bocah itu?” tanya Arga dalam gumaman di hati.
Bagaimana perubahan pesat pada diri Mona memang sangat cepat. Bukan perubahan dalam sifat maupun wataknya, melainkan bagaimana bentuk dan postur tubuhnya saat ini. Mona yang dulu terlihat tengil dan selalu berpenampilan layaknya seorang bocah, kini sudah tidak lagi, dia sudah berbeda tampilan.
Mulai dari kakinya yang sangat indah, beralih ke atas pada gundukan besar yang entah sejak kapan sudah terlihat kencang dan menggiurkan, lalu di tambah pinggang ramping dan perutnya yang datar, Sungguh membuat Arga selalu menelan ludahnya sendiri.
Jangan lupakan bagian dadanya. Dua gundukan sintal yang dulu sempat Arga lihat karena tak kesengajaan, kini sudah lebih mengkal dari sebelumnya. Di ibaratkan seperti buah apel hijau yang mungil berubah menjadi apel merah yang besar.
Arga pria normal, tentu saja akan tergoda jika selalu berdekatan dengan Mona. Apalagi wajahnya yang dulu imut-imut menggemaskan kini justru terlihat sangat cantik. Dan sekali lagi, sangat menggoda birahi seorang Arga. Tidak salah kan? Mengingat umur Arga yang menjelang 29 tahun bulan depan, tentu saja hasrat kejantanannya semakin bertambah. Apalagi sang calon mempelai wanita sudah berada dekat selalu di sampingnya, memangnya siapa yang tahan?
Tak terasa kaki Arga sudah menapak di lantai satu. Ruang utama yang di tuju adalah dapur. Sesampainya di sana, Arga langsung menghampiri sebuah kulkas yang berdiri tegak di dekat washtafel, lalu membukanya dan segera mencari cemilan pengganjal lapar di sore hari.
“Arga....” Suara ibu mengagetkan Arga. Setelah mendapatkan apa yang di inginkan, Arga langsung menutup pintu kulkas.
Santi sudah suduk di kursi ruang makan. Arga ikut duduk dengan menenteng satu botol jus dan keripik. “Ada apa, Bu?” Arga bertanya.
Santi diam sejenak, pandangannya lurus mengamati jari-jemarinya yang bergerak-gerak. Setelah menghadap ke arah Arga, Santi mulai berkata. “Apa kau sungguh mencintai Mona?”
Arga yang sudah mengangkat botol, dan hendak meneguk isinya, urung dan menarik kembali botol itu turun.
Arga menghela napas. “Tentu saja aku mencintai Mona. Bukankah selama ini aku sudah setia menunggunya sampai dewasa? Itu kan yang ibu inginkan?”
Santi nampak menarik dagu ke dalam, dua alisnya sudah saling menaut. “Kenapa jadi Ibu? Memang Ibu menginginkan apa?” Santi sungguh tidak mengerti.
Arga berdecak lalu menaruh botol di atas meja dengan sedikit keras hingga air di dalamnya sedikit meluber. “Kan ibu yang menyuruhku menunggu Mona sampai lulus sekolah, dan aku sudah melakukan itu.”
“Lalu???” Santi menatap lekat-lekat wajah Arga.
“Lalu... tentu saja aku akan segera menikahinya.”
Seketika itu Santi langsung menelan salivanya. Ini memang hal yang Santi inginkan, tapi melihat bagaimana raut wajah Arga yang nampak sangat serius, membuat Santi sedikit merinding. Entah kenapa, hanya saja Santi sedikit merasa takut dan ragu.
“Apa kau serius??” Santi kembali menatap Arga. “Ini sebuah pernikahan, jadi kau jangan main-main!” Santi berbicara penuh penekanan.
“Astaga!” Arga membuang napas. “Memangnya siapa yang main-main, Ibu? Aku sangat serius.”
Mendengar kata serius, membuat Santi nyengir dan segera menggaruk tengkuknya. Arga yang merasa aneh langsung menjulingkan mata, segera beranjak dengan menenteng botol dan camilannya menuju ke ruang samping.
“Arga, tunggu!” Santi ikut berdiri. “Ibu sedang bicara denganmu, kau malah pergi.”
“Memangnya apa yang mau ibu bicarakan lagi?” Arga duduk di ranjang dengan busa tipis di atasnya yang berada tak jauh dari kolam renang.
“Geser!” Pinta Santi. Setelah Arga bergeser, Santi pun ikut duduk.
“Kita bahas soal kemauanmu yang ingin menikahi Mona.”
“Baiklah....” Arga menjawab dengan enteng sembari mengunyah camilannya.
“Apa kau sungguh serius?”
“Serius apa?”
“Arga!” Spontan Santi menjitak kepala Arga dan menjambret bungkus camilan dari tangan Arga.
“Ish!!” Arga meraih lagu bungkusan itu. “Sakit tahu!!” imbuh Arga lagi dengan nada menggerutu.
“Kau itu sudah hampir kepala tiga, kenapa kau masih sangat bodoh!” Sungguh Santi rasanya ingin sekali menjambak rambut Arga yang sudah mulai gondrong.
Sampai detik ini, Santi masih tak mengerti dengan jalan pikiran Arga yang sangat lambat dan kurang pandai dalam menangkap sebuah pembicaraan. Entah itu hanya sekedar di buat-buat atau tidak, tapi Santi benar-benar geregetan menghadapi Arga.
Pada akhirnya Arga mengela napas panjang. Meletakkan bungkusan cemilan di samping botol minuman di atas meja. Kemudian posisi duduknya memutar menghadap ke arah ibunya dengan dua tangan menangkup satu telapak tangan ibunya.
“Dengar... Aku sangat mencintai Mona. Aku tidak main-main dengannya. Aku cuma masih bingung....” Kalimat Arga terhenti.
“Bingung kenapa?” Santi bertanya.
“Apakah Mona siap menikahi Arga atau tidak.” Suara lembut itu mengejutkan keduanya.
Meri yang ternyata sudah berdiri di belakang mereka sekitar satu menit yang lalu, mendengarkan pembicaraan mereka berdua dan langsung menimbruk ketika Santi tak mengerti dengan ucapan Arga. Paperbag berukuran sedang ia letakkan di atas meja, begitu juga dengan tas selempangnya.
Dan Arga pun membuang napas kasar. Kedua tangannya sudah melepaskan telapak tangan ibunya dan berpindah meraup wajahnya sendiri.
Yang di jawab Meri ternyata benar adanya. Arga hanya takut Mona belum siap. Dan lagi, dia juga baru saja lulus dari SMA. Parahnya lagi, Mona masih jauh tidak mengerti soal pernikahan. Tingkah kekanak-kanakannya belum sepenuhnya menghilang. Arga bisa melihat jelas akan hal itu, itu sebabnya Arga belum berani membicarakan hal serius ini dengan Mona.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Indra Lesmana
bagus
2023-08-08
0
Shautul Islah
ubahlah sifat mona thor
2021-09-05
0
Sari Tulus Pinasti
sejauh pengalaman dan melihat kanan dan kiri kehidupan bertetangga, biasanya jika seorang anak ditinggal meninggal oleh kedua orangtua, entah dia diposisi orang kaya atau miskin dengan sendirinya dia akan tetap berdiri meniti kehidupan yang kejam ini, dia akan trus melangkah kedepan dengan kaki yang tangguh, ga lembek
2021-06-15
1