Di gedung Perusahaan Joanda Group.
Meri yang saat ini dipercaya Tian untuk mengendalikan perusahaan milik Ayah Mona, tengah melakukan pertemuan dengan beberapa staf perusahaan untuk memulai kepengurusan yang baru.
Setelah Agus membekam di penjara dengan selisih satu tahun dari putrinya, yaitu Aura, Perusahaan Joanda Group kembali mulai stabil dan kian berkembang pesat. Atas kendali Meri dan Subastian, semua lancar terkendali.
“Apa kau mau makan siang dulu?” tawar Tian saat pertemuan sudah usai.
Meri menyampirkan tas di lengan kiri sambil menggeleng. “Tidak. Kau kan tahu hari ini kelulusan Mona, aku tidak boleh pulang terlambat,” ujar Meri. Sepertinya Tian memang tak ingat akan hal itu.
“Aku lupa.” Tian terkekeh dengan kedua tangan membereskan berkas-berkas dari sisa pertemuan hari ini.
Meri sudah selesai. “Aku pergi dulu,” pamit Meri.
“Hati-hati... kalau jatuh, kau bangunlah sendiri.” Sontak Meri yang sudah berada di ambang pintu menoleh dengan dua picingan mata yang di kelilingi kulit keriput. Sementara Tian hanya tertawa.
Berpindah dari perusahaan, keluarga Hutomo akhirnya sampai juga di dalam rumah. Kelima orang tersebut langsung berpencar menuju tempat masing-masing. Hutomo langsung masuk ke kamar, karena harus ganti baju dan bergegas pergi lagi untuk menemui rekan kerjanya. Santi, dia memilih pergi ke dapur untuk mengambil minuman, dan Mona membuntutinya di belakang.
“Kau juga mau minum, sayang?” tanya Santi. Mona mengangguk dan langsung meraih satu botol minuman dingin.
Sementara Arga dan Radit, mereka terlihat tengah duduk di atas sofa dengan kedua kaki terangkat di atas meja. Hanya Arga, kalau Radit duduk sambil bersenderan pada dinding sofa.
“Hei kak,” Radit menyikut lengan kakaknya.
Arga menoleh. “Hemmm.... ada apa?”
“Apa Kak Arga jadi menikahi Kak Mona?” pertanyaan Radit sontak membuat Arga menurunkan kedua kakinya, lalu duduk tertegak.
Radit yang merasa risih, langsung membuang muka. “Kenapa menatapku begitu? Aku kan cuma bertanya.” Kedua tangannya sudah terlipat di depan dada.
“Memangnya kenapa, kalau aku jadi menikahi Mona?” Arga menatap Radit. Di balik bibirnya, tersimpan sebuah tawa yang Arga tahan supaya tak terlepas karena melihat betapa lucunya wajah Radit yang merengut.
“Kalian sedang ngobrol apa? Sepertinya sangat serius?” Mona ikut nimbruk dengan duduk di samping Radit.
Radit sudah hendak membuka mulut, tapi dengan cepat langsung di tangkup dengan telapak tangan Arga. “Tidak apa-apa. Hanya obrolan biasa.”
“Isht, Aw!” jerit Arga ketika telapak tangannya digigit oleh Radit. “Kau itu apa-apaan sih!” hardik Arga sambil mengibas-ngibas telapak tangannya yang terasa sakit.
Sementara Mona dan Radit, mereka justru tertawa terbahak-bahak.
“Sudah, sudah. Kalian pergilah mandi!” perintah Santi sambil berlalu masuk ke dalam kamar.
Radit yang sudah merasa ada sebuah ancaman dari kakaknya, langsung menjulurkan lidah, kemudian berlari cepat menyusul ibunya dan masuk ke dalam kamarnya sendiri.
“Eh!”
Mona hendak ikut berdiri, tapi lengannya langsung di tarik oleh Arga hingga terjatuh di atas pangkuannya.
“Apa sih, Kak?!” keluh Mona sambil menggerak-kerakkan badannya supaya terlepas dari dekapan lengan Arga.
“Diamlah... duduk sebentar denganku,” pinta Arga. Kedua lengannya masih dengan erat mendekap tubuh mungil Mona.
“Ya sudah, awas! Biar aku duduk sendiri.” Masih mencoba melepaskan diri.
“Diam!” Hardik Arga penuh penekanan. Mona yang awalnya masih usil, seketika berdecak dan diam.
Keduanya diam. lama-kelamaan, karena pelukannya terasa hangat, bibir Mona mulai mengembang. Arga yang terlihat memejamkan mata dengan dagu mendarat di ujung kepala Mona, begitu menikmati suasana ini.
Tiga tahun sudah gadis mungil ini menemani kesehariannya, dari yang membuat bibir tersenyum sampai dengan membuat Arga mengelus dada karena tingkahnya yang terkadang di luar kendali.
Itulah Mona, gadis yang sampai kapan pun akan berwatak demikian. Arga tak keberatan. Itu sudah resikonya karena mencintai gadis yang terkadang membuat kepalanya terasa mau meledak. Arga tetap mencintai Mona sampai detik ini, dan semoga saja apa yang sedang di rencanakan berjalan semestinya.
“Hei, kemarilah!” Hutomo memanggil istrinya yang sedang menggulung rambut dengan handuk.
“Apa?!” Santi maju mendekati suaminya yang berdiri di depan pintu sambil mengintip sesuatu.
“Apa?” sambung Santi lagi.
Hotomo mendorong pintu supaya terbuka sedikit lebar. Kedua tangannya beralih memutar kepala istrinya menghadap ke sebuah pemandangan yang sedikit mencengangkan.
“Heh?!” Santi sontak menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.
Tak jauh di depan matanya, Santi dan Hutomo tengah memandangi Arga dan Mona yang kini terlihat saling mendekap. Kedua tangan Arga nampaknya masih melingkar di perut Mona, sementara Mona duduk di pangkuan Arga.
Itu yang kira-kira Santi dan Hutomo lihat. Separuh tubuh bagian keduanya terhalang senderan sofa, jadi yang nampak jelas hanya terlihat kepala Arga yang sedang terbenam di ujung di atas pundak Mona.
Setelah beberapa saat memandangi mereka dengan saksama, kedua sepasang suami istri ini kembali penutup pintu kamar. Keduanya beralih duduk berjejeran di tepi ranjang.
Masih diam. masing-masing dari mereka seperti tengah memikirkan sesuatu yang sangat serius. Memikirkan hal yang memang sepatutnya harus segera di laksanakan.
“Mereka harus menikah!” ucap keduanya bersamaan. Dan keduanya terdiam sambil saling pandang.
“Apa mereka siap?” Santi merasa tak yakin. Wajah cantik penuh antusias saat ini berubah menjadi rasa khawatir.
Hutomo bergumam lirih, kemudian menghela napas. “Kalau Arga pasti siap, tapi Mona... Aku tidak tahu.”
“Kau benar, Aku juga tidak tahu. Mona juga baru saja lulus sekolah kan?” Santi menatap lekat-lekat wajah tampan suaminya yang sudah terlihat ada beberapa kerutan di beberapa bagian wajahnya.
“Tapi kalau semakin hari, keadaannya terus begitu... kita juga yang jadi merasa was-was.” Hutomo berdiri sambil melucuti kemejanya.
Santi sekali lagi mendesah. Apa yang di katakan suaminya sangat betul, Arga dan Mona sudah terlalu sangat dekat. Pengawasan mereka haruslah lebih ketat. Jika sebelumnya saja Arga pernah memaksa untuk segera menikahi Mona, apa kabar sekarang saat Mona sudah lulus?
Bukan masalah tidak mau menikahkan mereka, hanya saja mengingat kembali bagaimana watak keduanya yang masih labil, tentu sangat membuat Hutomo sebagai kepala keluarga harus mencari jalan yang paling tepat.
Jikalau dibiarkan tanpa ikatan, keduanya sungguh terlihat sangatlah dekat. Jikalau dinikahkan, apa keduanya benar-benar sudah siap?
Hanya tak mau, jika sampai kejadian di luar batas dengan belum adanya status pernikahan. Itu yang membuat Hutomo merasa sangat khawatir.
“Aku mandi dulu....” Hutomo meraih handuk di gantungan. Santi yang masih berpikir keras, hanya duduk dengan menggerak-gerakkan kakinya yang menjuntai.
“Mungkin Aku juga harus membahas masalah ini dengan ibu,” celetuk Santi. Kemudian tanpa sadar, dengan rasa penasaran tinggi, Santi mengintip dua orang sepasang kekasih itu lagi.
“Mereka sudah pergi.” Santi tak melihat mereka berdua, mungkin sudah masuk ke kamar masing-masing.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
☠⏤͟͟͞R🎯™𝐀𝖙𝖎𝖓 𝐖❦︎ᵍᵇ𝐙⃝🦜
alhamdulillah ketemu juga lanjutan neng mona🤣🤭🤣
2021-08-13
0
Emy Bundanya Aisyah
bintitan ntar tuh..ngintip2 🤭😂😂
2021-07-25
0
Erniyanti Yanti
saya suka saya suka ini novel
2021-06-11
0