"Tapi, bagaimana caranya kau bisa melakukan sebesar itu tanpa rapalan mantra?" kata Dhafin masih mengintrogasiku.
"Aku hanya membayangkan dipikiranku seolah-olah api itu nyata, mungkin itu saja, selebihnya aku hanya melakukan seperti apa yang kau jelaskan tadi," ucapku sambil mengatakan yang kurasakan tadi.
"Membayangkan seolah nyata itu bagaimana caranya?" tanya Dhafin kembali.
Akupun berpikir, mereka berdua hanya kebingungan melihatku.
"Ahh bagaimana caraku menjelaskannya? Karena dikehidupanku sebelumnya membayangkan dan menghayal adalah kebiasaanku, karena kerjaanku hanya membaca buku-buku seperti novel, sedangkan disini mungkin tidak ada benda-benda seperti itu," pikirku.
"Ahh aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya," ucapku sambil tersenyum.
"Kau curang Ruri," ucap Dhafin memelas.
"Dhafin, jangan kau anggap Ruri itu curang, mungkin saja dia berbakat dalam menggunakan sihir, walaupun tidak belajar sekalipun," ucap Clarissa.
"Hmm sepertinya kau benar, maaf yaah memaksamu menjelaskannya," kata Dhafin.
"Iya, iya tidak apa, aku malah ingin berterima kasih kepada kalian karena telah menyelamatkanku dan mengajariku sihir," ucapku sambil tersenyum kembali.
"Mungkin itu sudah ditakdirkan agar kita akan terus bersama untuk kedepannya," ucap Clarissa ikut tersenyum.
"Ohh iya, kapan kamu akan kembali ke kotamu?" tanya Clarissa.
"Aku, tidak punya tempat tinggal," ucapku.
"Jadi kau tidak tinggal dimana mana?" tanya Dhafin.
Aku menganggukkan kepala dan mereka berdua saling bertatapan sebentar kemudian saling menganggukkan kepala.
"Ruri bagaimana kalau kau tinggal di penginapan kami?" tawar Clarissa.
"Wahhh benarkah? Tapi aku tidak enak sendiri kalau seperti itu," kataku.
"Tidak apa-apa, justru dengan adanya kau, mungkin kegiatan di sekolah akan jadi lebih menarik," ucap Dhafin meyakinkan.
"Wahhh, kalau kalian tidak keberatan, baiklah," ucapku sambil tersenyum.
"Yosh sudah dipastikan, ayo kita kembali!" ucap Dhafin bersemangat.
"Ehh sebelum ke tempat kalian, Clasrissa, apa aku boleh minta tolong kepadamu," ucapku.
"Minta tolong apa?" tanyanya keheranan.
"Aku minta tolong kamu untuk menjelaskan bagaimana caramu mengeluarkan angin tadi?" tanyaku dengan mata berbinar-binar.
"Hehhh, jadi kau penasaran juga?"
"Tentu saja, rasanya kau terlihat hebat saat itu," kataku.
"Ahh kau berlebihan, sihir angin yang kubuat tidak sehebat itu," ucapnya tersenyum.
"Jadi bagaimana cara menggunakan sihir itu?"
"Apa kau tahu mantranya?" tanya Clarissa.
"Tidak, tapi aku ingin tahu bagaimana caranya," kataku.
"Baiklah, lebih baik aku sambil mencontohkannya saja, biar penjelasannya juga tidak panjang," katanya sambil mengubah arah pandangannya ke sebuah pohon dekat kami.
"Hmmm hmmm" kataku sambil mengangguk.
Terlihat Clarissa yang sedang membaca sesuatu, dan mengayunkan tangannya sambil mengatakan.
"Wind slash...!!!" kata Clarissa yang dibarengi oleh terlihatnya angin samar-samar dari ayunan tangannya, angin itu bergerak cepat menuju pohon tadi dan menggores pohon tersebut.
Melihat itu aku langsung terkagum-kagum dan mengatakan.
"Jadi bagaimana itu caranya?" kataku.
"Kau harus mengumpulkan mana di tanganmu seperti sihir api milik Dhafin, akan tetapi bedanya kau memusatkan mana itu ke bagian ujung tangan tepat sebelah jari kelingking." jelasnya.
"Lalu saat kau mengayunkan tanganmu kau harus membayangkan, akan ada angin tipis yang keluar dari tempat kau memusatkan mana," sambung Clarissa.
"Ehh sebentar, bukankah kau tadi bilang membayangkan?" tanyaku.
"Umm ... iya, ada apa?" tanya Clarissa.
"Ahh tidak apa-apa," ucapku sambil tersenyum.
"Kalau mereka bisa membayangkan sesuatu kenapa mereka tidak bisa membayangkan seolah-olah sihir yang mereka gunakan itu tampak nyata? "pikirku yang kebingungan.
"Baiklah akan kucoba," kataku sambil mengarah ke pohon yang digoreskan oleh sihir angin Clarissa.
"Ruri ... aku hanya memberi tahu, kalau kau berbakat dalam sihir api, kemungkinan kau bisa menggunakan sihir angin tidak 100%, jadi jangan paksakan dirimu," kata Clarissa yang mulai memperhatikanku.
"Baiklah."
Akupun menutup mata dan mulai memusatkan mana di tempat yang dijelaskan Clarissa tadi dan membayangkan angin tipis dan tajam yang akan keluar dari sana saat aku mengayunkan tanganku.
Setelah membuka mata akupun mulai mengayunkan tanganku dan terlihat angin samar-samar itu bergerak cepat kearah pohon yang kutuju, akan tetapi...
*slaaasssshhh.....!!!
Suara angin samar-samar itu bergerak cepat menuju pohon dan menebasnya.
Seketika itu pula pohonnya mulai tumbang.
Akupun sedikit terkejut, dan saat aku menoleh ke arah mereka berdua ...
"H-hahhh...?!!" ucap mereka berdua dengan sangat terkejut karena melihat pohon itu tumbang dengan mudah.
Kulihat Clarissa mendekatiku sambil tersenyum.
"Hmm perasaan ku tidak enak," gumamku sambil tersenyum.
"Rurii ... sepertinya kita memiliki banyak waktu untuk kau menjelaskan bagaimana caramu melakukan itu," kata Clarissa sambil menunjuk ke arah pohon yang tumbang.
"Ahh Clarissa lebih baik jangan, karena kau dengar sendiri tadi, dia hanya melakukan apa yang seperti kita ucapkan, jadi hal itu percuma, kan kamu sendiri yang bilang kalau Ruri itu berbakat menggunakan sihir," ucap Dhafin membantuku menghentikan Clarissa yang seperti melihat makanan lezat setelah tidak makan berhari-hari.
"Tidak tidak tidak ... Kita harus membahasnya sampai aku paham!!!"
"Firasat burukku ternyata benar," gumamku.
...****************...
Setelah Clarissa menjadi tenang, mereka berdua pun membawaku ke kota. Banyak sekali bangunan khas fantasi yang sering kulihat di buku-buku cerita. Melihat itu aku tiada henti-hentinya terkagum-kagum melihat kota itu.
"Waahhh hebaaaat...!!!" Kataku.
"Heh..? Kau seperti tidak pernah melihat kota saja," ucap Dhafin kepadaku.
"Hehe ... Ohh iya jadi, kita akan kemana?" tanyaku.
"Hmm kita akan ketempat itu," ucap Clarissa sambil menunjuk kearah bagunan besar.
"Kita akan mendaftarkanmu dulu untuk menjadikan kau sebagai warga kota ini," sambungnya.
"Tapi aku tidak punya uang," kataku.
"Tenang saja, mendaftarkan diri di kota ini tidak bayar kok," kata Dhafin.
"Syukurlahh."
"Ahh kita sudah sampai, ayo masuk," ucap Clarissa.
Kami pun masuk, sesampainya di dalam Clarissa berbicara dengan seorang perempuan paruhbaya yang sepertinya mengurus semua data-data warga di kota ini.
"Jadi, kamu yang ingin tinggal disini?" tanya perempuan paruhbaya itu.
"Iya."
"Wahh imutnya...!!" katanya.
"Entah aku risih atau tidak karena seringnya aku dipanggil dengan sebutan imut, akan tetapi setelah melihat sendiri fisikku, akupun tidak bisa menyangkalnya bahwa fisikku sekarang memang terlihat agak imut sihh," pikirku.
"Baiklah, ayo kesini!" katanya lagi.
Kami pun mengikutinya.
"Kita akan kemana?" tanyaku.
"Tempat ini akan memuat data-data tentangmu."
Walaupun aku tidak mengerti, tetapi aku mengangguk saja.
"Baiklah sekarang kamu berdiri disana, untuk melakukan pendataan," kata perempuan itu sambil menunjukkan ke tempat sebuah lingkaran banyak terdapat tulisan yang tidak ku mengerti.
Akupun berjalan dan memasuki lingkaran itu, seketika keluarlah cahaya dari lingkaran itu dan terlihat didepanku seperti sebuah hologram, berisi tulisan yang bisa kubaca.
"Heh? Ini dataku? Kok dataku sudah terisi dan yang belum hanya nama saja, waahh hebat sekali scan sihir ini, " gumamku yang melihat data sebagai berikut :
...Data Pribadi...
Nama :
Kelamin : Laki-laki
Umur : 13 Tahun
Mata : Biru
Rambut : Putih
...Clear...
"Jika ada datamu yang belum terisi, tinggal isi saja dengan mengkliknya dan memikirkan hurufnya,"
"Hanya memikirkannya saja?" tanyaku lagi tidak percaya.
"Iya."
"Wahh hebaaat ... !!!" kataku sambil menekan bagian nama dan memikirkan namaku, Ruri Narendra.
"Jika sudah semua, kau boleh mengklik kata clear untuk menyelasaikannya," kata perempuan itu.
Sebelum aku menekan kata clear aku menyempatkan diri melihat umurku.
"13 tahun, aku harus menghafalnya, yosh," ucapku pelan sambil menekan kata clear dan menghilanglah cahaya itu.
"Baiklah pendataan sudah selesai, kau boleh memeriksanya, lihat lahh kesana," ucapnya sambil menunjukkan kearah sebuah cahaya seperti menonton sebuah bioskop yang berisi tentang dataku tadi beserta fotonya.
"Wahh kau seumuran dengan kita," kata Dhafin.
"Benarkah?" kataku.
"Iya."
"Dhafin coba lihat itu..!!" ucap Clarissa sedikit terkejut sambil menunjuk bagian kelamin.
"K-kau laki-laki?" tanya Dhafin dengan muka datar.
"Hah? Emangnya aku belum pernah bilang?" kataku sambil tersenyum.
"Belum," ucap mereka berdua berbarengan.
"Ahh iya maaf maaf," kataku yang masih tersenyum.
"Untung saja aku belum mengajakmu ke pemandian wanita," kata Clarissa.
"Hehe, jadi setelah ini kita akan kemana?" ucapku mengubah topik pembicaraan.
"Kalau soal itu, bagaimana kita melihat sekolah dulu sebelum ke penginapan?" ucap Dhafin mengusulkan.
"Waahhh sepertinya menarik, baiklah," ucapku.
Kami pun mulai berjalan menuju sekolah. Sebelum sampai di sekolah mereka aku pun menyempatkan diri untuk bertanya sesuatu.
"Fin, kalau di sekolah, apa yang biasanya dipelajari?" tanyaku kepada Dhafin di perjalanan.
"Sihir, kadang juga siluman," kata Dhafin singkat.
"Siluman?" tanyaku tidak mengerti.
"Kau tidak tahu?"
Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban.
"Kau ingat Horned Wolf tadi siang yang menyerangmu?" tanyanya.
"Iya, kenapa?"
"Makhluk itu termasuk siluman dari iblis, dan alasan kita tadi melarikan diri karena aku dan Clarissa saja belum mampu untuk membunuhnya, karena semua siluman mempunyai kekuatan pemulihan yang agak cepat, sehingga melukainya saja tidaklah cukup, jika tidak langsung membunuhnya dengan serangan beruntun atau serangan sihir tingkat menengah keatas, rasanya membunuh siluman hampir bisa dibilang mustahil," jelas Dhafin panjang lebar yang membuatku langsung mengerti.
"Berarti, jika ada makhluk seperti itu, apa ada makhluk yang mengendalikan mereka?" tanyaku.
"Iya, dia adalah iblis, makhluk yang suatu saat akan kubinasakan!" ucap Clarissa menyebut kata iblis dengan nada geram.
"Kenapa Clarissa seperti itu?" bisikku kepada Dhafin.
Dhafin hanya menundukkan kepala, dan mengatakan.
"Ceritanya panjang," ucapnya pelan.
Karena tidak mengerti apa yang telah terjadi, aku lebih memilih diam saja.
"Ahh kita sudah sampai," ucap Dhafin setelah kami berhenti di depan sebuah pagar yang di dalamnya terdapat bangunan besar.
"Waahh besar sekali..!!" kataku melihat bangunan besar itu yang tidak menyangkanya bahwa itu adalah sebuah sekolah.
"Sekolah dimulai besok Senin, pukul 07:00 AM, sampai hari sabtu pukul 17:00 PM" kata Clarissa yang sudah merasa baikan.
"Maksudmu sekolah dari Senin sampai Sabtu?" tanyaku tidak mengerti.
"Ohh kau tidak tahu rupanya, sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang menyediakan asmara untuk para murid-murid tinggal," kata Clarissa menjelaskan.
"Waahh ... sepertinya menarik," kataku sambil membayangkannya.
"Hehh ... ? Dhafin, Clarissa? Ada apa kalian kesini?" tanya seseorang dari belakang kami.
"Pak Nathan," kata Dhafin dan Clarissa berbarengan.
"Aduhh sudah kubilang panggil aku Kakak saja, rasanya dipanggil dengan sebutan 'Pak' itu tidak enak di dengar," kata pria itu.
"Jadi, kalian mau apa kesini?" tanya Laki-laki itu.
"Hmm sebenarnya kami hanya ingin mengantar Ruri melihat-lihat sekolah Pak," kata Dhafin sambil menoleh kearah ku.
Karena orang yang dibilang pak itu melihat kearahku juga, aku pun terpaksa tersenyum dan mengangkat tanganku.
"Sepertinya aku terlihat seperti orang bodoh kayak sebelumnya," pikirku yang masih memaksakan senyumku.
"Ruri, kenalkan ini Pak Nathan," kata Clarissa.
"Sudah kubilang panggil Kak saja. Yoo, namaku Nathan Julian, aku salah satu guru di sekolah ini," kata laki-laki itu yang kira-kira berumur 19 tahun dan menyebut dirinya guru di sekolah itu.
Setelah mengatakan itu, semuanya terdiam dan melihatku.
"Apa aku membuat kesalahan? Atau jangan-jangan? " gumamku yang teringat saat Dhafin dipukul oleh Clarissa karena ...
"Ahh ... iya iya maaf, namaku Ruri Narendra, sepertinya ... besok aku akan mendaftar di sekolah ini," kataku.
"Ohh jadi kau akan bersekolah disini, baiklah mulai besok mohon kerja samanya ya."
"I-iya pak," kataku cepat.
"Hadehh ... Ini semua salah kalian berdua, sampai sampai membuat anak baru pun ikut memanggilku Pak," kata laki-laki itu sambil melirik kearah Clarissa dan Dhafin.
"Hehe," tawa mereka.
"Baiklah, aku pergi dulu, sampai jumpa," kata Pak Nathan.
"Sampai jumpa."
"Ayo kita ke penginapan!" ajak Clarissa.
...****************...
"Wahh siapa yang bersamamu itu Clarissa?" tanya seorang gadis kepada Clarissa yang kira-kira seumuran dengannya.
"Siapa namanya? Dia tampak imut sekali," katanya lagi.
"Namanya adalah Ruri, dan dia laki-laki," kata Clarissa sedikit berbisik.
"Heeehhhh...!!!" teriak gadis itu karena terkejut.
Setelah berteriak gadis itu mendekatiku dan seperti memeriksaku.
Dia mengitariku seperti mencari sesuatu, kemudian ia kembali kebagian depanku dan bertatapan mata sebentar lalu ia berjongkok dan menyentuh bagian bawahku dengan jarinya, aku terkejut dan seketika ...
"HEEEHHHHHH....?!!!" Teriak gadis itu lagi dan segera mundur kembali ke belakang Clarissa.
Tidak lama kemudian ...
*Duuuugg...
Sebuah pukulan keras mendarat dikepala gadis itu.
"APA YANG BARU SAJA KAU LAKUKAN...?!" tanya Clarissa dengan suara yang setengah berteriak.
"Ma-maaf kukira tadi itu kau berbohong, makanya aku memeriksanya sendiri," kata gadis itu sambil memegang kepalanya.
"Dasar bodoh...!!! Minta maaf ke Ruri sana!"
Gadis itu mendekatiku dan berkata.
"Ma-maaf aku tidak tahu kalau kau laki-laki, dan karena tidak percaya dengan perkataan Clarissa akupun memeriksanya sendiri," ucapnya dengan nada kemalu-maluan.
"Ahh iya tidak apa-apa, apakah kamu temannya Clarissa?" kataku.
"Iya benar, namaku Vina dan aku juga pemilik tempat ini," katanya.
"Ahh kebiasaan, kamu itu berlebihan, yang punya tempat ini adalah keluargamu, bukan dirimu," kata Dhafin.
"Yaa tapi sama aja."
"Ahh sudah-sudah, lagi juga kita kesini mau istirahat bukan?" tanyaku.
"Iya, yaudah aku duluan ke kamar," ucap Dhafin sambil pergi menaiki tangga.
"Baiklah Vina kami ke atas duluan yahh," ucap Clarissa.
"Iya." ucap gadis itu yang bernama Vina.
...****************...
"Hahhh sudah seminggu aku tidak santai seperti ini," kata Dhafin sambil merebahkan diri ke kasur.
"Ranjangnya ada 3?" tanyaku.
"Dikamar ini dibuat untuk 3 orang, tapi, karena aku dan Dhafin tidak tahu sisanya untuk siapa, dan kami memutuskan mencari satu orang lagi yang mau tinggal bersama kami, dan pada akhirnya kami menemukanmu," kata Clarissa sambil tersenyum.
"Ahh jadi begitu, syukurlah," kataku ikut tersenyum.
"Baiklah aku mau tidur," kata Clarissa sambil merebahkan diri di ranjangnya.
"Ohh iya, Ruri kalau kau mau tidur, tidurlah di kasur itu, tidak usah sungkan, anggap saja rumah sendiri, selamat malam," ucap Clarissa dan memejamkan matanya.
"I-iya."
"Kalau ditengah kota seperti ini, aku sepertinya tidak bisa bereksperimen dengan sihirku," gumamku sambil melihat keluar jendela.
"Kalau di sekolah sihir nanti, kira-kira akankah ada anak murid yang ... " gumamku lagi memikirkan masa-masa kelam sekolahku dulu di dunia sebelumnya.
"Baiklah, aku akan mempersiapkannya," ucapku pelan sambil menunggu larut malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
ᵏⁱⁿᵍsʜᴀᴅᴏᴡシ︎ᴍᴏɴᴀʀᴄʜᵏⁱⁿᵍ
tapi lu GK pake mantra anjing makanya lu lulus
2020-11-13
1
dholpin👅🎉🎉
otaku masuk issekai
2020-10-19
4
★SatriaRe★
semangaaaaatt!!!
2020-10-11
2