"Apa?! Eric bawain salep ke rumah lo?!"
Elvina mengangguk malu menjawab pertanyaaan Keira. Keira tampak geleng-geleng tak percaya. "Gila! Keajaiban dunia ke berapa sampai tuh orang mau bawain salep buat lo?" tanya Keira. Tentu saja dia kaget, Eric dikenal cuek dan tentu saja dia tidak pernah melakukan apapun kepada Elvina.
"Mungkin dia udah mulai suka sama aku, hihi."
Keira memutar bola mata malas, temannya kembali berhalu. "Terus kata lo si Raymond kasih lo salep juga, bener itu?" tanyanya yang mendengar obrolan mereka.
"Ya iyalah, kalau enggak, buat apa aku beneran ngomong makasih?"
"Iya, iya. Salah gue." Keira mendengus. "Terus lo akhirnya pakai salepnya siapa?"
"Raymond."
Keningnya mergenyit. "Hah? Kok Raymond? Lokan sukanya sama--"
"Karena punya Eric mau aku masukin ke lemari, aku bungkus, jaga baik-baik. Enggak rela aku pakai."
Keira hanya geleng-geleng kepala mendengar alasan Elvina. Dia melirik ke depan dan tanpa sengaja dia menemukan Raymond yang entah kenapa bisa bersama Eric dan Ravindra. Keira mendorong pelan tangan Elvina yang masih senyum-senyum sendiri.
"Ish! Kenapa?"
"Itu si Eric." Keira menunjuk ke belakangnya denga) n dagunya. "Tapi kenapa dia bisa--"
"ERIC!!"
Ucapan Keira terhenti ketika Elvina berlari ke arah Eric begitu saja setelah berteriak. Keira langsung menghembuskan nafas kesal, dia lupa jika sahabatnya begitu bersemangat ketika nama Eric disebut. Dia lupa kalau Elvina bisa melupakan segalanya.
"Eric," ucap Elvina dengan senyumnya. "Makan bareng yuk! Disana masih ada tiga kursi! Pas buat kamu, Ravindra, sama Raymond."
"Gue gak mau."
"Ayolah Eric, makan bareng. Enggak papa kok."
"Gue aja yang temenin."
Semua menoleh ke arah Raymond yang baru saja berbicara sembari tersenyum. Tapi tatapan mereka tidak dipedulikan oleh Raymond. Elvina hanya tersenyum sembari mengangguk kaku.
"Ya udah. Kamu duduk dulu sama Keira, aku ngomong bentar sama Eric."
"Enggak!" Tiba-tiba Ravindra bersuara. "Enggak boleh dia berdua doang sama ayang Keira." Ravindra memegang lengan Eric. "Go! Kita makan bareng mereka!"
"Ish Ravindra!" kesal Eric.
Bagaimana tidak? Dia selalu saja menjadi korban. Sedangkan Elvina, dia tersenyum puas, dia tersenyum puas karena ada Ravindra yang kebetulan menyukai Keira, jadi dia bisa bersama Eric. Melihat itu, Raymond juga ikut tersenyum.
"Udah. Makan dulu yuk, senangnya nanti aja," ucap Raymond dibalas anggukan kepala Elvina.
Dia segera berjalan ke mejanya dan duduk disamping Eric, sedangkan Ravindra disamping Keira yang tampak kesal. Sedangkan Raymond, duduk di tengah-tengah.
Elvina tersenyum sembari menatap Eric yang mau tidak mau memakan makanannya. Eric yang menyadarinya, menoleh ke arah Elvina yang masih tetap tersenyum.
"Lo ngapain?"
"Ngeliatin Eric."
"Makan, ngeliatin gue enggak buat lo kenyang."
Elvina terkekeh geli. "Enggak kok! Kenyang aku ngeliatin Eric."
Eric hanya memutar bola mata malas dan lebih memilih melanjutkan makannya. Elvina terkekeh lagi sebelum akhirnya mulai memakan makanannya. Hingga akhirnya Elvina mergenyit ketika tidak menemukan telur dadar yang dia pesan.
"Keira."
Keira menoleh ke arah Elvina. "Kenapa?"
"Telur aku mana? Tadi aku pesan satu kan?"
Keira mengalihkan pandangannya ke tempat makan Elvina. "Kok gak ada? Tadi kita udah pesen kok. Kayaknya orangnya lupa deh, ramai banget tadi."
Elvina mendengus. Dia memang penggemar berat telur dadar, jadi dia hampir selalu memesan itu ketika istirahat.
"Aku minta deh."
"Gue beliin deh," ucap Raymond sembari berdiri.
Baru saja Elvina ingin menolak, tiba-tiba Eric meletakkan sesuatu di tempat akannya membuat Elvina menoleh ke arah Eric yang kembali memakan makanannya. Elvina menoleh lagi ke tempat makannya dan menemukan telur dadar disana.
Sedangkan semua orang di meja itu, mereka membulatkan matanya melihat ulah Eric tadi. Raymond tersenyum sembari duduk di kursinya lagi.
"Gue enggak mau," ucap Eric tanpa menoleh ke arah Elvina.
Elvina tersenyum lebar. "Aku yang makan kalau gitu. Makasih Eric!" ucap Keira senang. Keira menoleh ke arah Elvina, lalu tersenyum sembari mengangkat alisnya. Elvina hanya tersenyum senang sembari perlahan memakan telur yang Eric berikan.
Mereka bertiga ikut tersenyum. Eric hanya diam.
"Ayang Keira mau gak aku kasih juga?"
"Diem aja lo Ravindra!"
•Foolish Love Part 3•
"ELVINA BERDIRI!!"
Teriakan menggelegar Pak Andin, guru killer di kelas memenuhi pendengaran semua murid disana. Elvina segera berdiri ketika namanya disebut dengan teriakan, dia menundukkan kepala tidak berani melihat Pak Andin. Dia sesekali melirik ke arah Eric yang sama sekali tak menoleh ke arahnya.
Pak Andin, berjalan ke arahnya, kemudian membanting buku PR Elvina di mejanya. "Lihat ini apa?! Kamu kerjain apa ini?! Main-main kamu?!"
Elvina menunduk, tak menjawab. Pak Andin kembali bersuara. "Darimana kamu dapet hasil ini?! Makanya ketika bapak jelasin, dengerin! Saya tahu kamu enggak suka ekonomi, tapi berusahalah!"
Ya, Pak Andin adalah guru di bidang ekonomi. Jadi dia begitu marah ketika PR Elvina sama sekali tidak ada yang benar.
"Iya Pak, maaf."
"Coba aja kamu liat Eric! Dia jauh lebih baik daripada kamu! Kamu suka sama dia kan?"
Memang berita Elvina yang mencintai Eric sudah diketahui 1 sekolah. Elvina mengangguk.
"Kalau suka usaha dong! Pantes aja Eric enggak mau sama kamu, memangnya dia mau punya pacar yang gak selevel sama dia? Kamu harus naikin level kamu dong!"
Elvina mengigit bibir bagian dalamnya dan menunduk. Sedangkan Eric, dia melirik ke arah Elvina.
"Elvina, dengan hasil kamu, kamu itu jauh sama Eric tahu gak?! Kejar--"
"Pak."
Raymond tiba-tiba memotong membuat semua orang menoleh ke arahnya. Raymond berdiri. "Anda enggak perlu terus-terusan bilang gitu. Elvina kurang di bagian ekonomi karena dia enggak suka hitung-hitungan, sama kayak saya. Lagipula memangnya yang bapak ucapkan ini, pantas diucapkan oleh guru?"
"Raymond! Kamu anak baru, udah buat ulah aja!"
"Itu kenyataan, kalau saya laporkan ke kepala sekolah. Bapak memangnya bisa ngomong apa? Mau saya laporin?"
"Kamu--"
"Pak."
Eric berdiri. "Bisa mulai pelajaran? Enggak penting ngomongin 1 anak sampai pelajaran terlewat."
Elvina menahan nyeri di dadanya mendengar ucapan Eric. Eric memang tidak akan peduli kepadanya. Elvina menunduk, berusaha keras menahan air matanya. Kalau kalian berpikir Elvina kuat, kalian salah. Elvina tidak sekuat itu.
Ketika Eric memarahinya, dia tidak akan menangis didepan Eric, tapi dia lebih suka pergi atau meluapkan kesedihannya kepada Keira. Sehingga Eric tidak pernah melihatnya menangis, kecuali hari itu.
Pak Andin menghembuskan nafas kesal. "Duduk! Dan kamu Elvina! Dengarkan penjelasan saya dengan baik! Catat penjelasan di papan tulis! Nanti saya periksa catatanmu!"
Elvina mengangguk, sebelum akhirnya duduk di kursinya, disusul Raymond dan menulis semua penjelasan di papan tulis. Tapi dia sesekali melirik ke arah Eric yang menulis dengan santai membuat Elvina berusaha keras menahan kesedihannya.
.
.
.
.
.
.
•To Be Continue•
Jangan lupa follow Jan(kalian bisa panggil author Jan), like dan comment chapter ini. See you di next chapter. Dadah...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Lynna Mariyana
seruuuu
2021-01-05
0