"Eric!"
Eric langsung menghela nafasnya, dia tahu siapa yang datang dan itu membuatnya benar-benar frustasi. Dia tidak mau menoleh karena dia tahu yang datang adalah gadis yang membuatnya tidak tenang sampai kelas 12 ini. Ya, Eric sudah naik kelas, dia selalu bertemu dengan gadis yang mengejarnya tanpa henti.
Ravindra Chandra yang biasa dipanggil Marvin, teman Eric berusaha menahan tawanya ketika melihat Eric langsung meletakkan kepalanya di meja, seakan-akan dia tidur. Marvin memegang lengan Eric dan berbisik
"Pacar lo, si Vina yang dateng."
"Eric!! Vina bawain bekal buat Eric, Eric pasti suka. Huh.. Hampir aja Vina telat tadi, bel bunyi 1 menit lagi."
Elvina meletakkan sekotak bekal di meja Eric. Eric membuang nafas, menatap Elvina datar. "Gue gak mau, bawa pergi."
"Ih.. Kok enggak mau sih Vina usaha loh buat--"
"Bawa pergi atau gue buang?" potong Eric tajam dan itu membuat seisi kelas memandang mereka.
Elvina tersentak mendengar pertanyaan itu. Ini pertama kalinya Elvina membuatkan bekal untuk Eric, biasanya dia hanya membawakan susu dan roti, jadi Elvina ingin Eric menerimanya.
Elvina mengeleng. "Eric harus terima!"
"Oke."
Eric mengambil bekal itu dan berjalan menuju ke tempat sampah. Eric sudah muak dengan Elvina rasanya. Elvina menatap Eric dengan tatapan berkaca-kaca, dia begitu yakin Eric tidak akan membuang bekal yang sudah dia buat dengan susah payah itu, bahkan jarinya terbeset pisau.
"Eric! Gila lo ya?!" ucap Ravindra.
Sayangnya, Eric tidak peduli. Eric melepaskan pegangannya di kotak bekal itu membuat mata Elvin seketika memejam dengan air matanya yang turun, namun kotak bekal itu dipegang oleh seseorang membuatnya tidak masuk ke tempat sampah itu.
Eric lekas menoleh ke arah laki-laki disampingnya dengan tatapan tajam. "Siapa lo?"
Elvina yang memejamkan matanya, perlahan mulai membukanya dan menemukan bekalnya di tangan laki-laki yang tidak dia kenal.
"Anak baru." Anak baru itu mengambil bekal itu. "Kalau enggak mau bekalnya, mending buat gue, sayang dibuang, kebetulan gue belum sarapan. Boleh gak?"
"Serah."
Eric memutar arah, namun baru saja dia melangkah 1 kali, langkahnya terhenti melihat Elvina yang menatapnya dengan mata memerah. Mata Eric membulat, Elvina menangis? Ini pertama kalinya Eric melihat Elvina menangis.
"Weh! Siapa sih yang kasih nih bekal ke cowok ini?"
Elvina mengalihkan pandangannya ketika mendengar suara itu. Elvina memandang ke arah anak baru itu. "Aku," ucapnya membuat anak baru itu menoleh ke arahnya.
Anak baru itu tersenyum, lalu menghampiri Elvina. "Nih bekal lo, saran gue, lo kasih ke orang yang bisa hargain lo."
Elvina tersenyum kecut, sedangkan Eric tidak peduli. "Buat kamu aja."
Anak baru itu terkejut. "Lo kira gue mau? Gue tadi cuman--"
"Enggak kok, buat kamu aja. Lagipula Eric enggak mau."
"Eric?" Anak baru itu menoleh ke arah Eric. "Jadi namanya Eric?"
Eric membalas tatapannya dengan tajam. Sebelum dia memutuskannya dan duduk di kursinya.
"Kamu mau gak?" Elvina berbicara. "Kalau enggak mau, mending dibuang aja."
"Gila ya?! Kenapa dibuang?" tanyanya terkejut. "Oke! Gue bakalan makan."
Kring!!..
"Tapi pas istirahat," lanjutnya membuat Elvina tertawa kecil. "Makasih ya. Siapa nama lo?" tanyanya sembari mengulurkan tangannya.
Elvina membalas uluran tangan itu. "Elvina Chalondra. Kamu bisa panggil ViVna atau panggilan lain yang kamu mau."
"Elvina? Bagus juga," komentarnya.
"Kalau kamu? Nama kamu siapa?"
Anak baru itu mendekat ke telinga Elvina. "Raymond, panggil aja gue Ray. Gue bisik-bisik biar lo jadi orang yang pertama yang tahu nama gue."
Elvina tersenyum, lalu mengangguk. Dia bersyukur karena Raymond datang tepat pada waktunya.
•Foolish Love Part 1•
"Keira."
"Raymond."
Jam istirahat tiba, Elvina segera memperkenalkan Raymond dengan Keira. Keira adalah sahabatnya sejak SMP, tentu saja Keira sudah tahu mengenai kisah cinta Elvina dan Eric itu. Mereka di kantin, memutuskan makan bersama. Raymond memakan bekal dari Elvina.
"Makasih karena lo udah tolongin si Vina dari si sinting itu. Sayang tadi gue telat," cibirnya. Keira juga sudah tahu apa yang terjadi sebenarnya antara Elvina dan Eric tadi pagi.
"Kei.."
"Syut!" Keira menatap Elvina dengan jari telunjuk di bibirnya membuat Elvina diam. "Gak tahu gue hati lo darimana terbuatnya, Na. Sabar banget lo hadapin kutu kambing kek dia."
"Ya, masama. Memangnya napa sih? Kayaknya Elvina naksir banget," ucap Raymond sembari menyeruput es jeruknya.
"Udah cinta mati keles!" cibir Keira. "Dia udah suka Eric dari kelas 10, tapi enggak berani ungkapin sampai dia kelas 11, sekalian bilang terima kasih ke Eric karena udah tolongin dia dari preman-preman. Tapi semenjak itulah, Eric nyiksa banget si Elvina ini."
"Oh." Raymond menoleh ke arah Elvina yang hanya memyeruput minumannya. "Udah sih, udah kayak gitu, mending ditinggal. Kasihan hati lo, sakit dia."
"Tapi hatinya cuman milih si Eric. Gimana dong?"
"Operasi hati gih, ganti hatinya."
"Ih!! Mana bisa!"
Dengan kesal, Elvina mencubit pelan lengan Raymond disusul tawaan mereka bertiga. Rasanya Elvina benar-benar senang memiliki teman baru seperti Raymond.
"Ada Eric."
"Eric?"
Bisikan itu membuat Elvina menoleh dan menemukan Eric sedang berjalan sembari membawa piring berisi makanan bersama Ravindra. "Ada Eric! Tunggu bentar ya." Elvina berdiri, bergegas menghampiri Eric.
"Weh! Vina!" Raymond tidak berteriak ketika Elvina sudah di hadapan Eric. "Napa sih? Heran gue, padahal tadi pagi abis nangis."
"Biasa. Tuh anak hatinya gak tahu darimana, disakitin berkali-kali, tetap aja hampirin." Keira meletakkan gelas itu di meja kantin. "Awas aja tuh Eric buat ulah lagi!" ucapnya sembari menatap Eric dan Elvina tajam.
"Eric, baru makan?" tanya Elvina dengan senyuman manis.
"Ada mata kan? Masih berfungsi kan?"
"Ya udah, enggak usah ngegas, kan mastiin." Elvina berusaha bercanda. "Eric mau gak makan sama Vina?"
"Nggak."
"Ih! Jangan gitu dong! Ada si Keira sama--"
"KEIRA?!"
Teriakan itu bukan dari Eric, melainkan Ravindra. "ERIC!" Ravindra langsung menarik Eric yang baru melangkah 2 langkah. "Ayok! Gue mau samperin ayang Keira."
"Apaan sih? Mau pergi, pergi sendiri aja! Ravindra!"
Eric berusaha memberontak ketika Ravindra menariknya ke arah Keira dan Raymond. Keira yang melihatnya langsung menepuk jidat. "Ya Tuhan.. Kenapa harus Ravindra?!" gerutunya kesal.
Sedangkan Elvina, dia tersenyum melihat Ravindra menarik Eric dan memaksanya duduk disamping Raymond. Sedangkan Ravindra sendiri, duduk di samping Keira. Untung saja ada Ravindra.
"Lo ngapain duduk sini?" tanya Keira tajam.
"Duduk disamping ayang Keira."
"Nenek lo ayang! Pergi! Ini tempatnya Elvina!"
"Ih... Gak papa loh, Vina gak masalah juga. Iyakan Vina?"
Elvina mengangguk.
"Tuh!"
Keira menghela nafas kesal, memilih untuk kembali menyeruput minumannya, sedangkan Ravindra tersenyum penuh kemenangan.
"Ambilin kursi buat Vina! Lo mau buat dia duduk begitu terus?" ucap Keira.
"Nggak papa, aku--"
"Gak usah," potong Raymond, dia berdiri. "Duduk aja disini, Na."
"Hah? Tapi--"
"Udah!"
Raymond memaksa Elvina duduk disamping Eric. "Gue ambil bangku dulu." Raymond menarik bangku yang tak jauh darinya, lalu duduk disamping Elvina. "Beres masalah."
Elvina tersenyum dan mengangguk. "Makasih Ray," ucap Elvina dibalas kedipan mata Raymond membuat Elvina hanya bisa tersenyum.
Elvina menoleh ke arah Eric yang sekarang memakan makanannya tanpa nafsu, tapi walau begitu Elvina tetap nyaman memandangnya. Elvina rasanya tidak bisa marah kepada Eric, apapun perbuatan Eric kepadanya.
"Ekhem!" Keira tiba-tiba berdehem membuat semua orang menoleh ke arahnya.
"Ayang Kei--"
"Diem!"
Ravindra diam ketika Keira sudah menatapnya dengan tatapan tajam. Keira memandang Eric yang tidak mengubris deheman Keira.
"Raymond, enak gak makanan Elvina?"
Raymond terkejut ketika Keira tiba-tiba bertanya kepadanya. Dia lekas mengangguk. "Enak kok."
"Iyalah enak! Jari si Elvina aja sampe kebeset pisau karena berusaha buatin makanan di tengah kesibukan kayak gitu. Cuman ada orang yang gak tahu terima kasih aja, mau buang makanan itu."
Eric terdiam sejenak mendengar ucapan Keira. Sempat terkejut mendengar Elvina terluka. Tapi tidak lama, dia kembali melanjutkan makannya.
Tidak menyerah, Keira kembali berbicara. "Tadi pagi Elvina aja enggak sempet obatin karena salepnya abis, tahu sendiri kalau mamanya sibuk kerja. Nggak ada rasa bersalah lagi tuh orang."
Eric berusaha tidak mengubrisnya. Memang Elvina cenderung lebih sering sendirian di rumah karena ayahnya memang meninggal semenjak Elvina menginjak umur 5 tahun, sehingga ibunya yang menggantikan posisi ayahnya sebagai CEO.
"Udah Keira," ucap Elvina membuat Keira memutar bola mata malas.
Jujur saja, Eric juga tidak mengerti kenapa dia bisa lepas kendali seperti tadi pagi. Eric berusaha tidak menggubris Keira, tapi dia heran karena Elvina tidak marah kepadanya, kenapa Elvina tidak marah kepadanya dan malah membelanya lagi? Gadis itu memang aneh.
.
.
.
.
.
.
•To Be Continue•
Tolong like, comment, dan kalau suka follow ya. Menurut kalian, gimana part ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
anotherbyl
Hai hello Kak!! Aku ralat komenku yang di bab prolog😁😁😁😁 aku jatuh cinta nih sama karyamu xixixi.. Jangan lupa feedback yuk!
2020-12-24
0
Adel
mampir di karyaku juga ya thor yang berjudul RINDUKU DI UJUNG SURGA....
Trims...
2020-12-23
0
Leni Negare
makin seru😍😍
2020-12-22
0