Elvina Chalondra.
Gadis itu dipusingkan dengan rumus ekonomi IPSnya. Rasanya benar-benar menjengkelkan. Dia memilih IPS agar tidak banyak hitung-hitungan--sekaligus bersama Eric-- tapi ternyata ada banyak hitung-hitungan juga. Elvina jadi berpikir bagaimana mengerikannya kelas IPA.
Elvina mengacak-acak rambutnya frustasi. Ibunya juga belum kembali dari kantor. Hingga Elvina menoleh foto yang ada di mejanya membuatnya tersenyum melihat wajah laki-laki yang tengah memakan indomie di kantin sekolahnya, ada juga foto di dinding ketika dia menang perlombaan bola basket di sekolahnya dan difoto dengan senyumnya yang manis.
Elvina mengambil foto-foto lain tentang laki-laki itu juga diam-diam. Elvina tidak akan melakukan itu kecuali kepada Eric. Ya, laki-laki yang dibingkai Elvina adalah Eric. Dia meletakkannya satu di meja belajarnya dan yang lainnya dia tempel di tembok.
"Astaga Eric. Aku enggak tahu deh, mama kamu dulu ngidam atau ke dukun mana sampai bisa ganteng begini." Tangan Elvina bergerak untuk mengelus wajah Eric di bingkai itu. "Sayang banget, kamu dingin banget, kayak kulkas, bahkan kulkas kalah."
Elvina menarik nafasnya dan menghembuskannya. Dia kembali memandang jarinya sendiri, dia sudah mengobatinya di UKS tadi setelah dipaksa Raymond dan Keira. Tapi dia lupa membeli salep yang harusnya dia oles lagi malam ini.
Elvina akhirnya memilih tidak peduli, dia mengambil tasnya, ingin mengambil bukunya. Tapi dia berhenti ketika dia menemukan ada barang yang seharusnya tidak ada di tasnya.
"Salep?" heran Elvina melihat barang tersebut. Ya, itu adalah salep. Ada secarik yang ditempel di atasnya membuat Elvina langsung mengambilnya.
'Pakai salepnya nanti malam--Raymond.'
Seketika Elvina langsung tersenyum. Ternyata yang memberikan salep ini adalah Raymond. Padahal mereka baru bertemu, tapi Raymond sudah sebaik ini kepadanya.
"Makasih Ray," ucap Elvina sembari tersenyum.
Dia meletakkan salep itu di meja, berjalan ke lemari untuk mengambil handsaplast yang selalu dia letakkan di laci lemarinya.
Ting, Tong!
Langkah Elvina terhenti ketika bel rumahnya berbunyi. Kening Elvina mergenyit, dia menoleh ke arah jam, sudah pukul delapan malam, siapa yang mau kesini? Elvina berlari ke arah balkon untuk melihat siapa yang datang dan seketika matanya membulat melihat siapa yang datang.
Saking terkejutnya, Elvina mematung di tempatnya. ERIC! Apakah dia tidak salah lihat?! ERIC DATANG?! Elvina langsung berlari ke bawah ketika dia tersadar dari lamunannya dan langsung membuka pintu dengan senyuman lebar, menyambut Eric yang hanya menatapnya datar.
"Hai Eric!" sapanya senang. "Vina gak tahu Eric mau datang, jadi enggak siapin apapun, kenapa Eric enggak--"
Tanpa berkata apapun, Eric memberikan salep itu kepada Elvina membuat keningnya mergenyit. "Ini ap--"
"Pakai buat obatin luka lo." potong Eric.
Eric lalu menaikkan tudung jaketnya, naik ke motornya, memasukkan kunci motor, memakai helm.
Sedangkan Elvina, dia menatap salep di tangannya membuat dia langsung tersenyum lebar. Saat dia tersadar, dia langsung menoleh ke arah Eric yang sudah menyalakan motornya.
"ASTAGA ERIC!! ROMANTIS BANGET!! MAKASIH YA ERIC! VINA MAKIN SAYANG SAMA ERIC!! BESOK VINA BAKAL BANGUN LEBIH PAGI DAN MASAKIN BUAT ERIC!! MAKASIH ERIC!!"
Eric menatap Elvina tajam. "Enggak usah masak buat gue. Gue enggak mau."
Mendengar itu, Elvina malah tersenyum lebar. "Eric enggak mau liat Elvina luka kan?"
"Mimpi aja terus."
Eric memgemudikan motornya, pergi darisana, meninggalkan Elvina yanh berteriak menggelegar.
"VINA SAYANG SAMA ERIC!! DENGAR BAIK-BAIK ERIC REVANA!! VINA MAKIN SAYANG SAMA ERIC!!"
"NAK DIEM NAK!! ANAK SAYA BANGUN!!".
Disusul teriakan tetangga Elvina.
•Foolish Love Part 2•
Senyuman tidak pudar dari Elvina, bahkan setelah dia sekolah. Ingatan tentang kejadian kemarin membuatnya benar-benar bahagia, dia hanya menatap Eric dengan senyum lebar. Tapi Eric tidak meliriknya dan memilih untuk membaca bukunya.
"Vina! Napa sih lo?!"
"Hm?"
Elvina menoleh ke arah Keira, masih dengan senyumnya.
"Lo kenapa? Kesambet malaikat pas jalan?" tanya Keira heran.
Elvina membalasnya dengan tawaan kecil membuat Keira, Raymond, bahkan Ravindra heran. "Nanti baru aku ceritain."
Keira hanya mengangkat kedua bahunya dan memilih melanjutkan membaca novelnya. Raymond memilih untuk kembali memainkan hpnya.
Ravindra yang memang termasuk orang 'kepo', akhirnya menyikut Eric yang sibuk membaca buku. Eric yang terganggu menoleh ke arah Ravindra dengan kesal, dia memang tidak suka diganggu ketika sudah membaca buku.
"Iya deh, guru enggak mau diganggu," ucap Ravindra yang tahu arti tatapan Eric. "Tapi gue cuman mau nanya." Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Eric dan berbisik. "Elvina kenapa? Ada hubungannya kan sama lo?"
Eric mendorong kepala Ravindra, bisa dikira homo. "Enggak," jawabnya. Dia yakin Ravindra akan bertanya lebih ketika dia mengatakan yang sebenarnya. Eric malas menceritakannya.
"Bohong banget," tukas Ravindra yang sudah mengenal Eric.
Eric hanya memutar bola mata malas dan memilih mengabaikannya.
"Eric, ceritain dong.. Pasti gara-gara lo kan?"
"Gue sumpel mulut lo kalau ngomong lagi."
Ravindra memayunkan bibirnya. "Dasar, pelit banget ngomongnya. Udahlah, gue minta Elvina aja yang ceritain."
Eric tidak menjawab, memilih diam dan membaca bukunya membuat Ravindra hanya bisa geleng-geleng kepala. "Kuat banget emang si Vina suka cowok kulkas kayak lo."
Sedangkan Elvina, dia tersadar dari lamunanya ketika mengingat sesuatu. Dia sontak menoleh ke belakang membuat Raymond terkejut.
"Ray! Aku lupa ngomong!"
"Ngomong ap--"
"Makasih salep kamu yang kemarin."
Raymond seketika mengerti dan langsung tersenyum. Dia mengangguk. "Ya, masama."
"Wah.. Gila Ray! Lo beliin salep buat dia? Romantis juga lo," ucap Keira yang sebenarnya berusaha menyindir Eric juga.
"Ayang Keira, aku bisa lebih romantis!" ucap Ravindra yang mendengar ucapan Keira.
"Gue tonjok mulut lo nanti."
Seketika hampir seisi kelas tertawa. Ravindra hanya memanyunkan bibirnya dan Keira hanya memutar bola mata malas.
"Kamu taruhnya kapan? Kok aku nggak liat?" tanya Elvina penasaran.
"Waktu istirahat kedua, lo sama Keira lagi ke kantin."
"Oh."
Elvina seketika mengerti, kemudian tersenyum. "Makasih loh, kamu niat banget, padahal kita baru ketemu."
Raymond tersenyum. "Enggak papa. Lagipula gue kan makan bekal lo, anggap aja ucapan terima kasih."
Keduanya hanya saling melempar senyum sembari mengobrol. Tanpa mereka sadari, sedaritadi Eric mendengar dan sesekali melirik ke arah mereka. Ternyata Raymond juga memberikan salep untuk Elvina.
"Untung aja Ray, lo tahu terima kasih. Bukannya kayak tuh orang!"
Eric tahu Keira kembali menyindirnya, tapi Eric memilih cuek dan tidak peduli. Ravindra yang tahu, tampak tertawa kecil. "Disindir tuh," ucap Ravindra tapi diabaikan oleh Eric.
Eric hanya membaca buku--tepatnya mungkin berpura-pura--sembari sesekali melirik ke arah Elvina yang sedang berbicara dengan Keira, sepertinya mengenai masalah tadi. Tapi Eric tidak peduli.
Namun tak lama, Eric mengelengkan pelan kepalanya berusaha untuk fokus ke bukunya. Untuk apa mempedulikan Elvina?
.
.
.
.
.
.
•To Be Continue•
Please like, comment, dan jika suka follow ya. Berikan dukungan kalian readers, terima kasih ^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
@✿€𝙈ᴀᴋ hiat dulu⦅🏚€ᵐᵃᵏ⦆🎯™
assalamu'alaikum
sudah saya beri like 3 untuk 3 bab pertama
like balik dengan klik profil saya ya thor
mari saling mendukung
jika di like balik maka saya akan datang lagi nanti untuk like bab yang lain
terimakasih
2020-12-28
0