May menghirup napas pelan sebelum membuka matanya, dia terbangun saat alarm di nakasnya berbunyi. May bergerak dan merasakan tubuhnya kaku karena tertidur terlalu lama. Dia segera bangun dari tempat tidurnya dan melakukan peregangan singkat.
Kamar itu hanya memiliki sedikit sumber cahaya dan nyaris gelap total, jadi May segera berjalan menuju saklar lampu dan menyalakannya. Terlihat suasana ruangan yang tenang dan rapi, perabot kamar itu tak terlalu banyak, namun semuanya berkualitas tinggi.
May melangkah ke jendela saat dia mendnegar suara rintik hujan. Saat dia sudah berdiri di dekat jendela, May segera membuka jendela itu dan mengulurkan tangannya pelan, segera tangannya terciprat air hujan yang sangat dingin.
May menutup matanya dan menikmati aroma hujan yang menenangkan selagi tangannya bermain dengan air. May merasa matanya masih sedikit berat dan dia juga malas melakukan apapun, jadi May menarik sofa tunggalnya ke sisi jendela untuk menikmati hujan—cara terbaik untuk meredakan stresnya.
Senyum tipis tercetak di wajah May saat dia menikmati paginya, mungkin akan lengkap dengan secangkir coklat panas, atau semangkuk mie kuah hangat. Sayangnya dia terlalu malas untuk membuat semua itu, jadi bermalas-malasan saja sudah cukup.
Ini pagi yang indah, mungkin dia akan bolos saja sekolah hari ini. Sepertinya sangat nyaman menghabiskan hari ini tanpa melakukan apapun. May tersenyum tipis memikirkan harinya yang nyaman sambil menarik selimut yang tadi sempat dibawanya.
May mencium selimutnya yang berbau lavender dan senyumnya jadi semakin dalam. Ini yang disebut menikmati hidup. Ya, kalau Lou tidak tiba-tiba berteriak memanggilnya, maka ini memang kenikmatan hidup.
“Apa?” jawab May pelan, dia tak punya tenaga lebih untuk menjawab Lou.
May membuka matanya seketika saat suara rebut terdengar dari kamar samping. Semua kamar memiliki tingkat kekedapan suara yang cukup tinggi, namun suara Lou benar-benar menembus dindingnya.
Sudut bibir May berkedut pelan dan dia mencoba untuk bersikap tak peduli. Sayangnya, tak lama setelah keributan itu, pintu kamar May terbuka dengan dorongan kuat, bahkan menimbulkan suara yang cukup memekakkan.
“Apa?!” May menatap Lou kesal.
Namun Lou seolah tak mempedulikan wajah marah May, dia berjalan ke sisi May dan menunjukkan layar ponsel pintarnya. “Lihatlah!” ujarnya sangat bersemangat.
May menghela napas dalam hati, bertanya-tanya kapan Lou akan mulai bersikap dewasa, dia benar-benar seperti anak lima tahun. Namun May tak mengatakan itu di depan wajah Lou, dia masih berdiri dari sofa nyamannya dan menerima ponsel pintar Lou. May menatap layar ponsel dengan wajah tak tertarik, sebelum akhirnya terperangah kaget.
Tiga Anggota Kepolisian Ditemukan Tewas Dibunuh.
Itu adalah judul sebuah berita yang baru saja terbit. May menggulir ponsel pintar Lou untuk membaca berita. Semakin banyak May membaca, semakin kaget dia. Salah satu target mereka ternyata menjadi korban pembunuhan itu.
May kembali menatap ponsel pintar Lou dan membaca berita itu sekali lagi, kali ini lebih hati-hati. May menggelengkan kepalanya pelan dan menatap Lou dengan wajah bingung. Ketiga polisi ini memang masuk ke dalam daftar target mereka, namun mereka memutuskan untuk mengurus Marcus lebih dulu. Mereka sama sekali tak menduga ketiga target ini akan ditemukan tewas terbunuh.
“Mereka ditembak, aku sudah mencari beritanya secara langsung dari media.” Lou tiba-tiba berbicara.
May mengangkat kepalanya untuk melihat Lou. “Siapa yang membunuh mereka?” May bertanya dengan wajah bingung. Marcus dan temannya telah terlibat dalam penjualan narkoba dan bahkan melindungi para penjual lainnya. Mereka seolah melupakan kalau mereka adalah polisi, oleh karena itu May dan Lou memutuskan untuk menjadikan mereka target berikutnya.
“Aku tak tahu, mayat mereka ditemukan cukup mengenaskan, sepertinya mereka disiksa sebelum kematiannya.” Lou menghela napas pelan.
“Saat kau mencari bukti semalam, apa kau bertemu dengannya?” May menatap Lou penasaran.
“Tidak, aku hanya merekam pembicaraanku dengan penjual. Mereka berkata mereka dilindungi Marcus dan temannya, oleh karena itu bisnis narkoba mereka bisa berjalan lancar dan tak tersentuh polisi lainnya,” ujar Lou sambil mengangkat bahu tak peduli, sekarang dia sudah kehilangan minatnya pada masalah ini.
“Di mana mereka di bunuh?” May tiba-tiba bertanya lagi setelah hening beberapa waktu.
“Di atap kelab malam.” Lou menjawab singkat.
“Artinya mereka ada di sana saat kita juga di sana.” May menghela napas pelan.
“Sudahlah, mereka sudah meninggal, tak akan menjadi urusan kita lagi. Kirimkan saja bukti criminal mereka ke penyidik secara anonym.” May melanjutkan, dia tahu tak ada gunanya lagi mereka menyelidiki lebih jauh.
“Kau benar.” Lou bahkan tak memberikan keberatan sedikit pun.
“Aku akan kembali ke kamarku untuk mengirim bukti criminal itu. Setelah itu kita bisa pergi ke sekolah bersama.” Lou tertawa dan pergi, melewatkan wajah mencibir May.
“Siapa yang berangkat sekolah jam setengah enam pagi?” cibirnya pelan, namun May tetap berdiri untuk bersiap-siap.
May bangkit dari sofanya dengan wajah malas, kemudian pergi ke kamar mandi dan mulai bersiap-siap. Satu jam kemudian dia keluar dari kamarnya mengenakan kemeja biru lengan panjang, sementara kakinya dibalut jeans hitam.
May mengikat rambutnya ponytail dengan beberapa anak rambut menggantung dan membingkai wajahnya. Penampilannya nampak kasual, tapi juga terkesan cantik dan anggun. Setelah menutup pintunya, pintu kamar Lou juga ikut terbuka, sepertinya gadis itu juga sudah siap.
May mengikuti Lou turun ke lantai bawah dan melihat Helana dan Marc di ruang makan. Mereka sedang menikmati sarapan pagi bersama. Lou seperti biasa menyapa orangtuanya dan mencium ibunya. May tersenyum dan melakukan hal yang sama.
“Kalian sudah siap? Ini bahkan belum jam tujuh.” Marc melihat jam di tangannya.
“Kami anak rajin.” Lou menyeletuk dengan bangga.
Hah. May menghela napas dan mencibir Lou, membuat ruang makan itu penuh dengan tawa.
Sarapan itu berlangsung hangat saat Helena menanyakan sekolah keduanya. May hanya tak menyangka Helena akan bertanya tentang neneknya secara tiba-tiba. Sebelumnya mereka tak pernah membahas tentang neneknya sama sekali, jadi ini membuat May bingung. Apalagi saat Helena terus membahas tentang neneknya sampai mereka selesai sarapan.
“Kau harus menghubungi nenekmu, biar bagaimanapun kalian keluarga.” Helena memeluk May sebelum dia pergi meninggalkan ruang makan bersama Marc.
“Iya.” Walaupun enggan, May tetap mengangguk.
“Ada apa dengan ibu, sebelumnya ibu tidak pernah membahas nenekmu.” Sepertinya keanehan ini tidak hanya dirasakan oleh May.
May hanya melirik Lou singkat sebelum mengajaknya pergi. Mereka akan berangkat ke seklah lebih dulu walaupun tak ada yang bisa dilakukan.
Keduanya lalu berangkat sekolah diantar oleh sopir pribadi keluarga Arnauld. Setelah sampai di skeolah, May langsung menarik Lou ke laboratorium biologi karena mata pelajaran pertama mereka adalah biologi.
Waktu berlalu dengan cepat, May hanya bersikap acuh tak acuh saat jam pelajaran di mulai, entah kenapa dia sama sekali tak tertarik dengan pelajaran hari ini. May mengalihkan pandangannya dengan malas ke luar jendela saat dia melihat sekelompok pria berpakaian hitam memasuki wilayah sekolah.
May awalnya tak peduli, namun saat dia melihat pria tua yang memimpin orang-orang itu, jantungnya langsung berdebar kencang. Namun dia masih mencoba bersikap tenang dan mulai menyalahkan matanya karena salah melihat.
Hanya saja dia tak bisa terus membohongi dirinya sendiri, tak lama kemudian seorang pria berpakaian serba hitam masuk ke kelasnya untuk memanggilnya. May bisa melihat orang itu memiliki fitur Asia, May akhirnya tahu bahwa dia sejak awal tak pernah salah lihat. Pria tua tadi memang Yamato, kepala pelayan kediaman keluarganya di Jepang.
May berdiri saat guru memintanya keluar bersama pria itu, namun saat dia akan pergi, Lou telah menahan tangannya. May menoleh dan tersenyum lembut. “Tak apa,” bisiknya pelan.
May mengatakan itu hanya untuk menenangkan Lou, namun dia tak berhasil menenangkan dirinya sendiri. May kemudian mengikuti pria berpakaian hitam itu ke ruang kepala sekolah.’
May terdiam saat melihat Yamato di ruangan kepala sekolah, pria tua itu tersenyum lembut padanya. “Nona muda,” sapanya hormat.
May tersenyum dan mengangguk. “Kakek Yamato,” sapa May juga.
Yamato adalah orang kepercayaan keluarganya, dia sudah bekerja pada keluarga Osawa sejak muda. May telah mengenalnya sejak dia masih kecil dan terbiasa dengan keberadaan Yamato. May juga sudah menganggapnya sebagai kakek sendiri, jadi melihat Yamato sekarang cukup mengobati rindunya akan keluarga.
“Ada apa? Kenapa kakek ada di sini?” May bertanya dengan wajah bingung.
“Nyonya tua meminta saya menjemput Anda.” Yamato tersenyum.
Namun May tak bisa membalas senyum itu. May menatap Yamato dan menggigit bibirnya pelan. “Kakek, tunggu dulu di sini, ada hal yang harus ku lakukan.” May tak menunggu jawaban Yamato dan langsung lari meninggalkan ruang kapala sekolah. Dia bahkan tak menggubris saat Yamato dan orang-orangnya memanggilnya.
May terus berlari menuju laboratorium biologi. Dia sebenarnya sama sekali tak ingin pulang ke Jepang, dia hanya merasa sedih di tempat itu. Dia tak ingin bertemu dengan neneknya!
May terus berlari! Dia berharap dia bisa lari juga dari hari ini, hari saat dia harus menerima kenyataan bahwa dia memiliki sisi kehidupan yang tak ingin dia hadapi.
May menyeka air matanya yang mengalir tanpa sadar. Dia tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Dia harus menemui Lou!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Partiah Yake
up terus
2023-06-11
0
Destria Ayu
kak,chap 3 sama 4 isinya samaa
2020-10-01
2